Cerita Dibalik Pentingnya Wudhu Dalam Beribadah

Sabtu, 30 September 2023 - 19:11
Bagikan :
Cerita Dibalik Pentingnya Wudhu Dalam Beribadah
memanfaatkan air bekas wudhu (22/10) [sumber foto: citarumharum.jabarprov.go.id]


alfikr.id,probolinggo- Bagi umat Islam melaksanakan ibadah shalat merupakan kewajiban. Karena hanya dengan salat umat Islam menemukan ketenangan sesungguhnya. Di sisi lain, sebelum melaksanakan kewajiban tersebut, umat Islam dianjurkan membersihkan diri (menyucikan diri) , yaitu dengan cara berwudu.

Ulama sepakat bahwa hukum berwudu itu wajib. Jika tidak , maka ibadahnya tidak akan sah. Semisal ketika melaksanakan salat atau hendak membaca Al-Quran diwajibkan berwudu terlebih dahulu. Syekh Dr. Muhammad Sidqi dalam karyanya al-Wajiz fi Idhohi Qowaidul Kuliyyah berkata:

 ما لا يتم الواجب الا به فهو واجب                 

Artinya: sesuatu yang menjadi penyempurna dari sesuatu yang wajib , maka hal itu dihukumi wajib pula.

Berlandaskan hal ini, wudu merupakan penyempurna dari salat, apabila tanpa wudu salat tidak akan sah. Pendapat ini diperkuat dengan firman Allah SWT ( Surat Al-Maidah ayat 6) yang berbunyi:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ 

Artinya, “Wahai orang yang beriman, bila kalian hendak shalat, basuhlah wajah kalian, tangan kalian hingga siku, usaplah kepala kalian, dan (basuhlah) kaki kalian hingga mata kaki” .

Imam Nawawi al-Bantani menjelaskan keempat anggota tubuh di atas (muka, kedua tangan, kepala dan kaki), merupakan anggota tubuh yang paling rawan melakukan dosa. Pasalnya dahulu kala, Nabi Adam as melakukan dosa pertama kali di surga berawal dari melihat buah Khuldi—yang dilarang Allah SWT—dan berjalan, kemudian menutupi membentur buah tersebut, lalu mengambilnya dengan tangan sebelum ia memakan buah itu.

Ayat ini juga menjadi salah satu dalil atas sepakatnya ulama tentang 6 fardu (niat, membasuh muka, membasuh kedua tangan, mengusap kepala, membasuh kaki dan, tartib ) dalam melakukan wudu. Imam al-Bantani menjelaskan 6 fardu tersebut sebagai berikut;

1) Niat, diwajibkan bersamaan dengan membasuh muka. Adapun tempat niat ialah, hati dan mengucapkannya merupakan kesunnahan dengan alasan yang membantu terlaksananya niat di dalam hati.

2) Membasuh muka. Adapun batasan mukanya adalah, dari tumbuhnya rambut sampai dagu. Apabila mengukur lebarnya, dimulai dari pinggir kuping kiri sampai pinggir kuping kanan.

3) Membasuh kedua tangan sampai dua siku. Maksud dari siku ialah, tulang tangan yang seandainya dilipat maka tulang itu menonjol. Apabila orang itu tidak memliki siku, sama saja karena terpotong atau dari sejak lahir maka, cukup membasuh bagian yang ada.

4) Mengusap sebagian kepala, boleh mengusap sebagian dari kulit maupun bulu yang tumbuh walaupun satu helai, selagi tidak keluar dari area kepala (tumbuhnya rambut). Adapun dalam hal ini menggunakan kata “mengusap” ( mashun ) tidak menggunakan “membasuh” ( guslun ) karena, kepala merupakan anggota yang sering tertutup.

5) Membasuh kedua kaki sampai mata kaki. Ulama sepakat bahwa, maksud dari mata kaki ialah, dua tulang yang menonjol di antara kaki dan lutut. Bisa Dipahami pula bahwa setiap kaki memiliki dua mata kaki.

6) Tartib (runut). Tidak boleh mengedepankan anggota yang sudah ditentukan dengan yang lain.

Adapun dalil wajibnya tartib ialah; Firman Allah SWT

Perlindungan Lingkungan dan Perlindungan Lingkungan yang Dapat Diandalkan

Artinya; basulah wajah kalian semua, lalu tangan-tangan sampai siku kalian, lalu usaplah kepala kalian, dan basuhlah kaki-kaki kalian.  

Selanjutnya, al-Bantani memperjelas pula, mengapa Syekh Salim dalam kitab Safinatun Najah memakai redaksi furud ( fardu-fardu ) tidak menggunakan arkan ( rukun-rukun ). Baginya, dalam melakukan wudu kita bisa memisahkan sesuatu yang harus dikerjakan dalam wudu.

Semisal, setelah membasuh muka kita masih ingin bersantai sejenak, hal ini tak akan menghalangi atau membatalkan proses berwudu, kecuali dalam bersantai tersebut melakukan hal-hal yang membatalkannya seperti kentut dan lainnya. Hal ini merupakan pembedaan dari salat atau ibadah lain yang redaksinya menggunakan arkan (rukun-rukun), di karenakan dalam salat keseluruhan pekerjaannya sudah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Penulis
Muhammad A'lal Hikam
Editor
Imam Sarwani

Tags :