Soetan Sjahrir: “Jangan Mati Sebelum ke Banda Naira”
Selasa, 31 Januari 2023 - 01:22alfikr.id, Probolinggo - Dari ketinggian 656
meter di atas permukaan laut (mdpl) terlihat pulau-pulau cantik nan indah yang
masih melekat di ingatanku. Ditambah hamparan laut lepas yang diselimuti kabut
pagi menyelinap di antara tetesan hujan gerimis membuat pulau kecil bernama
Banda Naira begitu mempesona.
Pagi itu, terlihat
beberapa orang sedang menjalani aktivitasnya masing-masing, ada yang
berbondong-bondong membeli ikan kepada para nelayan, ada pula anak-anak pergi
ke sekolah, bahkan terlintas para pegawai berangkat ke kantor untuk bekerja.
Seketika dalam hitungan jam kota tersebut begitu sunyi semacam tak berpenghuni.
Dilansir dari laman
bandanaira.net, luas wilayah pulau Banda Naira sekitar 2.568 km persegi.
Terletak di Provinsi Maluku Tengah di antara Pulau Ambon dan utara Pulau Seram.
Di pulau Banda Naira terdapat 10 pulau, tujuh berpenghuni sementara tiga pulau
lainnya tak berpenghuni.
Meskipun memiliki
keindahan yang memukau, namun sejarah Pulau Banda Naira sekarang sudah
dilupakan oleh dunia. Dahulu, ketika Soetan Sjahrir dan Mohammad Hatta
diasingkan ke pulau tersebut, kedua tokoh pahlawan itu sangat takjub melihat
keindahan pulau Banda.
Buku berjudul “SJAHRIR
Peran Besar Bung Kecil” ditulis oleh Arif Zulkifli dkk. Menyebutkan pada saat
Sjahrir dan Hatta diasingkan ke Banda, Sjahrir memuji keindahan pulau tersebut.
Bahkan, Sjahrir menceritakan keindahan pulau itu kepada Istrinya Maria
Duchateau di Belanda dalam bentuk surat pada 21 Mei 1936.
“Lautnya biru,
bening, dan tenang. Saat cuaca baik, permukaan laut rata laksana cermin,” tulis
Zulkifli dalam buku “SJAHRIR Peran Besar Bung Kecil.”
Banda hanyalah
“kampung” tempat orang-orang asik ngobrol mengisi keseharian. Bahkan,
pintu-pintu rumah masyarakat selalu terbuka menganga, tak sama dengan rumah-rumah di Belanda
yang rumahnya berpagar tinggi.
Keindahan Pulau Banda layak surga nirwana, jadi tak heran apabila Sjahrir pernah berkata “Jangan mati sebelum ke Banda Naira.”
Tak hanya keindahan
pulau, Banda Naira juga memiliki kekayaan alam yang melimpah, misalnya
rempah-rempah seperti buah Pala dan Cengkeh. Bahkan, menurut Des Alwi, dalam
bukunya berjudul “Sejarah Maluku Banda Naira, Ternate, Tidore dan Ambon”,
mengatakan Kepulauan Banda Naira selama lebih dari 500 tahun memiliki peran
dalam perdagangan dunia.
“Pulau Banda dikenal sebagai induk dari kepulauan rempah-rempah, Pala dengan kualitas terbaik di dunia,” tulis Des Alwi dalam bukunya.
Pada buku tersebut juga
dijelaskan dampak dari buah Pala membuat Pulau Banda dapat dikenal dunia.
Namun, kejayaan Pala perlahan hilang ketika Banda diperebutkan oleh bangsa
kolonial. Selain itu, terjadi monopoli dan pembunuhan terhadap masyarakat
Banda, bahkan pembakaran dan penebangan besar-besaran lahan Pala. Sehingga Banda
berubah menjadi daerah yang mulai dilupakan.