Penangkapan Tiga Petani Pakel, Paguyuban Petani Jawa Timur: Kami Menuntut Polda Jatim Membebaskan Saudara Kami

Rabu, 08 Februari 2023 - 20:42
Bagikan :
Penangkapan Tiga Petani Pakel, Paguyuban Petani Jawa Timur: Kami Menuntut Polda Jatim Membebaskan Saudara Kami
Massa yang tergabung dalam Rukun Tani Sumberejo Pakel melakukan aksi di depan Mabes Polri, Jakarta, Kamis (17/6/2021). [Merdeka.com/Istimewa]

Alfikr.id,  Probolinggo- Penangkapan tiga petani yang tergabung dalam Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP) memantik solidaritas dari berbagai pihak, salah satunya Paguyuban Petani Jawa Timur (Papanjati). Mereka mengeluarkan maklumat terbuka bertajuk Menggayang Danyang Danyang Tanah & Mengecam Kriminalisasi Terhadap Trio Petani Pakel, Banyuwangi.

“Terlebih dahulu ingin kami sampaikan kepada para tuan-tuan pemangku kebijakan. Kini zaman tengah berubah, lebih dari 62 tahun Undang-undang Pokok Agraria (5/1960) diterbitkan. Lahirnya produk hukum tersebut membawa sebuah kesepakatan bahwa kebijakan yang berbau kolonial kala itu sudah tidak lagi relevan untuk diterapkan di masa kini. Sebagai gantinya terhadap sistem pertanahan yang jahat kala itu maka kemudian melalui UU 5/1960 diterapkanya sebuah agenda reforma agraria (land reform),” begitu kata mereka di awal maklumat. 

Dalam rilis singkat itu, Papanjati menyampaikan sebuah kabar pahit dari ujung selatan Jawa Timur, yakni Desa Pakel, Kabupaten Banyuwangi. Mereka mengungkapkan bahwa sampai saat ini masih terdapat agenda reforma agraria yang tidak benar-benar dijalankan dengan baik. 

“Salah satu contoh yakni, penguasaan tanah yang begitu timpang antara Petani Desa Pakel, Banyuwangi dengan perkebunan swasta PT Bumi Sari dan Perhutani,” kata mereka seperti dilansir dari laman Instagram Papanjati.

Perlu digarisbawahi, perjuangan hak atas objek reforma agraria Petani Pakel, mereka melanjutkan, telah berlangsung hampir satu abad. Dalam sejarah, dimulai saat mereka menerima akta 1929 pada 11 Januari 1929 pada era pemerintahan Hindia Belanda – yang memberikan izin kepada mereka untuk membuka hutan seluas 4000 bahu. Namun dalam perjalananya, kawasan Akta 1929 kini dikuasai oleh Perhutani dan PT Bumi Sari.

Mereka merujuk SK Menteri Dalam Negeri, No. 35/HGU/DA/85, dijelaskan bahwa PT Bumi Sari hanya mengantongi HGU seluas 1189,81 ha, terbagi dalam 2 sertifikat, yaitu sertfikat HGU No. 1 Kluncing dan Sertifikat HGU No. 8 Songgon. Ketimpangan penguasaan lahan tersebut, mereka menjelaskan, terlihar dari jumlah warga pakel kurang lebih berpenduduk 2.661 jiwa dan total luas lahan desa Pakel adalah 1.309,7 ha. 

“Namun kenyataannya petani Pakel hanya berhak mengelola lahan kurang lebih seluas 321,6 ha. Sebab ada Perhutani KPH Banyuwangi Barat menguasai 716,5 ha, serta ada 271,6 ha yang diklaim oleh Dinasti keluarga Soegondo Pemilik PT. Bumi Sari yang kami duga aktivitasnya mencaplok lahan desa Pakel diluar batas yang ditetapkan dalam HGU miliknya,” tegas mereka.

Menyikapi kasus perampasan tanah di Desa Pakel, Yatno, Ketua Papanjati mengatakan bahwa land reform di satu pihak berarti penghapusan segala hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial atas tanah, dan mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur. 

