Hukum Berpuasa bagi Pekerja Berat

Selasa, 28 Maret 2023 - 20:38
Bagikan :
Hukum Berpuasa bagi Pekerja Berat
Bagaimana hukum puasa bagi pekerja berat seperti kuli bangunan, buruh tani, dan lain sebagainya. Apabila mereka tidak kuat menjalankannya di siang hari Ramadhan. [Foto: Islampos.com]

alfikr.id, Probolinggo - Puasa Ramadhan merupakan salah satu kewajiban yang harus ditunaikan bagi setiap umat muslim, mulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.

Jika hal ini ditinggalkan, maka seseorang muslim akan dikenakan 'denda' dan harus dibayar sesuai dengan anjuran syariat Islam.

Di samping itu, terdapat juga beberapa orang yang membatalkan puasa, karena pekerjaannya begitu berat seperti kuli bangunan yang mencari nafkah bagi keluarga. Mencari nafkah pun merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap kepala rumah tangga untuk menafkahi keluarganya. Dan itu merupakan kewajiban yang tak boleh di tinggalkan.

Terus bagaimana hukum bagi para pencari nafkah yang bekerja sebagai kuli, tukang bangunan, buruh tani, dan pelbagai profesi yang mengandalkan kekuatan fisik untuk bekerja dan sangat melelahkan saat di siang hari Ramadhan.

Hukum membatalkan puasa bagi pekerja berat, dilansir dari NU Online, menurut Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam kitab yang berjudul Nihayatuz Zein fi Irsyadil Mubtadi'in. Syekh Nawawi terlebih dahulu menerangkan bahwa ulama telah membagi tiga kategori orang sakit dan statusnya dalam menjalankan ibadah puasa.

Pertama, jika diprediksikan menyakit kritis, maka penderita dihukumi makruh untuk berpuasa sehingga diperbolehkan tidak berpuasa. Kedua, jika penyakit tersebut benar-benar kritis dan dapat menyebabkan kehilangan nyawa atau membuat disfungsi organ tubuhnya, maka penderita haram berpuasa, sehingga wajib membatalkan puasanya.

Ketiga, jika sakit ringan tidak sampai kritis, maka penderita haram membatalkan puasanya dan tetap wajib berpuasa sejauh dia tidak khawatir penyakitnya bertambah parah.

Dalam hal ini, status hukum buruh tani, petani tambak garam, buruh kasar, dan orang-orang dengan profesi seperti mereka, sama dengan hukumnya seperti penderita penyakit di atas.

Apabila pada siang hari puasa terasa berat, maka orang-orang yang berprofesi sebagai pekerja berat di atas diperbolehkan membatalkan puasa dan menggantinya di luar Ramadhan.

Seperti yang disampaikan oleh Syekh M Said Ba'asyin dalam kitab Busyrol Karim. Kata dia, para pekerja berat seperti buruh tani dan pekerja berat lainnya, wajib melaksanakan puasa. Namun, jika kemudian pada siang hari menemukan kesulitan dalam berpuasa, ia boleh berbuka. Tapi kalau merasa kuat, maka tidak bisa membatalkannya.

Sebenarnya, kata Syekh Said Ba'asyin, tidak ada perbedaan antara buruh, orang kaya, atau sekadar pekerja berat yang bersifat sukarela. Jika mereka menemukan orang lain untuk menggantikan pekerjaannya, dan bisa diganti bekerja pada malam hari, maka itu lebih baik seperti yang dikatakan juga oleh Syekh Syarqawi.

Senada, Buya Yahya, Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah (LPD) Al-Bahjah, Cirebon, Jawa Barat. Pun mengatakan bahwa para pekerja berat tidak boleh meninggalkan puasa Ramadhan pada saat dia benar-benar merasa berat dalam menjalankan puasa, dengan syarat:

1. Malam harinya harus tetap niat lalu berpuasa di siang harinya sampai benar-benar terasa lemah, berat sekali atau tidak kuat, maka diperbolehkan berbuka dengan makan atau minum sekedarnya saja, sekiranya untuk menambah tenaga.

“Nanti jika merasakan lagi kelemahan yang sangat berat, maka diperbolehkan lagi makan atau minum sekadarnya saja,” papar Buya Yahya dikutip dari laman buyayahya.org.

Beliau menambahkan, bahwa haram hukumnya jika pekerja berat tersebut sudah berbuka dari awal pagi atau tidak menjalankan puasa terlebih dahulu.

Para pekerja berat dapat membatalkan puasanya dalam beberapa kondisi. Pertama, ketika mereka tidak mungkin mengganti aktivitas pekerjaannya pada malam hari. Kedua, saat kita memenuhi kebutuhan saat bekerja atau pendapatan bos yang membuat kesulitan.

Selain itu, mereka para pekerja keras diharuskan membatalkan puasanya ketika di tengah puasa menemukan kesulitan tetapi tentu saja berdasarkan kondisi darurat.

Dikutip dari NU Online, bagi mereka yang memenuhi ketentuan membatalkan puasa, tetapi tetap melanjutkan puasanya. Maka puasanya tetap sah, karena letak keharamannya berada di luar masalah itu.

Tetapi kalau hanya sedikit pusing atau sakit ringan yang tidak terpengaruh, maka tidak ada pengaruhnya dalam hukum ini.

Penulis
Adi Purnomo S
Editor
Zulfikar

Tags :