Pakar: 4 Dampak Resesi Global dan Cara Bagaimana Menghadapinya
Minggu, 25 Desember 2022 - 03:55alfikr.id, Probolinggo- Kemungkinan terjadinya resesi global pada tahun 2023 telah banyak diperbincangkan oleh pemerintah dan diketahui oleh masyarakat.
Resesi global merupakan ekonomi jangka panjang di seluruh dunia. Dilansir dari The Conversation, Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi perekonomian dunia akan gelap pada tahun depan. Bahkan, dari revisi ramalan IMF pertumbuhan ekonomi global 2023 menjadi 2,7%.
Revisi tersebut menunjukkan angka poin lebih rendah dari prediksi yang dikeluarkan IMF sebelumnya, yaitu 0.2 poin. Angka itu mencerminkan perhitungan dibandingkan dengan prediksi tahun ini sebesar 3,2%, atau turun dibandingkan 6% tahun lalu.
Tak hanya data di atas, IMF juga mengeluarkan banyak himbauan yang begitu mencemaskan. Lembaga itu mengingatkan, di tengah carut-marut perekonomian global, situasi terburuk "belum muncul", inflasi akan meningkat melambung, serta pada tahun 2023 sebagian orang akan "merasakan resesi" dalam kondisi perekonomian yang sangat "menyakitkan".
Sebetulnya, jumlah praktisi dan ahli ekonomi termasuk Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dan Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri, telah meramalkan bahwa Indonesia relatif aman dari ancaman resesi.
Namun, dilansir dari hasil wawancara wartawan The Conversation kepada sejumlah pakar Indonesia menyebutkan bahwa tak ada satu negara pun, termasuk Indonesia, lolos dari perlindungan ekonomi. Bukan hanya negara, masyarakat pun akan mengalami dampaknya.
Meski hanya ramalan, namun pelbagai dampak harus juga diwaspadai oleh masyarakat. Apa saja yang perlu diwaspadai? Dan, bagaimana cara menghadapinya?
Berikut kompilasi pendapat dari sejumlah pakar. Menurut Percakapan.
1. Biaya hidup makin tinggi
Center for Strategic and International Studies (CSIS), Fajar B. Hirawan, menyebut tekanan inflasi akan menyerang hampir seluruh negara di dunia, tak menurunkan Indonesia. Kata dia, berdampak pada peningkatan harga-harga kebutuhan pokok.
“Kondisi ini sebenarnya juga dipicu oleh momentum pemulihan ekonomi (pasca pandemi) yang akhirnya mendorong sisi permintaan yang peningkatannya sangat signifikan, namun tidak disertai sisi pasokan yang mencukupi, yang salah satunya diakibatkan oleh gangguan pada rantai pasok global,” terang Fajar.
Dalam Laporan proyeksi ekonomi dunia, IMF memprediksi seperti negara-negara di dunia akan mengalami pertumbuhan ekonomi negatif tahun depan. Karena, dari tiga kekuatan ekonomi terbesar di dunia (Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (EU), dan China), juga akan mengalami kudeta ekonomi.
Menurut IMF, terdapat tiga faktor yang menjadi penyebab, pertama, Perang Rusia-Ukraina yang menimbulkan kenaikan harga energi dan pangan, kedua, krisis biaya hidup akibat imbas dari konflik tersebut, dan ketiga, kebijakan lockdown China yang mengakibatkan terganggunya alur perdagangan internasional.
Terganggunya logistik dan krisis energi, Muhamad Iksan dari Universitas Paramadina, dan Krisna Gupta dari Center of Indonesian Policies Studien (CIPS), telah mewanti-wanti bahwa harga barang sehari-hari yang dibeli konsumen akan naik. Bahkan, sebagian masyarakat telah melihat-lihat.
Menurut mereka, saat ini masyarakat Indonesia masih berjibaku dengan naiknya harga pangan sejak awal tahun, serta kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berlaku pada awal September. Ini bahkan mendorong inflasi Indonesia sampai hampir menyentuh 6% bulan lalu.
