Setelah RUU Kesehatan Disahkan, Masyarakat Sipil Aksi Payung Hitam

Jum'at, 14 Juli 2023 - 21:03
Bagikan :
Setelah RUU Kesehatan Disahkan, Masyarakat Sipil Aksi Payung Hitam
Potret nisan bertuliskan "RIP Kesehatan Indonesia Wafat 11-07-23" ketika Koalisi Perlindungan Masyarakat dari produk Zat Adiktif menggelar aksi damai atas lahirnya UU Kesehatan terbaru di depan Kantor Kementerian Kesehatan RI, Jumat (14/7/2023), [Sumber:

alfikr.id, Jakarta– Hingga disahkannya UU Kesehatan yang telah ditetapkan dalam Sidang Paripurna DPR-RI, Selasa, 11 Juli 2023 masih menimbulkan tanggapan negatif dari organisasi sipil. Salah satunya dari Koalisi Perlindungan Masyarakat dari Produk Zat Adiktif Tembakau. Mereka menggelar aksi damai di depan Kantor Kementerian Kesehatan RI, Jumat (14/7/2023).

Sebab hingga palu diketuk, pasal-pasal di dalam RUU Kesehatan masih belum menemukan titik terang dan pasal-pasal yang berpihak pada kesehatan masyarakat seakan tenggelam, terutama pada pasal pengendalian zat adiktif. Mereka juga melihat adanya ironi dalam pengesahan aturan perundang-undangan yang mengadopsi konsep UU Omnibus Law tersebut.

Aksi damai tersebut muncul karena Presiden Joko Widodo dan beberapa fraksi pendukung pemerintahan di DPR dianggap abai terhadap partisipasi publik. Sebanyak 30 orang menghadiri aksi dengan tema “Payung Duka Indonesia”. Para relawan mengenakan atribut serba hitam dan juga membawa payung hitam sebagai tanda duka yang mencantumkan “Duka Indonesia, RUU Kesehatan yang Mematikan”, serta perlengkapan simbolik foto dan penyerahan nisan RIP Kesehatan Indonesia.

Organisasi sipil tersebut menganggap Presiden dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah menciderai upaya perlindungan kesehatan masyarakat termasuk perlindungan masyarakat dari zat adiktif melalui keputusan pengesahan UU Kesehatan. Karena secara materi UU Omnibus Law Kesehatan, kata mereka, telah mengabaikan masalah konsumsi rokok dengan tidak tegas meregulasi dan membatasi konsumsi produk yang mengandung zat adiktif.

“Kami mengajukan salah satu rumusan pengaturan yang mencantumkan frase "wajib menyediakan ruang khusus merokok” dalam pasal Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebagai sebuah kemunduran yang fatal,” jelas Manik Marganamahendra mewakili Dewan Pemuda Indonesia untuk Perubahan Taktis (IYCTC).

Ketika pemerintah 'pukul rata' mewajibkan seluruh fasilitas termasuk fasilitas publik untuk menydiakan ruangan untuk merokok, kata Manik Marganamahendra, maka sama saja pemerintah telah membuka ruang pembunuhan massal yang bahkan diwajibkan. Kondisi ini jelas membuat UU Kesehatan bertentangan dengan hak asasi manusia yang seharusnya mendapatkan layanan kesehatan yang layak dan udara bersih serta sehat.

Pengabaian lain yang dilakukan oleh presiden dan menteri kesehatan adalah tidak disertakannya pengaturan tentang Iklan, Promosi, dan Sponsorship (IPS) Rokok dalam UU Kesehatan. Padahal, menurut para aksi, kajian ilmiah telah membuktikan bagaimana IPS Rokok telah mendorong anak-anak Indonesia merokok sehingga menghambat upaya kesehatan dan pengembangan sumber daya manusia.

Potret kumpulan payung hitam menampilkan "RUU Kesehatan yang Mematikan", ketika Koalisi Perlindungan Masyarakat dari produk Zat Adiktif menggelar aksi damai atas lahirnya UU Kesehatan terbaru di depan Kantor Kementerian Kesehatan RI, Jumat (14/7/2023), [Sumber: istimewa] 

Sebetulnya, Koalisi Perlindungan Masyarakat dari Produk Zat Adiktif Tembakau telah memberikan masukan secara resmi, baik secara langsung dalam pertemuan-pertemuan rapat dengar pendapat maupun secara tertulis. Tetapi semua itu tidak menjadi pertimbangan oleh para penyusun regulasi UU Kesehatan, yang artinya UU ini 'tuli' pada masukan masyarakat.

Kita ketahui bersama, bahwa jumlah perokok di Indonesia terus meningkat tanpa adanya perubahan signifikan dari sisi kebijakan untuk meminimalisirnya. Sementara jika melihat Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, perokok anak mencapai 9,1?n perokok pemula naik 240% selama satu dekade terakhir.

Dilansir dari kemenkes.go.id, berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey, Riskesdas, dan Sentra Informasi Keracunan Nasional (Sikernas) dari BPOM menyebutkan ada 3 dari 4 orang mulai merokok di usia kurang dari 20 tahun. Prevalensi perokok anak terus meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2013 prevalensi perokok anak mencapai 7,20%, kemudian naik menjadi 8,80% tahun 2016, 9,10% tahun 2018, 10,70% tahun 2019. anak akan meningkat hingga 16% di tahun 2030.

Indonesia juga menghadapi klaim jaminan kesehatan yang terus naik, di mana data klaim klaim terbesar berada pada penanganan penyakit-penyakit dengan faktor merokok. Ditambah lagi, kehilangan kesehatan lainnya tak kunjung terselesaikan, mulai dari masalah stunting sampai kecanduan nikotin yang merusak otak remaja yang mengancam bonus demografi.

“Melihat urgensi perlindungan rakyat Indonesia dari bahaya rokok serta eksternalitas negatif yang begitu besar akibat perilaku merokok, terutama dari sisi kesehatan dengan meningkatnya kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) mematikan dengan faktor risiko utama merokok serta terancamnya SDM generasi muda yang teradiksi nikotin, maka seharusya masalah ini menjadi salah satu perhatian utama dalam penyusunan UU Kesehatan yang baru dengan memperkuat kebijakan-kebijakan terkait konsumsi rokok dan bukan mengkerdilkannya,” tandas Nina Samidi mewakili Komnas Pengendalian Tembakau.

UU ini tergolong sangat jauh dari keinginan masyarakat yang tadinya punya harapan besar mendapatkan perlindungan kesehatan yang lebih baik melalui UU ini namun harus dikecewakan (lagi) oleh Pemerintah. Sudah tidak terdengar masukannya, dikecewakan pula dengan hasilnya.

Untuk itu, Koalisi Perlindungan Masyarakat dari Produk Zat Adiktif Tembakau menyatakan duka mendalam menjelang kelahiran UU Kesehatan terbaru ini. Di mana, menurut mereka, justru sangat mengancam kesehatan masyarakat Indonesia di masa depan.

UU ini juga tergolong sangat jauh dari keinginan masyarakat yang tadinya memiliki harapan besar mendapatkan perlindungan kesehatan yang lebih baik melalui UU terbaru tersebut, namun lagi-lagi dikecewakan kembali oleh pemerintah. Kata mereka, sudah tidak didengar masukannya, mengecewakan pula dengan hasilnya.

Penulis
Adi Purnomo S
Editor
Zulfikar

Tags :