Membangun Desa dengan Kesalehan Sosial

Sabtu, 21 Januari 2023 - 13:15
Bagikan :
Membangun Desa dengan Kesalehan Sosial
KH. Zuhri Zaini, Pengasuh PP. Nurul Jadid Paiton Probolinggo. [Dokumentasi ALFIKR]

alfikr.id, Probolinggo- Keberadaan desa selama ini memang tidak terlalu mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat, meskipun jauh sebelum Indonesia merdeka, desa sudah ada dengan pola hidup yang komunal dan gotong royong dalam membangun desanya. Memang harus kita apresiasi kalau, sedikit atau banyak, pembangunan di desa selama ini memperoleh anggaran dana dari pemerintah daerahdengan pola yang sudah terencana.

Sehingga adanya Undang Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa yang memberikan alokasi dana melalui APBN untuk pembangunan desa merupakan suatu langkah positif. Terlebih lagi dalam undang-undang tersebut, desa betul-betul diberi kewenangan mengelola anggaran sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.

Maka sudah sewajarnya jika masyarakat ikut berpartisipasi menyusun dan mengawasi proses pelaksanaan program-program pemerintah desa yang telah direncanakan sebelumnya dalam APBDes. Artinya pembangunan itu mestinya dikelola oleh dan untuk masyarakat, sehingga lebih sesuai dengan kondisi kebutuhan mayarakat. Sebab, dana desa ini selain sebagai stimulan atau pendorong, juga untuk membiayai pembangunan desa.

Kedepan diharapkan masyarakat desa termasuk pemerintahnya tidak menggantungkan kepada pemerintah pusat. Seperti yang kita ketahui, ada beberapa desa yang sudah mandiri dan mempunyai Pendapatan Asli Desa (PAD) dari inovasi usaha mereka sendiri.

Untuk itu di tingkat pemerintahan desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai wakil masyarakat desa, harus betul-betul menyerap aspirasi dan megkaji kondisi sosial, baik masyarakatnya maupun potensi alamnya. Mereka diharapkan supaya memberi usulan bersama kepala desa agar membuat suatu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMdes) dan Rencana Kegiatan Pembangunan Desa (RKPDes).

Kemudian BPD juga diharapkan melakukan fungsi pengawasan terhadap pembangunan itu. Oleh karenanya, sebaiknya BPD tidak terlibat mengeksekusi pembangunan desa. Melainkan hanya ikut dalam perencanaan dan selanjutnya mengawasi. Memang harus ada fungsi pengawasan dan fungsi kontrol, berikut fungsi legislasi atau membuat suatu keputusan-keputusan bersama dengan masyarakat. Pembagian tugas dan fungsi seperti itu dalam pemerintahan disebut eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Dengan menjalankan fungsi-fungsinya tersebut, anggota BPD perlu diberdayakan kapasitasnya, baik dari sisi keilmuan, wawasannya, kemudian mungkin pendidikannya sekalipun tidak formal melalui pelatihan-pelatihan, pembekalan-pembekalan tentang bagaimana seharusnya menjadi anggota BPD. Selain itu, juga perlu ada pengawasan kelompok kalau di pusat ada Ombudsman yang tidak terlalu terikat oleh formalitas. Sebab BPD termasuk dalam struktur yang rawan terjadi kolusi. Maka dengan adanya pengawasan dari semua pihak, baik penguasa internal kepala desa sebagai eksekutif, lalu BPD sebagai lembaga legislatif desa maupun eksternal yaitu misalnya dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), akan menjadi lebih baik.

Tetapi yang kita butuhkan adalah di samping kepala desa harus amanah atau memiliki integritas juga butuh dukungan sistem yang transparan. Rencana-rencana dan progress kedepan harus diumumkan agar masyarakat tahu. Selama ini biasanya kita sekadar mengetahui rencana-rencana pemerintah desa yang banyak dipublis seperti di baliho-baliho, tapi pelaksanaan dan progressnya, kiranya penting disampaikan kepada masyarakat.

Jika demikian adanya, pembangunan desa akan lebih efektif, efisien dan kesejahteraan masyarakat bisa terwujud dengan cepat. Tentu pembangunan itu jangan hanya pembangunan fisik material, tapi justru bahkan yang sangat penting adalah pembangunan mental spiritual. Sebab kalau pembangunan fisik saja, itu bisa ambruk, bisa kehilangan makna, kalau tidak disertai dengan pembangunan mental spiritual.

Jadi pembangunan desa itu sebetulnya merupakan upaya masyarakat yang ada di desa secara utuh, bukan hanya sarana fisik materialnya, tapi manusia secara utuh, baik pembangunan fisik, mental, kemudian spiritual dan lain sebagainya melalui skala prioritas. Semua itu bisa terwujud bila terbangun sikap kesalehan dalam sosialnya, sebab kalau hanya ritual, bisa menimbulkan sikap acuh terhadap undang-undang. Tapi, sekali lagi, kesalehan sosial justru bisa mendorong pembangunan desa. Dengan demikian akan dicapai hasil pembangunan yang lebih baik.

*Tulisan KH. Zuhri Zaini, Pengasuh PP Nurul Jadid di Majalah ALFIKR edisi 32 (April 2018)

Penulis
Abdul Razak
Editor
Adi Purnomo S

Tags :