Istana Dalam Loka: Simbol dan Saksi Islam di Sumbawa

Senin, 30 Januari 2023 - 20:25
Bagikan :
Istana Dalam Loka: Simbol dan Saksi Islam di Sumbawa
Bangunan Istana Dalam Loka. [Foto: shutterstock.com]

alfikr.id, Sumbawa- Bangunan itu berbentuk rumah panggung bersekala besar, menggunakan ornamen khas  semacam rumah adat Gowa Makasar.  Bangunan ini memiliki luas 696,98 meter persegi, dengan 99 tiang penyangga.

Bangunan istana itu beratap kembar dan berarsitektur katamaran yang terdiri dari dua lantai. Di setiap  lantai menggunakan dua tiang, tidak menyambung dengan lantai satu tetapi menumpang di dalam kolom (kayu yang dibolongi). Kemudian di bagian depan teras memanjang menyambung dengan tangga panjang, yang disebut Tete Gasa (Titian yang memiliki anak tangga ganjil), berbentuk undakan disebut Paruwak atau tanjakan.

Tangganya tidak berbentuk biasa tetapi mendaki dengan ketinggian sekitar 0,5 meter di bagian depan dan di ujung atas kurang lebih empat meter sehingga terlihat landai. setiap orang yang menaiki anak tangga harus membungkukan badannya, hal ini sebagai tanda hormat kepada Raja.

Terdapat 17 pintu di istana tersebut yang disimbolkan dengan jumlah rakaat salat lima waktu. Sementara itu, jendelanya berjumlah 44, angka ini  menurut etnis Tau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) diyakini sebagai angka keramat.

Bangunan tersebut dikenal dengan Istana Dalam Loka, yang berdiri kokoh di jantung Kabupaten Sumbawa. Istana Dalam Loka merupakan tempat tinggal  keluarga kerajaan, yang dibangun oleh Sultan ke-16 dari dinasti Dalam Bawa, bernama Muhammad Jalaluddinsyah III.

Dalam jurnal berjudul “Modernisasi Arsitektur Tradisional Istana Dalam Lokal di Sumbawa (Studi Historis Arkeologi)”, yang ditulis oleh Suhari dan Anwar menyebutkan, bahwa setelah Sultan Muhammad Jalaluddinsyah III diangkat oleh Colonial Belanda pada tanggal 18 Agustus 1885. Pada tahun 1885 Sultan Muhammad Jalaluddinsyah III mulai membangun Istana Dalam Loka di bawah kendali Imam Haji Hasyim arsitek bangunan istana  yang didesain  menggunakan struktur istana dengan mengadopsi dari asrsitektur model  Balla Lampoa di Goa, Sulawesi Selatan. 

Hal ini diperkuat oleh Kepala Bidang Kebudayaan dan Dinas Pendidikan  Kabupaten Sumbawa, Hasanudin (56) menjelaskan, Istana Dalam Loka  dibangun pada 1885. Di masa pemerintahan Paduka yang Mulia Dewa Masmawa Sultan Muhammad Jalaludinsyah III. 

"Ini sebagai pusat kekuasaan dan pemerintahan selain rumah tinggal dan tempat peristirahatan," terangnya kepada wartawan Tempo.co. 

Dalam penelitian Sri Wahyu Hidayati yang berjudul “Kajian Historis Arsitektur Dan Terminologi Rumah Adat Dalam Loka Sumbawa”  menyebutkan, bangunan Istana Dalam Loka menghadap selatan ke arah alun-alun, sekaligus berhadapan dengan Bukit Sampar yang merupakan situs makam para leluhur. Di sebelah barat alun-alun terdapat Masjid Nurul Huda, sedangkan di bagian timur komplek istana terdapat sungai Brang Bara (sungai di sekitar kandang kuda istana).

Di dalam bangunan istana terdapat beberapa ruangan yang terdiri dari beberapa bagian di antaranya: Pertama, ruangan Lunyuk Agung yakni ruangan depan atau balairung, tempat musyawarah, penerima tamu-tamu agung, resepsi kerajaan, upacara-upacara adat dan sebagainya.

Kedua, Lunyuk Mas ruangan khusus istri raja, istri para menteri, dan pembantu penting kerajaan.  Ketiga, Ruang Dalam yaitu tempat untuk mengadu atau pelapor setiap ada kegiatan. Keempat, Raang Dalam terdiri dari empat kamar untuk putra dan putri raja yang telah berumah tangga, serta pejabat istana dengan  berstatus kepala rumah tangga kerajaan.

Kelima, Ruang Sidang digunakan sebagai tempat mengatur hidangan saat upacara adat dan selamatan. Sedangkan pada hari-hari biasa, ruangan tersebut digunakan untuk berkumpul dan berinteraksi dengan anggota keluarga istana. Pada malam harinya, ruangan itu digunakan sebagai tempat tidur. 

