Perppu Cipta Kerja Disahkan, Ini Regulasi Kontroversi Rezim Jokowi

Senin, 02 Januari 2023 - 01:46
Bagikan :
Perppu Cipta Kerja Disahkan, Ini Regulasi Kontroversi Rezim Jokowi
Polisi mengenakan masker dan pakaian hazmat saat mengamankan unjuk rasa penolakan buruh terhadap Omnibus Law Rancangan Undang-Undangan (RUU) Cipta Kerja di depan kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (30/9/2020). Penggunaan pakaian pelindung diri tersebut dila

alfikr.id, Probolinggo- Setelah Pemerintah dengan tiba-tiba mengumumkan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) No. 2 Tahun 2022 tentang UU Cipta Kerja yang dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi pada 25 November 2021 melalui Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020 pada, Jumat (30/12/22) tadi.

Terdapat sejumlah regulasi kontroversial, baik revisi maupun Rancangan Undang-Undang (RUU), muncul pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo sampai tahun 2022 ini.

Revisi UU dan RUU yang dibahas pemerintah bersama DPR itu pun menuai banyak kritik dan protes dari publik.

Namun, hal itu tak menyurutkan pemerintah dan DPR untuk menghentikan pembahasannya. Bahkan, beberapa di antaranya sudah sampai disahkan menjadi UU.

Menukil dari kompas.com, berikut empat regulasi yang menuai kontroversial:

1. UU KPK

Revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapatkan penolakan dari sejumlah pihak. Demo penolakan di sejumlah daerah terjadi karena dianggap melemahkan KPK.

Sialnya, UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK tersebut akhirnya pun disahkan pemerintah bersama DPR pada 17 September 2019.

Tak ada satu pun partai di legislatif yang menolak pengesahan revisi UU KPK ini. Selanjutnya terdapat sejumlah poin kontroversi dalam revisi UU KPK diantaranya:

Pertama, kedudukan KPK berada pada cabang eksekutif. Padahal status KPK sebelumnya merupakan lembaga ad hoc independen.

Perubahan kedudukan menjadi lembaga pemerintah itu berdampak pada status kepegawaian KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Kedua, pembentukan Dewan Pengawas KPK yang tertuang dalam tujuh pasal khusus, yaitu Pasal 37A, Pasal 37B, Pasal 37C, Pasal 37D, Pasal 37E, Pasal 37F, dan Pasal 37G.

Selain mengawal tugas dan wewenang KPK, Dewan Pengawas juga berwenang dalam beberapa hal, di antaranya memberikan izin atau tidak dalam penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan.

Ketiga, izin menyadap. Dengan adanya revisi tersebut, KPK tak lagi bebas melakukan penyadapan terhadap terduga tindak pidana korupsi, tapi harus izin Dewan Pengawas.

Selain itu, penyadapan yang telah selesai harus dipertanggungjawabkan ke pimpinan KPK dan Dewan Pengawas maksimal 14 hari. 

Keempat, penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam waktu satu tahun. Kelima, asal penyelidik dan penyidik. Dalam revisi itu, penyelidik harus berasal dari Kepolisian RI, sementara penyidik adalah pegawai yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK.

2. UU Minerba 

Tak hanya revisi UU KPK, yang menuai kontroversi. Namun, regulasi terkait pertambangan mineral dan batubara (Minerba). RUU Minerba disahkan menjadi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba pada 13 Mei 2020. Partai Demokrat menjadi satu-satunya fraksi yang menolak UU Minerba itu. 

Ada sejumlah poin di UU Minerba tersebut yang dinilai hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. Salah satu yang menjadi sorotan adalah Pasal 169A terkait perpanjangan Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) tanpa pelelangan.

Melalui pasal tersebut, pemegang KK dan PKP2B yang belum memperoleh perpanjangan dapat mendapatkan 2 kali perpanjangan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), masing-masing paling lama selama 10 tahun.

Penghapusan Pasal 165 soal sanksi bagi pihak yang mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP), IUPK, dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) juga dinilai bertentangan dengan UU Minerba.

Selain itu, penghapusan Pasal 45 UU Nomor 4 Tahun 2009 juga memungkinkan pemegang IUP untuk tidak melaporkan hasil minerba dari kegiatan eksploarasi dan studi kelayakan.

3. Omnibus Law RUU Cipta Kerja 

Pada Sabtu (3/10/2020) malam, DPR dan pemerintah telah menyepakati seluruh hasil pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Tercatat, hanya PKS dan Partai Demokrat yang menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja tersebut. Calon regulasi tersebut pun akan dibawa ke Rapat Paripurna pada Kamis (8/10/2020). Artinya, tinggal selangkah lagi disahkan menjadi UU. 

Meskipun, Undang-undang ini dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi pada 25 November 2021.

4. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dalam rapat paripurna ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (6/12) lalu. 

Setelah disahkan gelombang penolakan terus mengalir dari berbagai kelompok masyarakat di Indonesia. 

Tidak hanya dari dalam negeri, sorotan terhadap KUHP baru juga datang dari dunia internasional. Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Sung Yong Kim dalam forum US-Indonesia Investment Summit turut mengomentari mengenai Undang-undang tersebut.


Penulis
Abdul Razak
Editor
Imam Sarwani

Tags :