Brandu dan Kemiskinan di Gunung Kidul

Selasa, 11 Juli 2023 - 11:55
Bagikan :
Brandu dan Kemiskinan di Gunung Kidul
Petugas menyuntikkan antibiotik kepada sapi yang berada di Desa Pucanganom, Kecamatan Rongkop, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (18/1/2020).

alfikr.id, Gunung Kidul- Warga Dusun Jati, Desa Candirejo, Kecamatan Semanu, Gunungkidul, biasanya akan meminta iuran kepada masyarakat setempat ketika terdapat hewan ternak yang sakit atau mati. Hasil iuran tersebut nantinya akan diberikan kepada pemilik ternak yang tertimpa musibah.

Menarik iuran kepada warga setempat itu, dilakukan agar si pemilik ternak yang tertimpa musibah tidak mengalami kerugian yang sangat besar. Kebiasaan masyarakat ini dikenal dengan tradisi brandu. 

Menurut Kepala Bidang Kesehatan Hewan di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Retno Widyastuti, tradisi brandu sudah dikenal lama oleh masyrakat dan memiliki tujuan baik, karena dapat membantu warga yang ternaknya mati agar tidak menderita kerugian yang sangat besar. Namun, kebiasaan ini membahayakan kesehatan masyarakat setempat.

”Itu (tradisi brandu) adalah salah satu yang membikin kita nggak berhenti-henti ada antraks,” kata Retno Widyastuti, Rabu (5/7/2023), di Gunungkidul.

Meski tradisi ini memiliki tujuan yang baik namun, hal ini dapat memicu penularan penyakit antraks. Karena hewan ternak yang terkena penyakit atau mati tersebut akan di kurbankan dan dibagikan kepada warga setempat untuk di konsumsi.

Sebelumnya diberitakan, pada tanggal 4 Juni 2023, warga asal Dusun Jati meninggal di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito, Kabupaten Sleman, DIY. Berdasarkan hasil tes, warga tersebut terkonfirmasi positif antraks.

Pasca itu, sebanyak 143 warga dilakukan pemeriksaan serologi untuk mengetahui apakah mereka tertular antraks atau tidak. Berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat 87 orang dinyatakan positif antraks. Namun, rata-rata dari mereka tidak mengalami gejala apa-apa.

Sedangkan di hari Kamisnya 6 Juli 2023, terdapat 93 orang di nyatakan positif terinfeksi. Tiga di antaranya meninggal. Berdasarkan laporan laboratorium memastikan salah satu korban meninggal positif tertular antraks, sedangkan dua lainnya memiliki riwayat kontak dengan sapi yang terkonfirmasi positif antraks dan sakit.

Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Dewi Irawaty mengungkapkan, warga yang positif antraks, baik yang bergejala atau tidak, akan dirawat di rumah dan tidak ada yang di rumah sakit. Nantinya, warga yang terpapar tersebut akan didatangi petugas untuk diberi pengobatan. Selain itu, kondisi mereka pun akan terus dipantau hingga beberapa waktu ke depan.

Mahasiswa membantu menata vaksin antraks yang akan disuntikkan pada hewan ternak sapi dan kambing di Desa Dadapayu, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta, Rabu (22/1/2020), [Ferganata Indra Riatmoko].
“Kami akan terus memantau mereka terutama yang bergejala selama 120 hari ke depan,” ucap Dewi saat dihubungi Tempo, Rabu, 5 Juli 2023.

Melansir dari situs Balai Besar Veteriner Wates, antraks (anthrax) adalah penyakit hewan menular yang disebabkan oleh bakteri Bacillus Anthracis yang bersifat akut dan dapat menimbulkan kematian. Penyakit ini umumnya menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba, dan lainnya serta dapat menular ke manusia.

Infeksi antraks diketahui setelah dilakukan pemeriksaan pada sapi-sapi yang sakit mendadak di wilayah itu pada bulan mei-juni lalu. Kasus penyakit antraks ini hampir sama dengan penyakit zoonosis, yang melompat dari hewan ke manusia.

