Harapan Ulama Internasional untuk NU Menuju Abad Kedua

Selasa, 07 Februari 2023 - 00:11
Bagikan :
Harapan Ulama Internasional untuk NU Menuju Abad Kedua
Muktamar Internasional Fiqih Peradaban PBNU. [Tangkapan layar Youtube TV9]

alfikr.id, Surabaya- Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I menjadi salah satu kegiatan dalam perhelatan Satu Abad NU. Konferensi yang bertajuk 'Membangun Landasan Fiqih untuk Perdamaian dan Harmoni Global' bertempat di Hotel Shangri-La, Surabaya, Senin (02/06/23). Ulama dari berbagai negara pun terlibat.

Salah satunya Delegasi Muhammad Bin Zayed University for Humanities Uni Emirat Arab (UEA), Dr Maryam al-Zaidi. Beliau mengapresiasi langkah Nahdlatul Ulama menggagas Muktamar Internasional Fiqih Peradaban ke-1.

Delegasi Muhammad Bin Zayed University for Humanities Uni Emirat Arab (UEA), Maryam al-Zaidi pada acara Muktamar Internasional Fiqih Peradaban di Surabaya, Senin (6/2/2023). [Foto: NU Online/Dazzat Syarif]

Maryam menuturkan bahwa konferensi ini sangat penting. Dan masyaallah banyak kata-kata bijak yang kita dengar dari kegiatan ini, kata Maryam kepada NU Online, Senin (6/2/2023). Dia menyoroti masifnya persoalan intoleransi dan koeksistensi di berbagai belahan dunia.

Maryam menyampaikan bahwa forum serupa Muktamar Internasional Fiqih Peradaban sangat perlu digelar. Banyak masalah di seluruh dunia menyangkut toleransi, koeksistensi, kata Maryam. Lebih-lebih dia merupakan dosen yang mengajarkan subjek mengenai nilai-nilai toleransi dan pengimplementasiannya pada kehidupan sosial.

Saya seorang guru dan saya mengajarkan hal-hal ini di negara kami. Saya mencoba untuk mempromosikan toleransi dan koeksistensi, jelasnya. Maryam berharap bahwa konferensi tersebut berkelanjutan.

Bagi saya, datang dari UEA saya pikir itu sangat penting. Pesan saya adalah lanjutkan karena saat ini kita membutuhkan toleransi dan koeksistensi dan yang kita bicarakan ini sangat penting, harapnya.

NU Pionir Perdamaian

Sekretaris Jenderal Dewan Hakim asal Maroko, Mohamed Abdelsalam Samir Boudinar, menyampaikan bahwa Nahdlatul Ulama merupakan organisasi yang menjadi pionir perdamaian.

NU pionir perdamaian, katanya saat menyampaikan pidato pada Muktamar Internasional Fikih Peradaban I di Hotel Shangri-La Surabaya, Jawa Timur, Senin (6/2/2023).

Sekjen Dewan Hakim Maroko Mohamed Abdelsalam Samir Boudinar saat pidato pada Muktamar Internasional Fikih Peradaban I di Hotel Shangri-La Surabaya, Jawa Timur, Senin (6/2/2023). [Foto: NU Online/Amar]

Direktur Eksekutif Pusat Perdamaian dan Penelitian al-Hokama ini menjelaskan, kebutuhan atas adanya landasan kebersamaan sangat penting dilihat dari sisi agama.

Hal ini seperti yang diteladankan dan disampaikan Nabi Muhammad saw dalam haditsnya, bahwa ia diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

Ini merupakan tujuan utama kita semua untuk membangun fondasi moral agar dapat tercapai kemakmuran, keadilan, kedamaian manusia dan masyarakat umum, kata ulama asal Maroko itu.

Jika melihat konsep akhlak, banyak sekali buku yang membahasnya. Namun, hal penting yang perlu diperhatikan dan diterapkan adalah nilai standar universal.

Standarisasi yang dibutuhkan bagi umat Islam untuk menentukan tujuan syariah sebagai upaya menyelesaikan pertaikaian lokal dan internasional yang berpotensi terjadi, katanya.

Nilai utama yang ditetapkan bukan kebebasan individualistik. Dalam Islam, nilai utama adalah keadilan, ujarnya.

Jika dipelajari lebih lanjut, keadilan mengandung nilai dan pesan signifikan. Hal itu lantaran masalah pertikaian di seluruh dunia adalah lantaran ketidakadilan.

Karenanya, ia menegaskan bahwa perdamaian merupakan tujuan utama agama, bahkan mendahului tujuan agama lainnya. Tanpa perdamaian maka tujuan agama primer lainnya tidak tercapai, katanya.

Ia juga menyebut globalisasi telah menimbulkan banyak permasalahan yang dihadapi mereka di negara Timur dan Barat. Ia mencontohkan ekonomi, kesehatan, landasan moral, dan juga agar adanya peraturan yang mengatur hubungan individu masyarakat.

Sekolah NU di Bumi Eropa

Harapan lain diutarakan Syekh Muhammad Fadhil al-Jailani. Cucu ke 25 Syekh Abdul Qadir al-Jailani ini menilai Nahdlatul Ulama berperan besar dalam menggaungkan narasi pembangunan kemaslahatan umat manusia.

Syekh Abdul Qadir al-Jailani, Syekh Muhammad Fadhil al-Jailani menghadiri gelaran Muktamar Fiqih Peradaban ke-1 di Surabaya, Senin (6/2/2023). [Foto: NU Online/Indi]

Ini akan sangat berpengaruh besar terhadap dunia dan ini sudah menjadi berita besar bahwa ada ulama dunia berkumpul di sini, ujarnya kepada NU Online di sela-sela pembukaan acara Muktamar Internasional Fiqih Peradaban ke-1.

Beliau menilai bahwa konferensi ini menunjukkan peran NU dalam menjembatani dialog peradaban Islam Timur dan Barat.

Agar saling mengenal antara ulama Timur dan Barat dengan wasilah Nahdlatul Ulama, antara orang Arab dan non-Arab. Ini sangat bagus sekali jadi membuat jembatan timur dan barat ini sangat bagus sekali, jabarnya.Syekh besar asal Turki itu menghendaki agar NU mendirikan sekolah di berbagai negara dunia, utamanya di Bumi Eropa saat menyongsong abad kedua NU,

Menginginkan gerakan dan semangat untuk membangun sekolah sekolah bukan hanya di Indonesia, tapi juga negara dengan cabang NU di dalamnya. Misalnya, Eropa dan negara lain, ungkapnya antusias.

Upaya tersebut dinilai penting untuk memberikan pengajaran agama dan menyebarkan akidah Ahlussunnah wal Jama'ah, sebagai penangkal dari paham radikalisme yang terus berkembang.

Karena di luar itu banyak radikal yang non-ahlussunah, sedangkan NU sebagai jamiyah yang berhaluan Ahlussunnah ini yang perlu disebarkan ke seluruh dunia, terangnya.

Sukses sebagai organisasi Islam pelopor Islam moderat, beliau menilai penyebaran paham tentang akidah Ahlusunnah wal Jama'ah bagi semua umat Islam ini adalah sebuah tugas pokok bagi NU.

Penulis
Khoirul Anam
Editor
Zulfikar

Tags :