Islah Jadi Jalan Utama Penyelesaian Konflik PBNU
Rabu, 24 Desember 2025 - 16:57
"Kita ini sedang apa? Berada di mana? Kita ini apa? Apa yang bisa kita
lakukan? Dan mau ke mana kita ini? Silakan dijawab sendiri-sendiri,” tanya KH. Said Aqil Siroj
selaku Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kepada para peserta
Musyawarah Kubro (MK), yang digelar di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa
Timur, pada
Ahad (21/12/25).
Sebagai
upaya mengatasi konflik yang terjadi di tubuh PBNU, Kiai Said mengajak kepada
para peserta MK yang terdiri para kiai sepuh, Pengurus Wilayah (PW), Pengurus
Cabang (PC) dari seluruh Indonesia, hingga Pengurus Cabang Istimewa (PCI) luar
negeri yang hadir secara memikat maupun berani untuk berintrospeksi diri.
Mengutip
perkataan Sayyidina Umar bin Khattab yang berbunyi “hasibu anfusakum qobla an tuwasabu.” Kiai Said mewanti-wanti, bahwa
sebelum dihisab oleh Allah perlu ada upaya untuk muhasabah diri. Karena
tanggung jawab di hadapan Allah itu sangat berat.
Kiai
Said mengajak untuk bleming self atau
menyalahkan diri sendiri atas terjadinya konflik internal PBNU. "Mari
semuanya bilang, saya yang salah, bukan siapa-siapa, apa Wahabi yang salah? Apa
HTI yang salah? Saya yang salah!" ajak beliau agar tidak menyalahkan
kelompok lain.
Bagi
Kiai Said, kejadian yang ada di PBNU sangat parah sehingga menjadi istihza' atau tertawaan semua orang,
baik oleh kalangan di luar nahdliyin
ataupun non muslim. Hal itu bisa dilihat di media sosial, terutama di beberapa podcast ada pembahasan yang meremehkan NU.
“Tapi sampai kapan kita membiarkan seperti ini? Mari kita cepat selesaikan
dengan islah atau perdamaian, pertemuan. Kalau tidak, maka muktamar
diserahkan kepada PC dan PW,” tutur Kiai Said.
Tabayun akbar itu menghasilkan tiga keputusan. Pertama, kedua pihak yang
berkonflik diminta melakukan islah (bertemu dan berdamai) secara
sungguh-sungguh dengan batas waktu selambat-lambatnya tiga hari, dihitung mulai
Ahad 21
Desember 2025 pukul 12.00 WIB.
Kedua,
jika setelah kurun waktu yang disepakati tidak ditemukan titik terang, MK
meminta kepada kedua pihak untuk menyerahkan kewenangan, dan kepercayaan kepada
mustasyar, guna menyelenggarakan muktamar NU Tahun 2026, 1×24 jam setelah
berakhirnya islah.
“Jika
opsi satu dan dua tidak terpenuhi, serta kewenangan tersebut juga tidak
diserahkan kepada mustasyar, MK bersepakat untuk menyelenggarakan muktamar luar
biasa (MLB) melalui penggalangan dukungan 50 persen, tambah 1 PWNU dan PCNU,”
terang KH Ubaidullah Shodaqoh, Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah saat membacakan
hasil MK dikutip dari kompas.id.
MLB
ini diselenggarakan selambat-lambatnya sebelum keberangkatan kloter pertama
jemaah haji tahun 2026. Kepanitiaan MLB disusun oleh dan dari unsur PWNU dan
PCNU, dengan melibatkan unsur internal NU yang dipandang perlu.
“Kalau bukan kita yang menyelamatkan, siapa lagi? Kalau bukan kita yang
menjaga 'adhamatil jami'ah wakibriyaiha
(Keagungan dan
kebesaran NU, red) Siapa lagi?
Kita taati para ulama, kita taati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, dan
mari kita hormati pertemuan mustasyar ini,” lanjut Kiai Said.