Keenam, di luar bangunan induk sebelah barat terdapat jamban Sri Sultan dan permaisuri serta para tuan putri. Selain itu terdapat sebuah Bala Bulo atau anjung-anjung berbentuk rumah susun berlantai tiga. Lantai satu tempat tidur para putri kerajaan yang belum berumah tangga, dan lantai dua khusus untuk para putri raja beserta keluarga istana wanita serta dayang-dayangnya. Sedangkan dibagian atas biasanya digunakan untuk tribun saat ada upacara adat.

Dalam jurnal berjudul “Meneropong Istana Tua (Dalam Loka) Warisan Arsitektur Tradisional Sumbawa (Pewarisan Arsitektur Tradisional Sumbawa)",  yang ditulis oleh Henny Gambiro dan Ahmad Yamin menyebutkan, arah istana yang menghadap selatan diyakini memiliki makna “berpijak pada masa lalu.” Artinya, Sultan sebagai pemimpin harus bijaksana mengambil hikmah dari masa lalu untuk kebaikan masa kini. 

Bangunan istana Dalam Loka dapat dicapai dari arah selatan. Arah ini merupakan pintu gerbang utama yang terhubung langsung dengan tangga istana Dalam Loka. Namun tak dilengkapi dengan anak tangga melainkan berupa papan yang disusun menanjak. 

Tampak bangunan Istana Loka dari arah depan, [foto: shutterstock.com]

Susunan papan ini sengaja disusun sedemikian rupa, sehingga orang yang hendak masuk istana tubuhnya harus merunduk.  melambangkan sebagai bentuk penghormatan bagi raja.

Dalam jurnal yang ditulis oleh Suhari dan Anwar juga menyebutkan, desain arsitektur Istana Dalam Loka dipengaruhi Islam yang masuk di wilayah Kesultanan Sumbawa. Sehingga hal itu ikut mengubah tatanan kehidupan masyarakat yang kemudian larut dalam norma dan nilai-nilai syariat Islam. 

Seperti halnya 99 tiang penyangga bangunan yang menggambarkan 99 sifat allah yang terkandung dalam Asmaul Husna. Sehingga hal ini diharapkan dapat memberikan suasana kesejukan, tentram, damai, aman, dan nyaman bagi setiap penghuninya.

Sebenarnya, bangunan istana Dalam Loka dibangun untuk menggantikan istana yang terbakar pada masa Kesultanan Gunung Setia. Seperti yang termuat dalam filosofi adat “Syara Barenti Ko Kitabullah” yang mengandung arti semua adat istiadat maupun nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat Sumbawa dibangun  berdasarkan pedoman syariat Islam. Sehingga istana Dalam Loka merupakan saksi sejarah yang menggambarkan tentang implementasi syariat Islam pada Kesultanan Sumbawa.

Dalam jurnal yang ditulis Suhari dan Anwar juga menyebutkan, bangunan Dalam Loka dirancang menggunakan ornamen dengan simbol-simbol ajaran Islam, bahkan dalam rentang pembangunannya, tercermin pada umur manusia dalam kandungan yakni sembilan bulan 10 hari. 

Hal ini diperkuat  oleh Hasanuddin yang menyebutkan, konsep arsitektur istana terdapat Bangkung atau hiasan ujung atap dari makhluk berlambang Heraldis). Berbentuk kepala manusia berbadan kuda, tetapi menggunakan ornamen tumbuh-tumbuhan sehingga tidak tampak apakah manusia atau hewan. Dalam ajaran Islam membuat patung hewan atau manusia tidak diperbolehkan. ''Inilah perlambangan sebagai hablun minaallah (hubungan antar manusia dengan Allah),'' terangnya kepada wartawan Tempo.co.

Sedangkan pada sisi atap bagian luar terdapat ukiran buah nanas, ujungnya menghadap ke bawah sebagai simbol hablumminannas (hubungan antar manusia). Selain itu, atap istana yang kembar merupakan simbol dari syahadatain dan syahadat Rasul. Secara konsep dilihat dari pinggir timur bentuknya seperti lafal Allah. Dari ruang dapur yang disebut Sanapir atau Kandawari itu bangunan induk sampai ke ujung tangga bentuknya lafal Allah.

Menurut Hasanuddin juga menyebutkan, Istana Dalam Loka menghadap ke arah selatan sesuka dengan konsep tata ruang Sumbawa. Hal ini bertujuan agar aktivitas istana yang terus menerus tidak mengganggu kegiatan ibadah di masjid. Oleh sebeb itu, ada ruang depan salat, mereka yang tidak sempat ke masjid bisa salat di ruangan tersebut. "Ini sebagai pengejawantahan adat basandi syara, syara basandi kitabullah (semua adat istiadat maupun nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat Sumbawa dibangun  berdasarkan pedoman syariat Islam)," pungkasnya

Penulis
Imam Sarwani
Editor
Imam Sarwani

Tags :