Kasus Guru Besar: Minimnya Komitmen Pemerintah dan Perguruan Tinggi
Rabu, 17 Juli 2024 - 07:13alfikr.id, Jakarta- Sejak 13 Juli 2024, Perkumpulan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) telah mengeluarkan pernyataan sikap mengenai pengajuan guru besar atau profesor yang tidak memenuhi syarat. Terhitung 1.180 akademisi dari 245 perguruan tinggi dan institusi di seluruh Indonesia menyuarakan keprihatinan mereka. Fenomena ini terjadi karena lemahnya penegakan integritas akademik.
Sigit Riyanto, guru besar bidang hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, menjelaskan bahwa peristiwa tersebut menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat dan pertanyaan mengenai semangat perguruan tinggi yang seharusnya mengutamakan kejujuran, kebenaran, dan ketulusan. Sigit melanjutkan, terdapat hipokrisi di berbagai level, mulai dari universitas hingga kementerian.
“Sebab minimnya komitmen pemerintah dan perguruan tinggi,” tegasnya, dilansir dari The Conversation.
Padahal, terdapat beberapa laporan pelanggaran yang sudah terbukti melalui tahap investigasi dan verifikasi. Menurut Sigit, laporan tersebut tidak pernah diproses secara serius. Jika seseorang nyata-nyata memperoleh prestasi dengan cara yang tidak benar, “Maka gelarnya harus dicabut,” jelasnya.
Melansir dari Majalah Tempo edisi 07 Juli 2024, sengkarut pelanggaran integritas akademik menyebar di berbagai daerah. Terdapat sejumlah jurnal predator yang digunakan oleh para akademikus.
Di Jawa Tengah, terdapat 12 kampus dengan 3.212 jurnal predator; di Yogyakarta, 9 kampus dengan 2.775 jurnal predator; di Sumatera Utara, 8 kampus dengan 2.024 jurnal predator; di Sumatera Barat, 3 kampus dengan 1.137 jurnal predator; di Kalimantan Selatan, 1 kampus dengan 307 jurnal predator; di Sulawesi Selatan, 6 kampus dengan 2.130 jurnal predator; di Papua, 2 kampus dengan 186 jurnal predator; di Jawa Barat, 18 kampus dengan 4.600 jurnal predator; di Jakarta, 23 kampus dengan 4.759 jurnal predator; dan di Jawa Timur, 25 kampus dengan 6.312 jurnal predator.
Data di atas menggambarkan betapa luasnya sebaran jurnal predator ini. Menurut Sigit Riyanto, membongkar pelanggaran akademis perlu memperkuat jaringan kolega akademis yang berintegritas. Ini bisa dimulai dari mengidentifikasi pelanggaran akademis, proses advokasi dan edukasi, melakukan pengontrolan bersama media, serta mendesak pihak Kemendikbudristek serius dalam menangani kasus-kasus pelanggaran akademis.
Pada tahun 2022, Pangkalan Data Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mencatat bahwa keseluruhan dosen dengan jabatan akademik guru besar hanya sejumlah 2,4 persen dari total dosen di Indonesia. Malahan, dosen tanpa jabatan akademik terbilang banyak.
“Tanpa jabatan 102.822, asisten ahli 90.910, lektor 93.502, lektor kepala 31.361, dan guru besar 7.959,” menukil dari Majalah Tempo edisi 07 Juli 2024.
Aliansi AIPI menyayangkan, sungguh ironis insiden ini melibatkan lembaga tinggi negara yang semestinya dihormati dan menjadi teladan bagi masyarakat. Imbasnya, citra baik insan akademik telah dikucilkan dan perlu perbaikan sistematis juga menyeluruh.
“AIPI sebagai wadah ilmuwan terkemuka merasa terpanggil untuk menganalisis peristiwa memilukan ini dengan menjunjung tinggi bukti dan fakta,” tulis AIPI, dikutip dari aipi.or.id.
Di sisi lain, pentingnya membentuk tim ad hoc baik dari internal maupun eksternal. Kata Sigit Riyanto, internal dari Inspektorat Jenderal perguruan tinggi dan eksternal misal jurnalis atau akademisi. “Hingga penilaiannya lebih objektif,” terangnya.
Kemudian, tugas tim ini adalah memeriksa dan merekomendasikan penjatuhan sanksi yang proporsional. “Sesuai berat ringan kesalahan, adil dan tegas,” jelasnya.
Kepada pemerintah Kemendikbudristek, AIPI menegaskan, harus segera memberi tanggapan mengenai kasus pemberian guru besar yang merupakan masalah serius di dunia pendidikan tinggi.
Bukan hanya itu, aliansi mendesak pihak pemerintah segera melakukan investigasi untuk memastikan pemberian jabatan profesor tepat sasaran dan ketika terdapat kekeliruan dalam pemberian gelar guru besar maka harus dicopot.
Berikut tuntutan aliansi Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia:
1. Pemerintah Kemendikbudristek segera mencabut regulasi yang memudahkan seseorang yang tidak berprofesi sebagai pengajar di perguruan tinggi untuk memperoleh gelar guru besar dengan mudah.
2. Pemerintah segera melakukan reformasi manajemen dan proses pengelolaan kenaikan jenjang dosen berdasarkan koreksi total atas segala kelemahan sistem yang selama ini dibiarkan.
3. Pemerintah segera mencabut jabatan profesor mereka baik pihak luar maupun dalam kampus yang sudah berhasil mendapatkan dengan cara-cara curang berdasarkan investigasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
4. Para civitas akademika perguruan tinggi tetap memegang teguh integritas dan etika akademik dalam mengupayakan capaian jenjang kepangkatan yang lebih tinggi terutama guru besar.
5. Pemerintah dan universitas menghukum kelompok atau individu yang memiliki kepentingan dan mendapat keuntungan finansial maupun kekuasaan dari tindakan curang ini termasuk agen jaringan penerbit jurnal predator internasional.