Sang Penemu Masalembu
Senin, 22 Juli 2024 - 21:48Berasal dari masyarakat yang multi suku. Pulau Masalembu
diyakini pertama kali ditemukan oleh orang-orang dari Sulawesi yang melakukan
pelayaran ke pulau Jawa. Berikut laporan wartawan ALFIKR Heriyadi di majalah
edisi 33.
alfikr.id, Sumenep- Dalam perjalanan menuju Pulau Masalembu membutuhkan waktu
kurang lebih dua belas jam untuk sampai. Berawal dari pelabuhan Kalianget,
Sumenep, Madura, menaiki kapal motor penumpang (KMP) Dharma Bahari Sumekar III.
Di sepanjang mengarungi lautan, kami disuguhi keharmonisan para penumpang
kapal, keindahan riak-riak ombak dan lekukan pulau-pulau kecil yang terbentang.
Posisi Pulau Masalembu, berada di bagian utara wilayah
Kabupaten Sumenep, perbatasan langsung dengan laut bebas. Berjarak sekitar 112
mil dari pelabuhan Kalianget. Secara administrasi Pulau Masalembu. Masuk dalam
Kecamatan Masalembu, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur.
Menurut data-data yang ditemukan ALFIKR, nama masa lembu
berawal dari kata Nusa (pulau) dan Lembu (sapi). Nama tersebut dinisbahkan atas
dasar banyaknya lembu atau sapi yang berkeliaran. Baru pada zaman presiden
Soekarno, berubah status namanya menjadi Pulau Masalembu. Sementara masyarakat
yang tinggal di Pulau Masalembu terdiri dari tiga suku, diantaranya Bugis,
Madura dan Mandar.
Dari ketiga suku tersebut, masing-masing memiliki versi
sejarah terkait Siapa penemu Pulau Masalembu. Menurut Kepala Desa Massalima,
Darussalam, “tidak ada yang jelas terkait sejarah siapa penemu pertama kali pulau
ini. Terdapat banyak versi, ada yang bilang dari suku Mandar, Bugis dan
Madura," tuturnya.
Hal tersebut dikarenakan kurangnya dokumentasi terhadap
arkeologi-arkeologi sejarah serta minimnya orang-orang yang memahami sejarah
penemu Pulau Masalembu. Hal ini juga disebabkan banyaknya para sesepuh yang
sudah meninggal, sehingga ALFIKR kesulitan untuk melacak sejarah siapa penemu
pertama kali Pulau Masalembu.
Namun berdasarkan data yang dihimpun ALFIKR, Pulau Masalembu
pertama kali ditemukan oleh orang-orang dari Sulawesi yang melakukan perjalanan
ke pulau Jawa pada paruh abad ke-17. Menurut Abdul Hanang, salah satu tokoh
masyarakat suku Mandar, hal itu dapat dilihat dari pemukiman warga masyarakat
yang tinggal di sekitar pesisir Pulau Masalembu, di mana mereka memiliki
nama-nama Daeng.
Dapat ditelisik juga, melalui keberadaan Bunajib atau Datuk
Kaidani, yang kuburannya dikeramatkan oleh masyarakat Pulau Masalembu. Hal ini
dikarenakan atas dasar penuturan Zainal, salah satu keturunan kedua Datuk
Kaidani, beliaulah penemu dan pembabat Pulau Masalembu. Namun, dari data-data
yang dihimpun ALFIKR, Datuk Kaidani tidak diketahui tahun berapa singgah,
membabat, wafat dan tepatnya di mana beliau lahir.
Dalam tuturnya, konon Datuk Kaidani bersama anak buah
kapalnya melakukan pelayaran dari Sulawesi menuju Pulau Jawa untuk berdagang
kopra (daging buah kelapa yang dikeringkan). Dalam pelayaran, Mereka melihat
sebuah pulau yang bentuknya seperti lembu atau sapi dan berlabuh di area
pesisir Pulau Masalembu yang diyakini sekarang bernama jembatan Gusong.
Kemudian, mereka menelusuri pulau tersebut, namun tidak ada
satu orang pun yang ditemui dan bermukim, hanya saja terlihat banyaknya hewan
lembu atau sapi. Kalau itu, Datuk Kaidani bersama anak buah kapalnya hanya
sekedar singgah di Pulau Masalembu. Namun, sebelum meninggalkan pulau tersebut
mereka memutuskan menangkap beberapa ekor sapi terlebih dahulu, lalu dijadikan deng
gerreng (daging sapi yang dikeringkan) untuk dijual bersama kopra yang
dibawa dari Sulawesi.
“Sesampainya di Pulau Jawa tepatnya di daerah Gresik, daging
sapi yang dikeringkan dijual kepada orang Cina, salah satu pemilik toko
langganan dagangan Datuk Kaidani. Lalu, orang Cina bertanya kepada Datuk
Kaidani dari mana daging sapi ini didapatkan. Sontak, Datu Kaidani menjawab,
dari sana, sembari mengarahkan tangannya ke pulau yang banyak sapinya tersebut.
Setelah itu dengan tidak berpikir panjang, orang Cina itu, menamakan pulau yang
banyak sapinya tersebut dengan sebutan Nusa Lembu,” lanjutnya.
Tak lama, usai Datuk Kaidani menjual barang dagangannya,
mereka kembali ke perahu untuk melanjutkan pelayaran arah pulang ke Sulawesi.
Namun, tiga kali upaya pelayaran pulang dilakukan, perahu mereka diterjang
ombak serta badai. Atas dasar tersebut mereka terdampar dan tinggal di pulau
Ra'as, Sumenep, Madura. Dalam beberapa waktu Datuk Kaidani kemudian menikah
dengan perempuan Ra'as dan teringat pada sebuah pulau kosong yang dulu pernah
disinggahinya.
Setelah memiliki dua keturunan, beliau berkeinginan untuk
membabat dan tinggal di pulau yang pernah disinggahinya. “Kemudian beliau
mengajak teman-temannya yang berada di Ra'as untuk berangkat membabat, dan
tinggal di Pulau Masalembu. Ketika semua setuju, mereka bersama-sama membawa
rombongan untuk berangkat. Tibanya di Pulau Masalembu, mereka masing-masing
membabat dan mendirikan rumah panggung,” papar putra tanah kelahiran Pulau
Ra'as tersebut.
Versi lain dikatakan Rusli, putra ketiga Datuk Kaidani, abahnya bukan penemu pertama kali pula Masalembu. Hal ini dikarenakan, di saat Datuk Kaidani tiba di Pulau Masalembu, sudah terdapat banyak kuburan yang sampai sekarang menjadi pertanyaan. “Itu kuburan siapa. Bisa jadi Datuk Kaidani orang kedua yang menemukan Pulau Masalembu," terangnya pada ALFIKR.
Sumber: Majalah ALFIKR edisi 33
Penulis: Heriyadi