Kebebasan Pers Terancam, Polisi Mendominasi Angka Kekerasan Terhadap Jurnalis

Selasa, 04 Juli 2023 - 04:37
Bagikan :
Kebebasan Pers Terancam, Polisi Mendominasi Angka Kekerasan Terhadap Jurnalis
Jurnalis Pers Mahasiwa menjadi korban kekerasan polisi saat aksi penolakan RKUHP di depan kantor DPRD Kabupaten Probolinggo. Selasa (26/07/22). [Foto: Tangkapan layar video yang beredar di grub Whatsapp].

alfikr.id, Probolinggo- Kasus kekerasan terhadap jurnalis terus meningkat. Terbaru, Irqam wartawan suaraindonesia.co.id, menjadi korban kekerasan oleh polisi. Berawal peliputan unjuk rasa warga Dusun Koro, Desa Pongpongan, Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban, di depan proyek pembangunan pabrik palawijaya pada Kamis, (15/06/2023).

Demonstrasi berakhir ricuh, terjadi bentrok antara warga dengan aparat polisi dan TNI yang berjaga. Saat merekam kericuhan, Irqam di pukul tengkuknya dan tubuhnya di seret ke arah belakang.

Dilansir dari laman website advokasi.aji.or.id, Korban dan beberapa jurnalis di lokasi tersebut, sempat memprotes aksi yang dilakukan polisi kepada Kapolsek Merakurak, AKP Ciput Abidin. Sial, dia justru meminta jurnalis untuk tidak menayangkan bagian aksi bentrok ketika demonstrasi berlangsung.

Kasus serangan terhadap Irqam hanya satu dari sekian kasus. Berdasarkan catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam kurun waktu Juli 2022-Juli 2023 terdapat 88 kasus serangan terhadap jurnalis.

Sebagai pilar keempat demokrasi, Negara mempunyai tanggung jawab melindungi pers dalam menjalankan perannya. Namun faktanya, instansi pemerintahan masih banyak terlibat kekerasan terhadap jurnalis. Dari 88 kasus kekerasan terhadap jurnalis, Polisi berada di urutan pertama pelaku kekerasan tertinggi, mencapai 21 kasus, Aparat Pemerintah berada di urutan ketiga, mencapai sepuluh kasus.


[Sumber: AJI Nasional]

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan, menjelaskan bahwa pihaknya akan siap mengawal terkait kasus kekerasan terhadap Jurnalis.

"Polri siap untuk mengawal kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis yang belum terselesaikan." Ungkap Ahmad ramadan pada forum konsultasi nasional ragam pemangku kepentingan: 'mitigasi keselamatan jurnalis indonesia' Rabu (17/05/23), dilansir dari tempo.co

Pada tahap pelaporan kekerasan jurnalis, Ketua Aliansi Jurnalis Independen, Sasmito mengatakan, polisi sudah bingung untuk menentukan apakah kasusnya masuk ke dalam kategori kriminal khusus atau kriminal umum.

"Apa lagi untuk mengusut kasusnya lebih lanjut?" kata Sasmito seperti di kutip dari Laman Tempo.co.

Kekerasan terhadap jurnalis menjadi ancaman terhadap kebebasan pers yang tidak seharusnya terjadi. Sebab dalam menjalankan tugasnya, pers mendapatkan perlindungan hukum. Sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang (UU) No 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Dalam pasal 4 undang-undang tersebut, disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dan dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.

"Hari Kemerdekaan Pers 2023 menegaskan bahwa kebebasan berekspresi dan kebebasan pers saling bergantung, saling terkait, dan tak terpisahkan dengan hak asasi manusia lainnya," ungkap Ketua Umum AJI, Sasmito pada (02/05/2023).

Penulis
Agus Wahyudi
Editor
Imam Sarwani

Tags :