2. Pendapatan tak sebanding dengan kontes
Bhima Yudhistira Adhinegara dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), khawatir melihat pendapatan masyarakat yang sulit untuk meningkatkan harga yang akan terjadi. Alih-alih menaikkan upah untuk meringankan beban kenaikan biaya hidup. Bisnis pun akan ikut mengerem kontes dan mungkin melakukan efisensi, terutama dari sisi kebijakan personalia.
“Bisa kayak jam kerja dikurangi, gaji dipotong, ujungnya bisa ke PHK,” ungkap Bhima, dilansir dari The Conversation.
3. Sulitnya mencari pekerjaan
Terimbasnya bisnis dan potensi PHK, menurut Bhima, kompetisi untuk mendapatkan pekerjaan akan semakin berat.
Di samping itu, kata Krisna, kontraksi bisnis akibat kekurangan investasi yang dirasakan oleh sebagian sektor teknologi, karena pendapatan eksternal yang langka. Contohnya, sejumlah e-commerce dan perusahaan digital khususnya di Indonesia seperti Shopee, JD.ID, LinkAja, TaniHub, dan Zenius, akhir-akhir ini ramai karyawannya.
“Kontraksi produksi mungkin juga terjadi, yang mungkin akan menjadi pusat utama pekerja lepas,” terang Krisna.
4. Meningkatnya Suku bunga
Demi mengatur tingkat inflasi, bank sentral di pelbagai negara biasanya menaikkan suku bunga. Buntutnya, jika suku bunga tinggi, maka orang akan cenderung menahan konsumsi. Sehingga laju kenaikan harga bisa diredam.
“Jadi suku bunga acuan secara global meningkat, terutama di negara maju, memicu penyesuaian suku bunga di Indonesia. Nantinya adalah bunga kredit atau kredit menyesuaikan dengan ujung suku bunga acuan yang naik,” terang Bhima.
Jaga konsumsi
Konsumsi dalam negeri, menurut para, akan tetap menjadi sentral di pakar Indonesia dalam menjaga pertumbuhan ekonomi, di tengah ketidakpastian perdagangan dan kondisi ekonomi internasional.
Syaratnya, masyarakat perlu mengatur dan mengendalikan keranjang belanjanya, agar dapat mengurangi dampak resesi global yang telab dipaparkan di atas.
“Masyarakat harus lebih bijak lagi dalam berkonsumsi. konsumsi sektor rumah tangga sebagai penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia memang tidak perlu kita tanyakan lagi. Namun di masa-masa harga yang naik, masyarakat perlu lebih berhati-hati (waspada dan antisipatif) dan mengutamakan kebutuhan yang perlu dipenuhi,” saran Fajar.
Seirama, Bhima pun menekan agar masyarakat lebih mengendalikan pembelian barang-barang yang bersifat sekunder dan tersier. Dia dan Krisna menyarankan rakyat berpikir dua kali sebelum mengambil pinjaman, khususnya barang-barang konsumtif.
Di samping itu, kata Bhima, penting bagi masyarakat untuk melakukan langkah antisipasi dengan menemukan pendapatan sampingan.
“Jangan mengandalkan mengandalkan pendapatan dari sumber utama,” tegas Bima.
Bukan hanya itu, Bhima juga menyarankan rakyat untuk mencari dana darurat minimum 10?ri pendapatannya.
Selain itu, tugas-tugas penting mempersiapkan tabungan atau kas untuk pengeluaran yang lebih tinggi dari biaya hidup yang dikeluarkan.
Iksan juga menyarankan agar masyarakat tidak panik, tetap menjalani hidup meskipun rumit, dan tidak melupakan pentingnya penyembuhan.
“Rumusan saya tentang krisis, dia datang tiba-tiba dan biasanya juga pergi dengan cepat,” terang Iksan.