Harap-Harap Cemas Warga Pesisir

Jum'at, 19 Januari 2024 - 18:17
Bagikan :
Harap-Harap Cemas Warga Pesisir
Kondisi tanggul sungai yang jebol di Dusun Karanganom, Desa Karanganyar, Kecamatan Paiton. Warga bergotong royong memperbaiki dengan berkarung-karung pasir. [alfikr.id/Abdul Haq]

“Banjir rob yang mengancam tujuh kecamatan di pesisir Kabupaten Probolinggo membuat warga berinovasi. Membangun tanggul dinilai bukan merupakan solusi permanen.”

alfikr.id, Probolinggo-Tanggul tanah yang digarap secara gotong royong oleh warga warga Dusun Karanganom, Karanganyar, Probolinggo, Jawa Timur, itu terlihat kokoh berdiri. Penahan air laut selebar enam meter itu membuat warga lebih lega karena bisa menghadang banjir rob yang selama ini rutin datang. Setelah pembangunan tanggul pada 28 Juni 2021 lalu, banjir rob bisa dibendung.

Abai Budiono, warga Dusun Karanganom mengatakan, sebelum ada tanggul, dalam sebulan dua kali banjir rob melanda dusunnya. Sandal-sandal yang hanyut saat banjir rob datang, sudah dianggap hal biasa. Namun warga juga mendapatkan kesenangan dari musibah itu.  “Biasanya, kala banjir rob datang, warga jaring bandeng, enak di halaman,” kata pria 37 tahun ini. Banjir rob yang melanda pesisir Karanganom tidak hanya disumbang oleh hempasan ombak air laut. Tanggul sungai (plengsengan) yang jebol juga turut berkontribusi terhadap besarnya volume genangan air. Warga Dusun Karanganom, Isa, 43 tahun, adalah salah satu warga yang menjadi korban banjir akibat luapan air sungai.

Isa mengatakan, saat banjir datang, hewan peliharaan warga seperti sapi dan kambing diungsikan ke tempat yang lebih tinggi. “Ayam, itik, itu hilang hanyut,” ujarnya. Isa sudah akrab dengan banjir rob karena sudah mengalami sejak 18 tahun lalu. Namun kini ia sudah lebih bisa tenang karena ada pelindung berupa tanggul tanah penahan air tersebut. “Alhamdulillah sekarang (banjir) sudah tidak ada,” ujarnya.

Namun, tanggul tanah yang dibangun di barat daya rumah perempuan yang disapa Mak Isa tersebut tidak akan berumur panjang. Dari informasi yang dihimpun ALFIKR, beberapa warga di sepanjang pesisir Kabupaten Probolinggo juga berikhtiar. Ada yang meninggikan pondasi rumah dan kandang ternak, menanam mangrove, membuat tanggul-tanggul darurat dari karung pasir serta kain-kain bekas. Ada juga warga yang memilih pindah rumah.

Kondisi rumah warga di Dusun Karanganom yang pondasinya ditinggikan setengah meter. [alfikr.id/Abdul Haq]

Upaya antisipasi oleh warga itu bukan tanpa dasar. Selain memang sudah menjadi langganan banjir rob, peta risiko yang dibuat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Probolinggo menunjukkan bahwa kawasan pesisir Kabupaten Probolinggo yang terbentang di tujuh kecamatan itu berpotensi diterjang banjir rob.

Peneliti dari Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung, Heri Andreas menilai bahwa tanggul hanyalah solusi sementara. Pasalnya, ia melihat pemicu banjir rob kebanyakan pesisir di Indonesia lebih disumbang laju ambles tanah ketimbang naiknya muka air laut. Menurut riset Heri Andreas, Probolinggo tercatat mengalami land subsidence (penurunan muka tanah) sekitar 1-5 cm per tahun.

“Mungkin 10 tahun ke depan, maksimum 20 tahun ke depan, itu (tanggul, red) solusi. Tetapi sehabis itu nanti problem yang sama akan muncul lagi. Karena tanggulnya ikut turun. Sehingga tinggi tanggul akan berpengaruh terhadap waktu proteksi,” kata Heri Andreas, anggota Tim Geodesi Institut Teknologi Bandung itu.

Heri Andreas menuturkan, solusi jangka panjang yang mesti dilakukan adalah water management (menejemen sumber daya air) yang lebih baik seperti yang diterapkan di luar negeri. Sebab, laju penurunan tanah bisa dikurangi dan dihentikan. Tetapi, harus dipastikan dulu bahwa penyebab penurunan tanah memang karena eksploitasi air tanah. Setelah bisa dikonfirmasi, barulah eksploitasi air tanah dikurangi atau dihentikan dan diganti air di permukaan.

Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah, menyatakan, hal penting yang harus dilakukan dengan kondisi seperti sekarang ini adalah memulihkan fungsi ekosistem pesisir. Karena memakan waktu lama, itu harus dimulai dari sekarang. “Seperti menanam mangrove, misalnya,” ujarnya. Afdillah menilai dalam kurun waktu 5-6 tahun kemudian lahan mangrove itu mampu menopang wilayah pesisir.

Afdillah menyebut pembangunan tanggul tidak akan menyelesaikan masalah. “Seberapa besar kita bisa melawannya (air laut, red). Terutama lagi di  tengah ancaman krisis iklim,” ujarnya. Ia menduga konsesi-konsesi tambak udang modern yang tersebar di pesisir Kabupaten Probolinggo turut menyumbang terjadinya banjir rob. Lebih-lebih kalau pembangunan tambaknya sampai membabat lahan mangrove.

Melihat situasi saat ini, kata Afdillah, upaya lain yang mesti dilakukan adalah memasukkan program menjaga ekosistem pesisir dalam kebijakan-kebijakan strategis seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). “Jadi levelnya juga harus bicara politik dan kebijakan. Selain juga bicara teknis-teknis yang lain,” katanya.

Hanya saja Afdillah menambahkan, mengembalikan fungsi ekosistem pesisir dinilai sia-sia jika ada ancaman dari konsesi tambak udang modern. “Secara strategis di RTRW-nya, pesisir memang harus diganti. Misalnya jadi daerah hutan mangrove atau taman wisata alam. Peruntukan seperti itu memungkinkan wilayah itu terlindungi,” ujarnya.

ALFIKR mendatangi kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Probolinggo yang beralamat di Jalan Raya Dringu No. 81, pertengahan September 2021. Pertanyaan soal degradasi lingkungan dan alih fungsi lahan di pesisir yang diajukan ALFIKR, tetapi belum dijawab dengan dalih sedang dirapatkan bersama pimpinan lembaganya.

M. Sachri Iskandar, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Probolinggo, mengatakan hanya akan menjawab persoalan sampah. Ia beralasan bahwa wilayah pantai dan pesisir merupakan kewenangan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur. “Katakanlah bukan provinsi, itu (yang menangani, red) dinasnya adalah Dinas Perikanan,” ujarnya.

Kepala Seksi Pendayagunaan Pesisir Dinas Perikanan Kabupaten Probolinggo, Yunianto, mengatakan keberadaan tanaman mangrove sebagai upaya mitigasi bencana berdampak sangat besar bagi stabilitas ekosistem pantai. Menurutnya, pemerintah sedang menggalakkan kegiatan penanaman mangrove di wilayah pesisir, terutama di daerah-daerah yang mangrovenya rusak. Pemerintah juga memfasilitasi Pembentukan Kelompok Kerja Pengelolaan Mangrove Kabupaten Probolinggo yang bertugas mengendalikan pengelolaan mangrove. 

Yunianto membenarkan bahwa tanggul bukanlah solusi pemecahan masalah di wilayah pesisir, terutama yang terkait dengan masalah hantaman ombak. “Akan tetapi untuk jangka pendek tanggul berfungsi untuk menahan ombak serta mengurangi abrasi yang parah. Solusi jangka pendek itu, menurutnya, merupakan strategi agar masyarakat pesisir tidak menjadi korban,” kata dia.

Berdasarkan reportase ALFIKR di lapangan, Kelompok Kerja Pengelolaan Mangrove yang dimaksud Yunianto itu tak terlihat. Lahan-lahan mangrove di beberapa desa terlihat dibiarkan begitu saja dan tak dikelola dengan baik. Bahkan ada warga yang justru menyemai dan menanam mangrove secara mandiri. Sama sekali tak ada bantuan pemerintah.  

Pembangunan tanggul memang bukanlah peluru emas yang akan menyelesaikan banjir rob. Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Probolinggo Aries Setyawan menilai, banyak kemungkinan yang menyebabkan tanggul itu bukanlah jawaban. “Apakah adanya penurunan tanah itu tadi atau mungkin efek pemanasan global air laut semakin meningkat?” ujar Aries Setyawan dengan nada bertanya. “Peran akademisi dalam melakukan kajian-kajian terhadap penyebab bencana dan sebagainya itu dibutuhkan sekali.”

Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah melakukan, sosialisasi, dan penyadaran masyarakat atas Desa Tangguh Bencana (Destana). Sekitar 50 Destana dibentuk agar masyarakat mengenali bahaya dan mengurangi risikonya. Empat strategi yang dibuat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kata Aries, menjadi acuan saat ini. “Salah satunya menjauhkan bencana dari masyarakat. Ya membangun tanggul dan menanam mangrove,” ujarnya di kantornya, 21 September 2021 lalu.[]


Sumber: Majalah ALFIKR edisi 34

Reporter: Agus Wahyudi, Badrul Nurul Hisyam, Abdul Haq

Penulis: Abdul Haq


Penulis
Zulfikar
Editor
Zulfikar

Tags :