Pernyataan Sikap Paguyuban Petani Jawa Timur: Hentikan Kekerasan dan Intimidasi di Desa Pakel

Minggu, 17 Maret 2024 - 18:27
Bagikan :
Pernyataan Sikap Paguyuban Petani Jawa Timur: Hentikan Kekerasan dan Intimidasi di Desa Pakel
Warga Pakel di serang oleh pihak perkebunan dan beberapa lahannya, mereka tebang. [Sumber foto : Instagram/@rukunpakel]

alfikr.id, Probolinggo-  Insiden penyerangan di Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi yang melibatkan sejumlah petugas keamanan dan buruh dari Perkebunan Bumisari. Kejadian tersebut disertai tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap anggota Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP), yang sebagian besar adalah perempuan, pada tanggal 10 hingga 15 Maret 2024.

Padahal, dalam konteks menghalangi lahan antara Perseroan Terbatas (PT) Bumisari Maju Sukses dan RTSP, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah mengeluarkan surat rekomendasi pada tanggal 7 Agustus 2023 dengan nomor : 926/PM.00/R/VIII/2023. Rekomendasi tekanan tersebut kepada PT. Bumisari Maju Sukses agar menghindari tindakan yang berpotensi melanggar hukum dan dapat memicu konflik terbuka dengan masyarakat Desa Pakel, serta mengutamakan pendekatan dialogis melalui mekanisme yang telah disepakati.

Sayangnya, perusahaan-perusahaan perkebunan mengeluarkan aturan-aturan tersebut dan pemerintah Kabupaten Banyuwangi acuh tak acuh, termasuk Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Agraria serta Tata Ruang (ATR)/BPN yang mengabaikan konflik agraria tersebut. Terlebih lagi, permasalahan kini semakin mengarah pada praktik adu domba antara anggota masyarakat, terutama anggota RTSP dan buruh Bumisari.

Apalagi, BPN Banyuwangi sebelumnya dalam surat tertulis pada tahun 2018 menyatakan bahwa Desa Pakel tidak termasuk dalam wilayah Hak Guna Usaha (HGU). Namun, pada tahun 2019, mereka mengubah pendapatnya dengan menyatakan bahwa Desa Pakel masuk dalam wilayah HGU.

Oleh karena itu, tidak ada kejelasan sama sekali dan masyarakat Pakel merasa curiga bahwa wilayah mereka telah diserahkan secara tidak adil melalui HGU tersebut. Selain itu, Negara dinilai tidak adil karena tetap mendukung koperasi, tanpa mempertimbangkan atau membandingkan yang ada di wilayah tersebut saat memberikan HGU.

Dalam pernyataan sikap dari Paguyuban Petani Jawa Timur (Papan Jati), dijelaskan bahwa kejadian ini adalah bagian dari rangkaian dampak konflik agraria. Dipahami bersama bahwa sebagian besar anggota RTSP adalah petani tanpa tanah dan mereka menjadi korban ketidakadilan dalam kepemilikan lahan. RTSP hanya ingin mencapai keadilan dengan memperjuangkan hak mereka atas tanah.

Pernyataan sikap dari Papan Jati meliputi empat hal. Pertama, menyelesaikan insiden kekerasan terhadap para petani dan memperingatkan agar tidak ada upaya yang dilakukan terhadap adu domba sesama masyarakat. Kedua, mendorong pihak kepolisian untuk menyelidiki kasus kekerasan ini secara menyeluruh. Tindakan tersebut dianggap mengancam dan merugikan orang lain, terutama para pelaku yang diduga melakukan kekerasan fisik terhadap petani.

Ketiga, meminta pemerintah Republik Indonesia (RI), khususnya Kementerian ATR/BPN, untuk melakukan evaluasi terhadap HGU-HGU di wilayah yang terkena konflik, terutama di wilayah Pakel. Hal ini karena salah satu akar masalah konflik adalah penerbitan HGU yang dianggap tidak adil. Keempat, meminta Komnas HAM untuk segera mengambil langkah dan memberikan bantuan dalam memfasilitasi penyelesaian konflik agraria tersebut.

Narahubung
Yatno Subandio
Ketua Papan Jati
+62 823-3043-8055

Penulis
Ahmad Rifa'i
Editor
Adi Purnomo S

Tags :