3 Agenda Pembahasan PBNU pada Muktamar Internasional Fiqih Peradaban di Surabaya
Kamis, 26 Januari 2023 - 02:53Menurut Ahmad Syarif Munawi,
selaku Panitia Pelaksana Muktamar Internasional Fiqih Peradaban, kegiatan ini
akan membahas tentang pentingnya melahirkan terobosan baru terkait fiqih di tengah
realitas saat ini yang juga serba baru.
“Ini mau menegaskan kepada dunia
internasional tentang pentingnya melahirkan fiqih baru beserta usul fiqihnya,”
katanya kepada NU Online pada Rabu (25/1/2023).
Kata Ahmad Syarif Munawi,
terdapat tiga pembahasan yang nanti akan dibahas dalam forum tersebut. Pertama, para ulama akan membahas
tentang pandangan fiqih baru tentang relasi hukum fiqih dengan bentuk negara
bangsa modern.
“Ini kelanjutan dari beberapa hal yang
sudah diputuskan pada periode sebelumnya. Seperti Munas tahun 2019 di Banjar
yang membahas istilah kafir agar tidak digunakan dalam kehidupan berbangsa
negara dan melahirkan istilah fiqih baru, yaitu muwathin, warga negara. Bukan lagi identitas berdasarkan sentimen
keagamaan, terlepas dari apapun agamanya,” terangnya.
Forum itu bukan hanya membahas
pandangan fiqih baru tentang relasi hukum fiqih. Namun, dalam pembahsan pertama
ini juga akan membahas perihal reformulasi pandangan fiqih terkait hasil konsep
negara bangsa modern. Contohnya, Pancasila yang disahkan sebagai ideologi
dan dasar negara.
“Negara bangsa adalah bentuk baru yang
harus dicarikan legalitas hukum keagamaannya dalam fiqih baru,” kata Wakil
Sekretaris Jenderal PBNU itu.
Pembahasan yang kedua yaitu tentang pola hubungan Muslim
dengan non-Muslim. Dahulu, kebannyakan narasi yang muncul pasti tentang
permusuhan dan persinggungan. Oleh karena itu, pandangan hubungan social keduanya
perlu direkontekstualisasi ulang agar hidup bersama dalam satu peradaban besar
dunia bisa tercapai.
“Ini kita mencari jalan agar kita
sama-sama, tidak lagi ada narasi-narasi yang sifatnya mengarah pada kebencian
terhadap orang-orang yang berbeda dengan kita,” ucapnya.
Ketiga,
tentang Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menjadi salah satu kunci
kesepakatan dalam menghentikan Perang Dunia ke-II. Piagam PBB tersebut menjadi
rujukan otoritatif dan sesuai dengan syariat Islam.
“PBB itu organisasi besar. Apakah
keputusan dan produk-produk hukum yang dikeluarkannya bisa jadi acuan yang sah
rujukan hukum syariat Islam? Ini yang nanti akan dibicarakan oleh para ulama
yang hadir,” pungkasnya.
Sumber: NU Online