Petani Pakel Banyuwangi Mengadu ke Bawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial
Selasa, 23 Januari 2024 - 16:31alfikr.id, Jakarta-Konflik agraria menjadi salah satu kasus yang marak terjadi di Indonesia. Salah satunya di Provinsi Jawa Timur. Beradasarkan catatan kasus yang ditangani TeKAD GARUDA setidaknya ada lebih dari lima kasus konflik agraria yang terjadi di Banyuwangi, Jawa Timur.
“Meliputi konflik dengan perkebunan, pemangku kawasan hutan (PERHUTANI) dan pertambangan. Dari kasus tersebut mengakibatkan kriminalisasi terhadap warga yang memperjuangkan hak atas tanahnya,” kata Wahyu Eka Setyawan, Direktur Eksekutif WALHI Jawa Timur dalam keterangan tertulisnya.
Sebelumnya, pada tahun 2021 terdapat tiga warga Desa Alasbuluh, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi yang dikriminalisasi karena protes terhadap dampak tambang. Dua tahun berselang, pada tahun 2023, di Bojonegoro terdapat tiga warga yang juga mengalami kasus serupa.
“Kasus protes terhadap pertambangan ini telah menyebabkan mereka divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Banyuwangi tanpa melihat substansinya,” imbuhnya.
Wahyu menambahkan, hal di atas juga pernah terjadi untuk kasus Tumpang Pitu pada 2018 silam. Budi Pego, salah satu warga yang menolak tambang emas divonis bersalah dengan hukuman 1 tahun penjara meski tanpa bukti. Kata Wahyu, nahasnya hukumannya ditambah oleh Mahkamah Agung saat kasasi sebesar 4 tahun penjara.
Kriminalisasi yang berujung pada penjara ini kembali terjadi pada tiga petani Pakel, Banyuwangi. Wahyu menyebutkan, merek divonis berat 5,6 tahun oleh Pengadilan Negeri Banyuwangi atas tuduhan menyiarkan berita bohon yang menyebabkan keonaran dengan pasal 14 dan 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946.
Atas kondisi tersebut petani Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, yang tergabung dalam Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP) bersama dengan TeKAD GARUDA kembali ke Jakarta untuk melaporkan tindakan tidak adil yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Banyuwangi ke Bawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
“Agenda pelaporan tersebut yakni melaporkan hakim yang menangani kasus kriminalisasi warga tiga Pakel yang diduga melakukan hal yang tidak adil, serta ketidaktelitiannya dalam melihat konteks kasus sehingga menjatuhkan vonis berat 5,6 tahun pada tiga warga Pakel,” jelasnya.
Jauhar Kurniawan, Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, menjelaskan, salah satu yang disoroti adalah majelis hakim yang menangani kasus ini bersikap prejudice yang didasarkan pada sikap hakim yang tidak mempelajari secara teliti dan cermat nota pembelaan yang diajukan oleh kuasa hukum dari TeKAD Garuda sebelum menjatuhkan putusan terhadap terdakwa.
Ia meyakini hakim dalam memeriksa perkara tidak mempertimbangkan pembelaan yang diajukan mengingat seluruh pertimbangan yang tercantum dalam putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi Nomor : 206/Pid.B/2023/PN Byw secara sepihak hanya mempertimbangkan poin-poin dalam surat tuntutan Nomor Registrasi Perkara: PRINT1263/M.5.21.3/Eku/05/2023, sehingga terlapor menurut pelapor tidak memenuhi rasa keadilan dalam menjatuhkan putusan.
“Hakim Pengadilan Negeri juga tidak mempertimbangkan kondisi nyata yang dihadapi warga yakni sedang menghadapi konflik agraria.
Selain itu kami menilai hakim tidak adil, salah satunya dengan melakukan pembatasan pengunjung sidang dilakukan dengan dalih telah disiarkan secara live streaming di kanal Youtube Pengadilan Negeri Banyuwangi, selain itu juga dengan terbatasnya ruang sidang yang pada faktanya cukup untuk lebih dari 20 pengunjung sidang. Selain itu juga membiarkan aparat kepolisian yang secara tugas mengamankan, ternyata turut mengikuti sidang,” terang Jauhar.
Atas hal tersebut, Jauhar mengakatan, TeKAD GARUDA dan Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP) melaporkan hakim pengadilan negeri Banyuwangi karena tidak memiliki keberpihakan. Kami berharap agar segera diproses demi keadilan dan tidak menjadi pola berulang di mana warga selalu dikalahkan di pengadilan atas upaya memperjuangkan hak-haknya.
“Harapan kami ke depannya pengadilan lebih adil dan berpihak pada rakyat,” tegas Jauhar.