Kalisat Tempo Doloe 7: Merawat Ingatan, Merekam Kenangan

Senin, 31 Oktober 2022 - 14:15
Bagikan :
Kalisat Tempo Doloe 7: Merawat Ingatan, Merekam Kenangan
Suasana pameran arsip Kalisat Tempo Doloe (KTD) 7, Sabtu (29/10/2022). [alfikr.od/Abdul Haq]

alfikr.id, Jember-Foto lawas sekeluarga yang menceritakan pernikahan adat Banjarmasin itu terbingkai rapi dengan pigura. Kondisi foto tak begitu jelas terlihat. Di balik selembar foto bertarikh 1916 itu tercatat nama orang-orang dalam foto yang ditulis dengan mesin ketik dan tulisan tangan. 

03 Januari 2020, Roni, Krisna, dan Hakiem mendapatkan foto berusia 106 tahun itu dari Khosim, warga Kalisat. Mereka melihat foto itu terbingkai dalam figura dengan kaca yang retak. Ahmad Hafid Hidayatur Rohman, salah satu pegiat Kolektif Sudut Kalisat menuturkan foto tersebut tak bisa dikeluarkan dari figura untuk di-scan dan dipamerkan.

“Jadi kita nggak bisa scan dengan bagus,” kata pria yang akrab disapa Apex. 

Gambar lawas itu dipajang dalam pameran arsip Kalisat Tempoe Doloe (KTD) 7, Sabtu (29/10/2022) malam. Kegiatan yang bertajuk From Kassel to Kalisat, ini dilaksanakan sejak tanggal 28-29 Oktober 2022. Saban tahun pameran arsip ini rutin dilaksanakan. “Sekarang kita ada empat tema yang dipamerkan di sini,” imbuh Apex. 

Foto lawas tahun 1916 yang berhasil didapat Kolektif Sudut Kalisat dan dipamerkan di Kalisat Tempoe Doloe (KTD) 7, Sabtu (29/10/2022). [alfikr.id/Abdul Haq]

Silaturahmi dan bertamu ke warga sekitar, kata Apex, menjadi rutinitas yang dilakukan sebelum pameran digelar. Proses itu bukan hanya sekadar pemberitahuan pelaksanaan KTD, melainkan juga mencari foto dan menggali cerita dari tetangga sekitar. “Dari cerita dan silaturrahmi itu, terikat dengan warga,” ujarnya. 

Pelbagai foto lain pun dipamerkan di Ruang Ingatan, sebuah tempat yang dikelola oleh Kolektif Sudut Kalisat. Lokasinya di Kampung Lorstkal (Lor stasiun kalisat), Dusun Krajan, Desa Kalisat, Kecamatan Kalisat, Kabupaten Jember. Tepat di sisi utara Stasiun Kalisat. Foto-foto yang dipajang itu, mereka dapat dari arsip-asip warga sekitar. 

Foto tentang api yang melahap Pasar Kalisat, salah satunya. Foto kebakaran itu mereka dapatkan dari Oni, warga Desa Ajung, Kecamatan Kalisat. Hasil penggalian Apex dan kawan-kawan menemukan bahwa, kebakaran itu terjadi sekitar tahun 2001. Dari temuan itu, Apex dan kawan-kawan Sudut Kalisat mengonfirmasi kepada pedagang di pasar. 

“Ternyata orang pasar lupa sama tanggal itu. Kecuali kebakaran di tahun 1993. Soalnya kebakaran paling besar dan ludes semua. Terus waktu itu banyak orang di Pasar Kalisat lagi hamil. Jadi ingat,” jelas Apex.

Si jago merah yang meludeskan tempat perputaran ekonomi desa itu mengundang orang luar Kalisat datang. Namun kedatangan mereka bukan untuk membantu memadamkan. “Mereka menjarah,” kata Muhammad Iqbal dalam catatannya. 

“Dua lembar foto kebakaran dan cerita-cerita warga di dalamnya adalah cerita penting bagi kami, warga Kalisat. Kami menjadi mengerti bagaimana bila tempat  vital bagi warga terbakar, bagaimana orang-orang bertahan setelah kehilangan,” tulis Iqbal melanjutkan. 

Kedekatan warga Kampung Lorstkal dengan Stasiun Kereta Api Kalisat juga terlihat dari beberapa foto. Dalam catatan Novia Suryandari dikisahkan kenangan Muji tentang lomba senam yang dilakukan di sekitar kantor Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA). Meskipun digelar di area stasiun dan dekat rel, warga beramai-ramai menonton lomba tersebut. 

Kenangan lain yang masih kental di ingatan Muji, perempuan asal Kampung Lorskal ini saat meramai lomba kasti antar ibu-ibu Dharma Wanita tiap stasiun yang berada di wilayah Daerah Operasional (Daop) 9. Kala itu, tim Stasiun Kalisat “menyewa” salah seorang ibu-ibu berbadan tinggi dan besar, Nurwiyanto, untuk menggertak tim lawan. Padahal dia tak bisa bermain kasti dan hanya duduk di bangku cadangan. 

