Ra Fahmi Abdul Haq Zaini: Perjalanan Hidup Seorang Pemimpin Sejak Dini

Rabu, 19 Juni 2024 - 03:49
Bagikan :
Ra Fahmi Abdul Haq Zaini: Perjalanan Hidup Seorang Pemimpin Sejak Dini
Ra Fahmi Abdul Haq Zaini. [Dokumen Alfikr]

alfikr.id, Probolinggo- Ra Fahmi Abdul Haq Zaini dikenal sebagai sosok yang aktif sejak kecil. Keaktifannya tersebut, membuatnya sering ditunjuk sebagai ketua kelas oleh teman-temannya. Selain itu, masa kecilnya diwarnai dengan petualangan ke sungai dan hutan, tempat ia bermain dan mengeksplorasi kesukaannya terhadap binatang.

Lahir dan besar di lingkungan pesantren, kehidupan Ra Fahmi, sapaan akrabnya, diwarnai dengan pendidikan agama sejak dini. Beliau memulai pendidikannya di Taman Kanak-kanak (TK) Bina Anaprasa pada tahun 1990-1991, di bawah naungan Pesantren Nurul Jadid. Setelah itu, beliau melanjutkan ke Madrasah Ibtidaiyah (MI) Nurul Mun’im. Namun, baru satu tahun mengenyam pendidikan di MI tersebut, ayahnya memutuskan untuk memindahkannya ke Pondok Pesantren Nurul Qur’an di Kraksaan, Probolinggo.

Di Pesantren Nurul Qur’an, Ra Fahmi menyelesaikan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah dan mulai menghafal Al-Qur’an. Walaupun belum berhasil menghafal 30 juz penuh, semangatnya tidak pernah surut. Beliau terus melanjutkan hafalannya ketika memasuki Madrasah Tsanawiyah (MTs) Nurul Jadid pada tahun 1997-2000.

“30 juz itu kelas tiga Tsanawiyah, jadi proses menghafalnya sekitar 9 tahun,” kenang Ra Fahmi.

Sejak duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah, Ra Fahmi sering kali menjadi juara kelas. Kemampuan akademiknya membuatnya selalu diminta menjadi ketua kelas dan perwakilan dalam lomba cerdas cermat, serta delegasi di Musabaqah Tilawatul Qur’an (MTQ) tingkat Provinsi.

Menariknya, meski beliau adalah putra seorang Kiai, Ra Fahmi tidak membatasi pergaulannya di pesantren. Beliau berteman dengan semua kalangan santri tanpa memandang latar belakang. Sikap proaktifnya membuat teman-temannya sering mempercayai beliau sebagai pemimpin dalam setiap komunitas.

“Saya selalu menjadi pimpinan,” ujarnya saat diwawancarai ALFIKR.

Kisah hidup Ra Fahmi Abdul Haq Zaini sejak kecil menunjukkan bagaimana sifat kepemimpinan dan semangat belajar yang tinggi dapat membawa seseorang mencapai prestasi dan dihormati oleh lingkungan sekitarnya.

Awal Mengenal Organisasi

Saat mengenyam pendidikan di Madrasah Aliyah (MA) Nurul Jadid antara tahun 2000 hingga 2003, Ra Fahmi mulai mengenal dunia organisasi. Ketika itu, teman-temannya mencalonkan beliau untuk menjadi ketua OSIS. Pengalaman berharga yang diperoleh selama menjabat sebagai ketua OSIS sangat mempengaruhi cara pandangnya hingga saat ini.

Setelah menyelesaikan pendidikan di MA, Ra Fahmi memutuskan untuk mengikuti kursus Bahasa Inggris selama satu tahun di Pare, Kediri, Jawa Timur. Selama di sana, beliau juga mempelajari ilmu Alat di Pesantren Alabama, Gedangsewu, yang diasuh oleh Kiai Baidlowi.

