Soekarno dan Sejarah Gerakan Kiri di Indonesia
Minggu, 11 Agustus 2024 - 12:36alfikr.id, Probolinggo - Soekarno? Siapa yang tidak kenal tokoh proklamator Indonesia ini dan salah satu yang pernah menjadi orang nomor wahid di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sampai saat ini Soekarno di dalam konteks politik modern Indonesia menduduki paling tidak tiga level istimewa yang diperkirakan tidak akan dicapai oleh pemimpin manapun di Indonesia.
Pertama, Soekarno, institusi politik yang mampu membentuk jaringan sistem ideal kelembagaan terutama di kalangan sebagian besar masyarakat Indonesia. Kedua, sebagai pemikir yang gagasan-gagasannya masih menjadi ajang perdebatan di pelbagai kalangan. Ketiga, sebagai pemegang ideologi dan sekaligus ideologinya mampu merumuskan gagasan penting dalam merengkuh Indonesia dan bagaimana mewujudkannya.
Buku yang terdiri dari kumpulan makalah ini menjelaskan tentang sejarah perkembangan gerakan kiri di Indonesia, pergolakan politik anti imperialisme, pembantaian massal terhadap golongan kiri hingga upaya rekonsiliasi pasca Indonesia tanpa Soeharto.
Dimulai pada bab 1 menjelaskan tentang Marxisme yang diperkenalkan secara resmi ke Indonesia pada 1914 bersamaan dengan berdirinya Indische social Democratische Vereeniging (ISDV) atau Serikat Sosial Demokrasi Hindia Belanda. Dan serikat ini merupakan organisasi sosial pertama yang berdiri di Asia tenggara dipimpin oleh Hendricus Joshephus Franciscus Marie Sneevliet.
Karena hubungan erat antara Sneevliet dengan pemimpin Islam Semarang, Semaoen. ISDV pun memperoleh banyak pengikut dari SI, begitupun sebaliknya aktivitas-aktivitas SI juga banyak yang menjadi anggota ISDV. Bahkan Samaoen dan Dharsono pernah menjadi pemimpin ISDV Sneevliet.
Dari hubungan erat inilah akhirnya lahir partai komunis di Indonesia dan melibatkan diri pada comitren (komunis internasional) yang berpusat di Moskow. Hingga terbentuknya persatuan pergerakan kemerdekaan rakyat yang terdiri atas partai komunis Indonesia dan SI, namun pada akhirnya tidak dapat bertahan lama karena mempertahankan ideologi masing-masing organisasi.
Buku yang berjudul Soekarno Marxisme dan Leninisme ini, juga memaparkan tentang aliran Marhaenisme, pemikiran Soekarno, yang menurut cerita, hasil pertemuan Soekarno dengan seorang petani Bandung, petani yang memiliki peralatan dan lahan garapan sendiri namun petani itu tetap miskin. Dari kejadian inilah Soekarno melihat realitas rakyat Indonesia.
Istilah Marhaenisme dan Marhaen yang pernah menjadi kata populer saat Soekarno berada di puncak kekuasaannya, disebut-sebutkan oleh Soekarno di dalam pidatonya sewaktu menjabat sebagai ketua PNI dan mendapat definisi secara resmi dalam pidato pembelaan Soekarno, "Indonesia menggugat" di hadapan pengadilan kolonial Belanda di Bandung 1930.
Dalam pembahasan bab dengan judul "Soekarno, D.N Aidit dan PKI," penulis menjelaskan pasang surut sejarah pergerakan komunis. Aksi perlawanan terhadap kolonialisme yang menyebabkan ribuan dari mereka berhasil ditangkap Belanda dan diasingkan ke Boven Digoel daerah pedalaman Papua yang penuh dengan nyamuk malaria. Hingga meletusnya peristiwa perebutan Madiun 1948, antara pemerintah dan Mosso.
Yang pada akhirnya 30 September 1948 kota Madiun dapat diduduki kembali oleh TNI, setelah banyak pentolan-pentolan PKI yang tertangkap atau tertembak dalam pertempuran. Kecuali Dipa Nusantara Aidit (D.N Aidit) yang berhasil melarikan diri ke luar negeri.
Atas izin pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS), SK ter tanggal 4 Februari 1950, PKI bebas bergerak kembali untuk pertama kalinya sejak kegagalannya yang kedua. D.n. Aidit yang kembali dari pelariannya bersama M.H. Lukman menggantikan kepemimpinan Alimin dan menekan kembali semua potensi
komunisme Indonesia.
Dan pada bab akhir dari buku karangan seorang Soekarno ini memaparkan tentang upaya rekonsiliasi, korban pembantaian PKI di Indonesia pasca jatuhnya presiden Soeharto.
Penulis: Anggota Kelompok Kajian Pojok Surau (KKPS) angkatan 2013.
Sumber: Majalah ALFIKR edisi 26
Judul: Sukarno, Marxisme & Leninisme.
Penerbit: Komunis Bamb.
Cetakan: 1, 2014.
Tebal: XIV+274 Halaman.