“Tawa lepas Bu Muji ketika menceritakan kenangan ini tampak seolah dirinya mengalaminya hari itu juga, benar-benar tertawa lepas tanpa beban,” tulis Novia. 

Empat foto kedekatan warga dengan Stasiun Kalisat yang dipajang di tembok sisi barat itu menyiratkan banyak kenangan. Namun tanggal 10 Oktober 2022 setelah tembok yang membentang di sepanjang jalan kedekatan batin warga dengan Stasiun Kalisat, kata Novia, telah berbeda. 

“Tembok yang sebenarnya dibangun dengan tujuan keamanan warga supaya tak terjadi kecelakaan karena tertabrak kereta ini seolah membuat ikatan kedekatan warga tak seharmonis dulu,” ungkap Novia. 

Lukisan apik tentang tragedi yang terjadi di Pakel, Banyuwangi turut dipajang. Sembilan arsip dokumen lawas yang dimiliki warga Pakel tak luput dipamerkan dalam sebuah lemari kaca. Di atasnya, padi Genjah Arum, varietas padi lokal Pakel, menggantung tepat di sebelah foto-foto perjuangan panjang merebut kembali hak warga di kaki Gunung Ijen itu. 

Lukisan tentang kejadian di Pakel, Banyuwangi dan beberapa arsip dokumen dan foto perjuangan warga dalam merebut kembali lahannya, Sabtu (29/10/2022). [alfikr.id/Abdul Haq]

Bukan Sekadar Foto

Di Museum Fridericianum dan Documenta Halle di pusat kota Kassel, Hesse, Jerman dua pemuda asal Kalisat, Jember turut memeriahkan pameran seni rupa lima tahunan, Documenta Fifteen, sejak 28 Juni - 18 Agustus 2022. Apex dan Fabian Aldiano atau yang akrab disapa Icen mewakili Kolektif Sudut Kalisat. Bersama enam kolektif dari beberapa negara, mereka akan mengikuti Sekolah Temu Jalar. 52 hari berada di Kassel, mereka belajar banyak hal. 

“Jadi apa saja yang kita dapatkan kemarin dari cara berpameran, atau tentang pengetahuan apa aja yang didapat di sana, kita buat pameran di sini. Garis besarnya begitu. Kita ingin cerita bagaimana kita di sana, ngapain aja kita di sana apa yang kita dapat di sana. Sebagai ucapan rasa terima kasih buat semua orang yang mendukung kita buat berangkat,” ungkap Apex. 

Apex menceritakan pengalamannya di Jerman. Icen disepakati menjadi kepala chef. “Art direkturnya kan mengangkat konsep lumbung sama kerja kolektif,” kata Apex menceritakan. Di sana, kata dia, banyak orang memasak bersama. Bahkan, Icen melihat orang memasak menjadi perform art. 

“Akhirnya dia kepikiran kalau buat dapur dan dibawa ke KTD, dia tertarik ke dapur dulu yang ada tumangnya. Ternyata setelah keliling ke rumah warga, banyak cerita tentang tumang dan kenangannya. Ternyata banyak warga yang memiliki foto di dapur,” ujar Apex. 

Pengalaman Apex dan Icen tak sekadar berbentuk kertas-kertas foto. Sebuah dapur berdinding anyaman bambu lengkap dengan tumang dua tungku, lampu templek, pun turut menjadi semacam oleh-oleh mereka dari Jerman. Ingatan dan kenangan warga Lorstkal melengkapi bangunan itu. 

Sebuah dapur lengkap dengan tumang turut dipamerkan dalam KTD 7, Sabtu (29/10/2022). [alfikr.id/Abdul Haq]

“Orang Kassel kan ngomong kolektif. Kita orang Indonesia dari lahir sudah kolektif. Kita di dapur juga ada budaya rewang (membantu tetangga, red). Kita menemukan foto tersebut dari warga. Per foto kita pakai garis besar. Seperti di dapur bagaimana budaya rewang yang ada di warga. Per orang memiliki cerita sendiri tentang dapur,” terang Apex. 

Foto-foto itu memantik ingatan pengunjung. Pantauan alfikr.id di lokasi, Sabtu (29/10/2022) sore, warga sekitar dari tua, muda, hingga anak-anak, turut meramaikan. Ingatan dan kenangan warga di setiap momen di balik selembar foto itu menjadi pemandangan menarik dalam pameran tersebut. Mereka saling berbagi kisah dan kenangan. Bahkan salah seorang warga yang kami lihat tengah menyebut nama sembari menunjuk satu persatu orang dalam sebuah foto. 

Seorang pengunjung KTD 7 sedang menyebut nama orang yang ada dalam foto, Sabtu (29/10/2022). [alfikr.id/Abdul Haq]

“Sebab untuk mencintai suatu daerah kita harus mengenal sejarahnya. Di setiap KTD kita pasti banyak belajar,” tegas Apex. 

Penulis
Abdul Haq
Editor
Adi Purnomo S

Tags :