Kriminalisasi Petani Pakel, Herlambang: Bentuk Kegagalan Negara Menyelesaikan Konflik Agraria

Sabtu, 28 Januari 2023 - 16:06
Bagikan :
Kriminalisasi Petani Pakel, Herlambang: Bentuk Kegagalan Negara Menyelesaikan Konflik Agraria
Warga Pakel, Licin, Banyuwangi berkumpul di posko perjuangan.

alfikr.id, Pakel- Perjuangan warga Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi dalam merebut ruang hidupnya yang dirampas oleh PT Bumi Sari selalu mendapat kriminalisasi dan tindak kekerasan dari aparat.

Terbukti dalam dua tahun belakangan ini ketidakadilan untuk warga Pakel tak kunjung mereda. Pusparagam intimidasi dan kriminalisasi kerap dialami oleh warga yang tergabung dalam Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP).

Pada November 2021, ada 11 warga Pakel yang mendapatkan surat panggilan dari pihak kepolisian. Dari data yang diterima oleh ALFIKR, dua di antaranya  ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Banyuwangi dengan tuduhan telah menduduki kawasan secara ilegal di area perkebunan PT Bumi Sari. 

Beberapa warga yang mendapat perlakuan tidak adil oleh aparat di antaranya, Sagidin, Muhadin, Solihin, Isbiryanto, Asmora, Harun, Suwarno, Julia, Sulistiyono, Min Slamet, Ahmad Usnan. Sementara Sagidin dan Muhadin ditetapkan sebagai tersangka.

Selanjutnya, pada Desember 2021, 2 warga Pakel kembali mendapat panggilan dari pihak kepolisian dengan tuduhan telah melakukan dugaan pelanggaran pasal 47 (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan dan pasal 170 (1) serta pasal 406 (1) KUHP. 

Perlakuan tragis kembali terjadi, pada Jumat dini hari, 14 Januari 2022, warga kembali mengalami tindak kekerasan oleh aparat kepolisian yang mengakibatkan 4 warga dan tim solidaritas perjuangan menjadi korban.

Terbaru, pada Jumat, 20 Januari 2023, warga Pakel dikagetkan dengan datangnya surat panggilan dari Polisi Daerah  (Polda) Jawa Timur. Surat panggilan tersebut menetapkan 3 warga Pakel, yakni: Mulyadi (Kepala Desa), Suwarno (Petani), dan Untung (Petani) dijadikan tersangka dengan tuduhan telah menyiarkan berita bohong.

Mereka dikenakan Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Sebagaimana diketahui, surat panggilan tersebut meminta 3 warga Pakel tersebut untuk datang ke Polda Jawa Timur pada Kamis, 19 Januari 2023. Namun warga justru menerima surat panggilan itu pada Jumat, 20 Januari 2023. 

Padahal, tenggang waktu dan tata cara pemanggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) KUHAP secara umum diatur dalam Pasal 227 dan Pasal 228 KUHAP yang berbunyi.

"Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang dalam semua tingkat pemeriksaan kepada terdakwa, saksi atau ahli disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan, ditempat tinggal mereka atau di tempat kediaman mereka terakhir."

Menurut Herlambang P. Wiratrama Ketua Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) Fakultas Hukum (FH) Universitas Gajah Mada UGM, masalah yang menimpa Mulyadi, Suwarno, dan Untung bukan semata-mata soal keonaran dan penyiaran berita bohong. Dia melihat bahwa yang lebih esensial adalah soal Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).

"Ini gagal dimanfaatkan oleh negara," katanya dalam rekaman suara yang dikutip dari laman Instagram Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya. 

Kriminalisasi yang dialami warga Pakel, kata Herlambang, mengulang kisah kegagalan pemerintah dalam menyelesaikan konflik agraria dengan cara hukum yang berkeadilan. 

Bukan hanya itu, Herlambang melihat bahwa kriminalisasi petani atas kasus reklaiming bukan saja represi negara atas nama hukum, tetapi menambah daftar panjang korban ketidakadilan di republik ini. Dia berharap agar penegak hukum berjalan secara adil dan bermartabat.

"Bebaskan warga pakel dari kriminalisasi," pungkasnya. 


Hal itu diamini Satria Unggul.W.P, Direktur Pusat Studi Anti-korupsi dan Demokrasi (Pusad) Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya. Menurutnya peristiwa ini tentu mengembalikan memori kita kepada bagaimana keberpihakan negara untuk melihat segenap warga yang berada di konflik agraria. 

Satria meminta kepada pihak penegak hukum atau otoritas untuk tidak menggunakan pasal-pasal karet dalam upaya kriminalisasi bagi warga yang memperjuangkan hak atas tanahnya. 

"Dari kriminalisasi terhadap Kepala Desa dan kedua petani Pakel  ini kami berharap dan bersolidaritas agar pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN untuk berupaya menyelesaikan dengan baik konflik agraria," pungkasnya. 

Penulis
Abdul Razak
Editor
Adi Purnomo S

Tags :