Penjaminan Diri untuk Tiga Petani Pakel dari Tokoh dan Akademisi

Jum'at, 10 Februari 2023 - 21:48
Bagikan :
Penjaminan Diri untuk Tiga Petani Pakel dari Tokoh dan Akademisi
TeKAD Garuda serahkan penjaminan pembebasan tiga petani Pakel Banyuwangi ke Polda Jatim, Jumat (10/02/2023). [Foto: Dokumentasi TeKAD Garuda]

alfikr.id, Surabaya - Kriminalisasi dan intimidasi yang dialami petani di Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi terus terjadi. Kasus terbaru yakni pihak kepolisian menangkap tiga petani yang tergabung dalam Rukun Tani Sumberejo Pakel, pada Jumat (03/02/2023) lalu. 

Tiga warga pakel itu adalah Mulyadi selaku Kepala Desa Pakel, Suwarno serta Untung, keduanya merupakan Kepala Dusun yang ada di Desa Pakel. Mereka ditangkap di tengah jalan. Polisi menuduh tiga petani itu menyebarkan berita bohong sesuai dengan pasal 14 atau 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. 

Pelbagai dukungan dan solidaritas untuk tiga petani itu berdatang, baik berupa video, poster, hingga penandatangan petisi online, hingga surat penjaminan diri. Jauhar Kurniawan, salah satu Tim Kuasa Hukum warga mengatakan bahwa, ribuan warga, akademisi dan tokoh nasional telah mengajukan penjaminan diri ke Polda Jawa Timur untuk pembebasan Mulyadi, Suwarno, dan Untung, Jumat (10/02/2023). 

Beberapa pihak itu, antara lain adalah Dr. Busyro Muqoddas, M. Hum, dan perwakilan organisasi masyarakat sipil, Imparsial, Elsam, Kontras, LHKP PP Muhammadiyah, Konsorsium Pembaruan Agraria, WALHI, YLBHI, ICEL, OPWB, FNKSDA, SP Danamon, FSP KEP Gresik.

Jauhar mengungkapkan upaya pembebasan ini merupakan salah satu gerakan yang terbesar sepanjang gerakan demokrasi di Jawa Timur pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya di kurun waktu 10 tahun terakhir. Pasalnya, melibatkan ribuan orang, sejumlah tokoh, puluhan akademisi, serta organisasi masyarakat sipil,

“Ini sebagai upaya penjaminan pembebasan terhadap tiga warga Pakel serta merupakan bentuk dukungan solidaritas serta perlawanan terhadap pembungkaman para pejuang agraria dan pembela HAM yang mengalami diskriminasi,” terang Pengacara Publik LBH Surabaya itu. 

Sebelum kasus penangkapan terhadap tiga warga Pakel tersebut, banyak masyarakat yang mengalami kekerasan karena memperjuangkan atas hak-hak tanahnya yang dirampas oleh sekelompok investor. Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria dan Sumber Daya Alam (TeKAD Garuda) mencatat ada lima warga Pakel yang dikriminalisasi sejak tahun 2020-2023.

Upaya lain yang dilakukan, Jauhar melanjutkan, yakni penandatanganan petisi online. Dia mengatakan bahwa sebanyak 21.844 orang telah menandatangani surat petisi untuk pembebasan 3 warga Pakel yang ditangkap oleh pihak kepolisian. 

Ribuan orang yang menandatangani surat petisi itu, menuntut Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan kasus warga Pakel, Banyuwangi dan memulihkan seluruh hak-hak ekonomi, sosial, budaya mereka yang terampas. Di samping itu mereka mendesak Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) dan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur (Jatim) untuk segera membebaskan Mulyadi, Suwarno, Untung dan pencabutan status tersangka ketiganya. 

“Mereka juga menuntut Kementrian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mencabut Hak Guna Usaha (HGU) PT Bumi Sari,” tegas pria yang tergabung di TeKAD Garuda dalam keterangan tertulis yang diterima alfikr.id.

Sebenarnya tuntutan melalui petisi online bukan pertama kali merkea lakukan. Pada 20 April 2021, hal serupa juga dilakukan oleh warga Pakel. Mereka membuat petisi di change.org yang berjudul “Hentikan Kriminalisasi Pejuang Tanah Desa Pakel, Banyuwangi!”.

Upaya tersebut dikhususkan terhadap ATR/BPN untuk segera menyelesaikan konflik, dan pihak kepolisian untuk menghentikan Kriminalisasi. Ada sekitar 21.742 orang yang telah menandatangani petisi tersebut.

Problem Utama adalah Ketimpangan Penguasaan Lahan

Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP) merupakan organisasi tani di Desa Pakel. Wahyu Eka Setyawan, salah satu anggota TeKAD Garuda menuturkan bahwa sebanyak 800 Kepala Keluarga (KK) turut berjuang dalam organisasi tani tersebut. 

“Sebagian besarnya adalah kaum tuna kisma, artinya kelompok yang tidak memiliki lahan pertanian sama sekali (buruh tani),” kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jatim itu. 

Dia menjelaskan bahwa dalam kasus di Pakel itu problem utamanya adalah persoalan ketimpangan penguasaan lahan. Wahyu menyebutkan bahwa Desa Pakel berpenduduk kurang lebih sekitar 2.760 jiwa dengan total luas lahan desa Pakel adalah 1.309,7 hektar. 

“Namun kenyataannya warga desa hanya berhak mengelola lahan kurang lebih seluas 321,6 hektar. Sebab ada PT Bumi Sari yang mengklaim menguasai 271,6 hektar, serta ada 716,5 hektar yang dikuasi oleh Perhutani KPH Banyuwangi Barat,”  ungkapnya.

Kenyataan itu, kata Wahyu, seharusnya pemerintah mengacu pada semangat reforma agraria yang termaktub dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Dalam pasal 13 ayat 1, berbunyi: pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) serta menjamin bagi setiap warga-negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.

Di samping itu dalam ayat (2) juga ditegaskan, seharusnya: Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta.

“Dengan benar-benar meresapi semangat pasal 13 UUPA di atas, maka program reforma agraria yang kerap digaungkan oleh Presiden Jokowi seharusnya ditunjukkan dengan tindakan berpihak kepada perjuangan warga Pakel-Banyuwangi,” tegas Wahyu dalam rilis pers yang diterima alfikr.id.

Penulis
Masrur Luai Sadullah
Editor
Zulfikar

Tags :