“Yaa…tanah tidak boleh menjadi alat penghisapan! Tanah untuk Tani! Tanah untuk mereka yang betul-betul menggarapnya. Tanah tidak untuk mereka dengan duduk ongkang-ongkang menjadi lebih berkuasa menguasai sumber daya pertanian yang dihasilkan dari perampasan lahan rakyat,” tegas Yatno. 

Kasus perampasan tanah di Desa Pakel, Yatno menjelaskan, adalah salah satu contoh gagalnya reforma agraria. Dia menegaskan bahwa di Jawa Timur sebenarnya masih banyak terdapat kasus yang serupa. 

“Misal di kampung saya sendiri, konflik Tanah Bongkoran, Wongsorejo, Banyuwangi. Kemudian di tiga kecamatan yakni Grati, Lekok dan Nguling Kabupaten Pasuruan serta disusul di beberapa kasus di Kabupaten Lumajang, Kediri, Jember, Blitar, Surabaya dan masih banyak konflik pertanahan di Jawa Timur tak kunjung diselesaikan,” ungkap Yatno. 

Penghisapan Kaum Lintah Darat dan Danyang-danyang Tanah

Papanjati menilai bahwa perjalanan panjang perjuangan Petani Pakel untuk mendapatkan hak atas tanahnya juga tidak luput dari berbagai ancaman, intimidasi, kekerasan dan kriminalisasi yang kian digencarkan oleh danyang-danyang perampas tanah. Kasus terbaru yang menimpa Mulyadi, Suwarno, dan Untung. Mereka ditangkap paksa oleh pihak kepolisian.

Lasminto Ketua Advokasi dan Kebijakan Papanjati menegaskan bahwa melupakan nasib Trio Petani Pakel, Mulyadi, Suwarno, dan Untung yang dikriminalisasi, sama halnya berarti tidak membebaskan kaum tani dari penghisapan kaum lintah darat dan danyang-danyang tanah. 

“Petani Pakel adalah bagian dari anggota Papanjati. mereka tersakiti, kami juga merasa tersakiti,” kata Lasminto dalam keterangan tertulis. 

Perlu diketahui hampir seluruh penduduk di negeri ini, Lasminto melanjutkan, bergantung pada pangan dari hasil pertanian yang diproduksi oleh Petani. Itu sebabnya, dia menegaskan apabila para petani dibiarkan untuk dikriminalisasi maka negara ini tengah mempercepat krisis pangan itu terjadi. 

“Semakin jelas dan terang benderang arah kriminalisasi itu disematkan kepada Petani Pakel, kami mengutuk tindakan yang tidak berhati nurani itu. Kami menuntut kepada Polda Jawa Timur untuk segera membebaskan saudara kami,” tegas Lasminto. 

Tuntutan Papanjati

Berdasarkan hal tersebut di atas kami dari Paguyuban Petani Jawa Timur (Papanjati) menuntut dan menyerukan:

1. Presiden Jokowi untuk segera menyelesaikan konflik agraria yang berkepanjangan pada kasus Warga Pakel, Banyuwangi dan konflik agraria yang tersebar di berbagai titik-titik wilayah Jawa timur

2. Menuntut Kementerian ATR/BPN mencabut HGU Bumi Sari.

3. Kompolnas RI untuk melakukan evaluasi secara khusus terhadap kinerja Polda Jawa Timur dan Polresta Banyuwangi atas kasus kekerasan, intimidasi dan/atau kriminalisasi yang menimpa warga

4. Mendesak Komnas HAM RI untuk melakukan investigasi, perlindungan hukum dan berbagai upaya langkah strategis terkait pelanggaran HAM yang menimpa kepada masyarakat yang sedang berhadapan pada kasus konflik agraria di Jawa

5. Mendesak Kapolri, Kapolda Jawa Timur dan Kapolresta Banyuwangi untuk mengusut dugaan tidak pidana pengusaaan lahan secara illegal oleh Bumi Sari dan menghentikan suluruh tindakan kriminalisasi, pencabutan status tersangka terhadap warga Pakel.

6. Menyerukan kepada seluruh Organisasi Tani Lokal (OTL) dan masyarakat Jawa Timur untuk mendukung dan bersolidaritas membebaskan warga Pakel, Banyuwangi dari segala tindakan kriminalisasi

Penulis
Sukma Agung Adi Luwih
Editor
Adi Purnomo S

Tags :