Selain itu, konflik di PBNU menurutnya cukup ironis. Sebab NU seharusnya
bisa menjadi penengah dan moderat ketika ada konflik, serupa dengan
prinsip tawasuth, tawazun dan iktidal yang telah mengakar di NU. “Eh, kita sendiri yang
berkonflik,” pungkas beliau.
Menukil
dari tempo.co
konflik itu bermula sejak beredarnya surat berisi kesimpulan hasil rapat harian
Syuriyah PBNU di Hotel Aston Jakarta, pada Kamis, 20 November 2025. Dalam surat
yang diteken oleh Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar, terdapat dua poin penting
hasil keputusan rapat, yaitu permintaan kepada KH. Yahya Cholil Staquf untuk mengundurkan
diri dari jabatan Ketua Umum (Ketum), apabila tidak mengundurkan diri, akan
dihentikan paksaan Syuriyah PBNU.
Dalam
surat tersebut Rais Aam juga menilai kehadiran narasumber Peter Berkowitz yang
berafiliasi dengan jaringan zonisme pada acara Akademi Kepemimpinan Nasional (AKN)
NU telah melanggar nilai-nilai dan ajaran Ahlussunnah
wal Jamaah An-Nahdliyah, serta bertentangan dengan Muqaddimah Qanun Asasi
NU.
Menurut
Syuriyah PBNU, hadirnya narasumber kontroversial itu melanggar aturan dan
mencoreng nama baik NU. Oleh
karena itu, Gus Yahya termasuk telah melangkahi Peraturan Perkumpulan NU Nomor
13 Tahun 2025. Pada Pasal 8 huruf a, disebutkan mengenai penghentian
fungsionaris yang mencemarkan nama baik NU.
Selang beberapa waktu, Kiai Miftah mencopot Charles Holland Taylor sebagai
penasihat khusus untuk urusan internasional ketua umum PBNU. Pemecatan itu
merupakan tindak lanjut dari rapat Syuriah tersebut. Tak hanya itu, Syuriyah
PBNU juga menganggap Gus Yahya membuat tata kelola keuangan PBNU menyimpang. Keadaan itu menyalahi
peraturan, peraturan perkumpulan, dan AD/ART NU.
Setelah
beredarnya surat itu, Gus Yahya menolak mundur. Menurutnya rapat Syuriyah tidak
bisa mengambil keputusan sepihak. Kemudian ia mengumpulkan pimpinan PWNU
se-Indonesia melakukan rapat koordinasi di Hotel Novotel Samator, Surabaya,
Jawa Timur pada Sabtu malam, 22 November 2025.
Usai rapat itu, Gus Yahya menegaskan tidak akan mundur dari jabatannya.
Sebab keputusan rapat harian Syuriyah tidak memenuhi standar organisasi.
"Kalau dokumen resmi itu tanda tangan digital, sehingga benar-benar bisa
dipertanggungjawabkan. Kan zaman sekarang mudah sekali membuat tanda tangan scan. Maka kita lihat nanti," ujarnya.
Gus Yahya usai rapat pada Ahad dini hari, 23 November 2025. Menurutnya,
hasil rapat Syuriyah tidak memiliki wewenang dalam mencopot jabatan pengurus
harian, termasuk Ketum PBNU. Sebab, pencopotan jabatan diatur dalam aturan
dasar aturan AD/ART PBNU, yaitu hanya bisa dilakukan melalui muktamar.
“Keputusan rapat harian Syuriyah
beberapa hari yang lalu, ya tidak bisa dieksekusi, tidak bisa mengikat, dan
tidak akan ada titik. Yang ada cuma ya janji dan keributan yang tidak jelas
terlihat, itu bisa dilihat dengan gamblang sekali,” kata Gus Yahya usai
menggelar pertemuan dengan para kiai di kantor PBNU, Jakarta, Ahad malam, 23
November 2025.