Kasoami Sebagai Simbol Persaudaran dan Keakraban
Sabtu, 17 Juni 2023 - 20:17alfikr.id, Wakatobi- Siang menjelang sore, dari luar rumah terdengar teriakan seorang ibu "maimo to manga kasoami kene kenta (mari kita makan suami sama-sama sama ikan)." Suara itu berasal dari para-para (cangkruk) yang berada di depan rumah.
Terlihat beberapa hidangan terletak di atas para-para itu. Ikan bakar, sayur kelor, kasoami, dan ikan kuah, beserta nasi putih. Hidangan itu biasanya disantap bersama-sama dengan tetangga rumah. Beginilah kebiasaan masyarakat Tomia, Wakatobi, Sulawesi tenggara ketika hendak menyantap kasoami.
Kasoami sendiri merupakan makanan khas Sulawesi tenggara. Orang Buton dan Muna menyebutnya kasuami, sementara orang Wakatobi menyebutnya soami. Namun, pada umumnya makanan tersebut memiliki bentuk yang sama, yaitu menyerupai tumpeng dan berwarna putih kekuning-kuningan. Ada pula yang berwarna abu-abu, orang Tomia menyebutnya Suami Hugu-Hugu dan kasoami pepe berbentuk lonjong dan padat.Untuk membuat kasoami ada beberapa tahapan. Pertama singkong yang sudah dikupas, diparut sampai halus. Kedua, parutan singkong kemudian akan diletakan ke dalam karung dan diikat sampai berbentuk bundar.
Ketiga, ditindis menggunakan papan, kemudian papan tersebut akan dikasi pemberat berupa batu selama beberapa jam sampai parutan singkong benar-benar kering. Terakhir parutan singkong diletakan ke dalam cetakan yang terbuat dari daun kelapa berbentuk kerucut dan dikukus selama beberapa menit. Beginilah masyarakat Buton membuat kasoami.
Menurut masyarakat Buton di Desa Gunung Sari, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka, memasak menggunakan tungku api dan kayu bakar, memberikan cita rasa yang khas terhadap kasoami. Rasanya lebih enak dan teksturnya lebih lembut. Ciri khas warna kasoami dari singkong kering berwarna gelap. Kasoami singkong basah warnanya putih. Soal rasa keduanya sangat enak hanya sedikit perbedaan aroma.
Bagi masyarakat Buton yang tersebar di berbagai wilayah yang ada Indonesia, salah satunya di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua Selatan biasanya sering membuat kasoami sebagai makanan pengganti nasi ataupun dijual di pasar malam. Tak jarang masyarakat Asmat membeli kasoami untuk disantap.
Suria Lanaamu, warga keturunan Buton yang sudah lama menetap di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah bercerita, walaupun mereka tidak lagi menetap di Buton dan sekitar seperti Wakatobi, namun ia dan keluarga sering membuat singkong sebagai olahan kasoami.
“Kasoami ini makanan orang tua kami ketika melaut, karena tahan lama. Membuat kasoami, seperti mengobati kerinduan pada kampung halaman,” kata Lanaamu kepada wartawan mongabay.co.id.
Dalam tulisan berjudul “Studi Pengembangan dan Pemasaran Kasoami di Kelurahan Wanci Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi” di Media Agribisnis [Mei 2020], dijelaskan bahwa kasoami merupakan makanan tradisional yang populer di masyarakat Sulawesi Tenggara. Khususnya, wilayah Kesultanan Buton masa lampau yakni Kabupaten Wakatobi, Kota Baubau, Kabupaten Muna, Kabupaten Bombana, serta masyarakat Buton yang tersebar di kepulauan Nusantara saat ini.
Untuk masyarakat Sulawesi kasoami biasanya dikonsumsi dengan ikan sehingga kurangnya kandungan protein dan lemak dapat diatasi.
Dalam studi tersebut juga dijelaskan bahwa banyak orang asing yang datang ke Kabupaten Wakatobi kemudian disuguhkan kasoami, khususnya kasoami pepe yang ternyata para turis sangat menikmatinya.
Salah satu wartawan kompas.id Ahmad Arif menjelaskan, di Wakatobi dan Buton, sumber karbohidrat dari kasoami singkong karet yang telah difermentasi sehingga racun sianidanya hilang. Kemudian ubi kayu itu diolah dengan uap panas (soa).
"Dengan kasoami, kepulauan yang sulit menumbuhkan padi itu subsistemnya pangan begitu berubah ke beras yang harus impor," katanya dalam cuitan di Twitternya.