Semarak Ramadan, KH. Moh. Zuhri Zaini: Puasa sebagai Momentum Pengendalian Diri

Rabu, 26 Februari 2025 - 08:28
Bagikan :
Semarak Ramadan, KH. Moh. Zuhri Zaini: Puasa sebagai Momentum Pengendalian Diri
KH. Moh. Zuhri Zaini saat menyampaikan sambutan pada pembukaan Semarak Ramadan, Selasa (25/01/2025). [alfikr.id/ Abdul Rofid Juniardi]

alfikr.id, Probolinggo — “Menyambut bulan Ramadan itu penting, karena Ramadan adalah bulan yang istimewa. Bulan ini sering disebut bulan suci, kita harus mengisinya dengan amal-amal baik, ibadah, serta menjauhi perbuatan buruk,” ungkap Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, KH. Moh. Zuhri Zaini.

Pesan ini beliau sampaikan saat mengisi sambutan di pembukaan Semarak Ramadan yang bertajuk “Ramadan Mengaji”. Acara bertempat di Aula I Pondok Pesantren Nurul Jadid pada Selasa (25/02).

Ramadan, menurut Kiai Zuhri Zaini, disebut sebagai Syahrul Qur'an (Bulan Al-Qur'an), karena Al-Qur'an pertama kali diturunkan pada bulan ini. Meskipun Al-Qur'an diturunkan secara bertahap, namun awal penurunannya terjadi di bulan Ramadan.

Beliau mengutip firman yang disebutkan di dalam Al-Qur'an: شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ (bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran (QS. Al-Baqarah [2]: 185). 

Melanjutkan ayat di atas, Kiai Zuhri juga menjelaskan bagaimana Al-Qur'an menjadi pedoman bagi manusia. “Ketika Allah menciptakan dan menempatkan kita di bumi, Dia tidak membiarkan kita kebingungan,” dawuh beliau. “Allah menurunkan petunjuk-Nya melalui agama, yang dijelaskan dalam Al-Quran yang dibawa oleh Rasulullah.”

Sebagai pedoman hidup, Al-Qur'an menurut beliau bukan hanya untuk dibaca, tetapi juga dikaji, dipahami, dan diamalkan. Tanpa Al-Qur'an, manusia akan kebingungan dan tidak tahu tujuan hidup, sehingga bisa tersesat.

“Keberadaan Al-Qur'an adalah anugerah dari Allah, kita harus mensyukurinya dengan berpuasa,” dawuhnya. “Puasa adalah bentuk syukur, karena syukur tidak selalu berarti makan-makan.”

Kiai Zuhri mencontohkan kepada Nabi Muhammad yang mensyukuri kelahirannya dengan berpuasa setiap hari Senin. Lalu mengapa kita harus mensyukuri Al-Qur'an dengan berpuasa? “Karena ada hikmah di baliknya,” tutur beliau. 

Menurut beliau, mengamalkan Al-Qur'an sebagai pedoman hidup tidak mudah, meskipun perintah Allah tidak melebihi kemampuan hambanya. Sebab, kesulitannya bukan pada fisik, tetapi melawan hawa nafsu. “Misalnya, salat Subuh hanya membutuhkan waktu 3-5 menit, tetapi bangun untuk melakukannya terasa berat karena melawan nafsu,” jelasnya.

Puasa, lanjut beliau, mampu melatih kita untuk mengendalikan hawa nafsu. “Dengan tidak makan dan minum di siang hari, kita belajar mengendalikan diri,” dawuhnya. “Sehingga kita lebih mudah menjalankan perintah dan larangan-Nya.”

Selain itu, bulan puasa juga dikenal dengan Syahrul Ilmi (Bulan Ilmu). Di bulan ini kita memiliki kesempatan lebih banyak untuk meningkatkan keilmuan. Beliau menekankan kepada para santri untuk memperbanyak belajar. “Apalagi di pesantren, kegiatan belajar sangat padat, dimulai pagi hari hingga malam,” lanjut beliau.

Beliau juga menyarankan para santri untuk sering tadarus, karena tadarus juga merupakan salah satu bentuk belajar. “Tadarus adalah bentuk belajar, dan kita seharusnya menghidupkan kembali tradisi ini, meskipun dalam kelompok kecil atau di rumah,” dawuhnya.

Di penghujung sambutannya, kiai Zuhri mendorong para santri untuk memperbanyak berbuat amal baik. Namun, bukan berarti di luar bulan Ramadan juga tidak berbuat baik. Hanya saja, beliau menekankan di bulan Ramadan, ibadah lebih ditingkatkan lagi.

Penulis
Shahib Kholil Rahman
Editor
Zulfikar

Tags :