Pakar Hukum: KUHAP Berpotensi Timbulkan Penyimpangan Kewenangan
Sabtu, 22 November 2025 - 19:51
alfikr.id, Jakarta- Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi mengesahkan Rancangan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi UU. Pengesahan ini
dilaksanakan di Gedung Nusantara II, Kompleks Senayan, Jakarta, pada Selasa
(18/11/25).
Pengesahan
tersebut, menuai banyak kritikan dari masyarakat sipil. Sebab dalam KUHAP baru,
terdapat beberapa pasal yang di dalamnya berpotensi memperluas kewenangan
kepolisian secara berlebihan.
Sebagaimana
disampaikan Mushafi Miftah, ia menilai KUHAP baru ini, tidak selaras dengan
visi Reformasi Polri. Karena regulasi tersebut justru memberikan kewenangan
penuh kepada Polri dalam proses penyidikan tindak pidana.
“Disahkannya
RKUHAP membuat Polri mempunyai kekuatan yang superpower,” ucap pakar
Hukum Tata Negara Universitas Nurul Jadid itu pada ALFIKR via WhatsApp.
Banyaknya
pasal bermasalah dalam KUHAP baru, kata Mushafi, berakar dari minimnya
partisipasi publik dalam proses perumusannya. Padahal
kehadiran KUHAP ini menjadi langkah progresif yang mampu menjawab kebutuhan dan
dinamika perkembangan zaman.
“Tentu
semua golongan harus dilibatkan dalam pembentukan RKUHAP ini, dan harus
menggunakan mekanisme yang benar, supaya bisa mengakomodasi kepentingan publik
bukan kepentingan kekuasaan,” katanya.
Sebelumnya, pada tanggal 07 November 2025, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 122/P Tahun 2025 tentang Pengangkatan Keanggotaan Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dan melaksanakan pelantikan Ketua dan Anggota Komisi Reformasi Polri.

Adapun
tujuan dibentuknya tim Reformasi Polri tersebut, untuk membawa perubahan baik
bagi citra kepolisian yang akhir-akhir ini tidak positif. Ditambah ketika demonstrasi
pada akhir Agustus 2025, banyak kalangan yang menilai polisi sudah
menyalahgunakan kewenangan dalam menangani massa aksi.
Berdasarkan
data yang dihimpun sejak tanggal 25 sampai 31 Agustus 2025 oleh Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH), ada sekitar
3.337 orang yang ditangkap, dan 1.042 massa aksi mengalami luka-luka dengan dilarikan
ke rumah sakit. Bahkan terdapat 10 orang yang harus kehilangan nyawa.
Sialnya,
pemerintah bersama DPR RI mempercepat pengesahan RKUHAP yang di beberapa pasalnya justru memperkuat monopoli dan diskresi kepolisian. Seperti di Pasal 7
dan 8 yang menempatkan seluruh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan
penyidik khusus di bawah koordinasi Polri.
Sehingga
menjadikan kepolisian lembaga superpower. Pasal 16, memperluas undercover
buy dan controlled delivery untuk semua tindak pidana tanpa
pengawasan hakim. Maka akan berpotensi membuka peluang penjebakan.
Pasal
105, 112A, 132A, 124 yang memperbolehkan penggeledahan, penyitaan,
pemblokiran, dan penyadapan tanpa izin pengadilan dengan alasan mendesak yang
sangat subjektif. Pasal 74a, membolehkan Restorative Justice sejak tahap
penyelidikan. Sehingga menciptakan ruang gelap yang rawan pemerasan, karena
belum pasti ada tindak pidana.
Pasal
23, berpotensi tidak menyelesaikan atau mengabaikan masalah laporan masyarakat. Pasal
5, memberi kewenangan penangkapan, larangan bepergian, penggeledahan, dan
penahanan pada tahap penyelidikan ketika tindak pidana belum terkonfirmasi.
Oleh
karena itu, agenda legislasi kali ini hanya akan melanggengkan kegagalan
praktik penegakan hukum oleh kepolisian dan menggugurkan. “Rencana pemerintah
untuk menjalankan agenda reformasi kepolisian,” tulis kontras.org yang berjudul
Siaran Pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri.
Turut
merespons isu KUHAP baru, pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum
Indonesia (STHI), Bivitri Susanti, menilai pemerintah terlalu terburu-buru
mendorong pengesahan regulasi tersebut. Menurutnya, Reformasi Polri seharusnya
menjadi prioritas terlebih dahulu, agar potensi penyalahgunaan wewenang dapat
dicegah.
“Menurut saya tidak perlu buru-buru. Harusnya transformasi Polri dibereskan dulu. Presiden sudah bentuk tim, Polri juga. Reformasi itu yang diselesaikan dulu, baru KUHAP, supaya masyarakat tidak cemas,” pungkasnya, dilansir dari voi.id.