Petugas menyuntikkan vaksin antraks pada tubuh sapi ternak di Desa Dadapayu, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta, Rabu (22/1/2020), [Ferganata Indra Riatmoko].
Kepala Desa Candirejo, Renik David Warisman, mengatakan, sebelum munculnya kasus antraks di Dusun Jati, bermula ketika terdapat warga setempat yang melakukan brandu. Menurut David, tradisi brandu merupakan bentuk simpati masyarakat terhadap tetangga yang ternaknya mati.

“Kalau para petani itu tabungannya hewan ternak itu. Sehingga kalau ternaknya mati itu musibah. Jadi, untuk meringankan beban dari pemilik ternak yang mengalami musibah, caranya seperti itu,” katanya.

Sedangkan menurut Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul Wibawati Wulandari mengatakan, penularan antraks di Dusun Jati diduga terjadi karena warga mengonsumsi daging sapi yang sakit. Dia menambahkan, ada beberapa ekor sapi di Dusun Jati yang sakit, lalu mati.

Warga tetap nekat mengonsumsi daging sapi yang telah mati itu. Bahkan, Wibawati menyebut, ada sapi yang mati dan telah dikubur sesuai dengan prosedur standar operasi (SOP). Namun, bangkainya digali lagi. Dagingnya lalu dikonsumsi sebagian masyarakat.

Retno Widyastuti menambahkan, Butuh upaya khusus untuk menghentikan praktik ini agar tidak memakan korban jiwa lainnya di kemudian hari. "Kita harus menghentikan praktik ini agar tidak memakan korban jiwa lebih banyak lagi," tuturnya.

Meski sering meminta masyarakat untuk tidak dikonsumsi daging hewan ternak yang sakit atau mati. Namun, warga tak acuh atas permintaan tersebut dan tetap dikonsumsi hewan ternak yang mati.

“Kalau sosialisasi saya pikir sudah terus-menerus. Kawan-kawan dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan sudah mengedukasi dan mensosialisasikan agar hewan ternak yang sakit itu tidak dibrandu, tidak dikonsumsi,” ujar Wakil Bupati Gunungkidul Heri Susanto.

Kemiskinan

Merebaknya antraks di Gunung Kidul akan menjadi alarm berbahaya. Tidak hanya kesehatan, secara ekonomi masyarakat akan semakin parah. Sebab, angka kemiskinan di Gunung Kidul cukup tinggi. 

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), merilis angka kemiskinan di Kabupaten Gunung Kidul mengalami penurunan 1,83 persen poin dari 17,69 persen pada 2021 menjadi 15,86 persen pada 2022. Meskipun ada penurunan, tetapi angka kemiskinan itu masih sangat mengkhawatirkan. 


Menurut Rintang Awan Eltribakti, mengatakan, penghitungan kemiskinan oleh BPS didasarkan pada tingkat pengeluaran atau konsumsi warga, terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan mengalami penurunan.

"Tingkat kemiskinan di Gunungkidul per Maret 2022 mencapai 15,86 persen," kata Rintang Awan.

Sampai sekarang Gunungkidul masih menjadi salah satu daerah termiskin di Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan lebih dari 6.000 keluarga tergolong miskin ekstrim.

Di samping itu, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Kabupaten Gunung Kidul terkecil di Provinsi D.I Yogyakarta, yakni 2.049.226.00. 


Kasus persebaran antraks hampir terjadi di setiap tahun di Gunungkidul. Sebut saja pada tahun 2017, 2019, dan 2022. Sehingga dari kasus tersebut Kementerian Kesehatan menetapkan kejadian luar biasa (KLB) antraks di daerah tersebut.

Di berbagai negara, umumnya, penyakit antraks mewabah kembali lantaran pemahaman masyarakat yang kurang. Seperti yang terjadi di Kabupaten Gunungkidul masyarakat menjadikan hewan ternak yang terinfeksi sebagai hewan kurban lalu dagingnya dibagi-bagikan. Bahkan sapi yang baru dikubur digali dan dagingnya dikonsumsi bersama-sama.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Heri menambahkan, harus ada upaya untuk meringankan beban warga yang hewan ternaknya sakit atau mati. Hal ini agar masyarakat tidak lagi melakukan tradisi brandu yang bisa membahayakan kesehatan.

“Kita akan lakukan upaya-upaya ke depan yang bisa meringankan beban saudara-saudara kita yang hewan ternaknya sakit atau mati,” tuturnya.

Penulis
Zulfikar
Editor
Imam Sarwani

Tags :