Selesai kursus Bahasa Inggris, Ra Fahmi melanjutkan pendidikannya ke Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta (sekarang UIN), pada tahun 2004-2009. Sebelumnya, beliau sempat mendaftarkan diri di Universitas Islam Indonesia (UII) dan diterima di jurusan hukum. Namun, beliau merasa kurang cocok dengan jurusan tersebut.

Selama menjadi mahasiswa di IAIN, Ra Fahmi tidak tertarik untuk bergabung dengan organisasi internal maupun eksternal. Meskipun demikian, beliau tetap bergaul dengan mahasiswa yang aktif dalam berbagai organisasi.

“Saya merasa kalau kemudian masuk pada satu organisasi tertentu itu membatasi pergaulan saya, jadi saya memang enggak spesifik masuk pada satu organisasi,” terangnya saat diwawancarai.

Meskipun tidak tergabung dalam organisasi formal, Ra Fahmi aktif dalam berbagai kajian informal. Salah satunya adalah Forum Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) di Yogyakarta. Beliau juga sering mengikuti diskusi bersama teman-temannya dalam kajian Emha Ainun Najib, yang lebih dikenal sebagai Cak Nun. “Saya aktif di Maiyah,” jelasnya.

Banyak hal yang diperoleh Ra Fahmi dari komunitas Maiyah. Pengalaman-pengalaman tersebut mempengaruhi cara pandang dan pola berpikirnya. Selain itu, melalui kajian Maiyah, beliau bertemu dengan berbagai orang dari latar belakang yang berbeda. Meskipun berasal dari lingkungan pesantren, beliau bersyukur bisa berkenalan dan berdiskusi dengan banyak golongan.

Ketertarikan Ra Fahmi terhadap komunitas Maiyah didasari oleh kekagumannya terhadap sosok Cak Nun yang selalu menggaungkan kemanusiaan. “Itu pelajaran berharga yang paling penting yang bisa saya ambil,” tuturnya.

Pada tahun 2004, Ra Fahmi memulai perjalanan akademiknya di jurusan Adab di IAIN Sunan Kalijogo. Namun, setahun kemudian, beliau memutuskan untuk pindah ke jurusan Sejarah Peradaban Islam pada tahun 2005. Tidak berhenti di situ, perjalanan akademiknya kembali berubah arah pada tahun 2009 ketika beliau memilih untuk mendalami ilmu Akidah Filsafat di Fakultas Usuluddin.

Tahun 2009 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi Ra Fahmi. Di tengah kesibukannya menimba ilmu, kabar duka datang menghampiri. Ayahandanya, Kiai Abdul Haq Zaini, wafat. Kehilangan tersebut membawa perubahan besar dalam hidupnya. Untuk lebih dekat dengan keluarganya dan Pesantren Nurul Jadid di Probolinggo, Ra Fahmi memutuskan untuk pindah kampus ke IAIN Surabaya (sekarang UIN Sunan Ampel).

Keputusannya untuk pindah ini bukan hanya sekedar urusan akademis, tetapi juga bentuk baktinya kepada keluarga dan pesantren yang menjadi bagian penting dalam hidupnya. Perjalanan Ra Fahmi menggambarkan dedikasi yang tinggi terhadap pendidikan dan tanggung jawab keluarga, menunjukkan bagaimana seorang akademisi muda menghadapi tantangan hidup dengan keteguhan hati.

Melanjutkan Warisan Sesepuh dan Mengabdi untuk NU

Ra Fahmi Abdul Haq Zaini saat ini aktif di Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Paiton dari tahun 2022 sampai sekarang. Sikap ini beliau ambil bukan tanpa alasan. Ra Fahmi ingin meneruskan perjuangan para sesepuh Pondok Pesantren Nurul Jadid yang berpaham Nahdlatul Ulama (NU). Selain itu, dorongan kuat untuk aktif di NU juga datang dari perjuangan sang kakek, KH. Zaini Mun’im, yang merupakan salah satu pendiri Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Kraksaan.

“Kalau saya enggak salah mungkin Syuriyah pertama di PCNU Kota Kraksaan,” terang Ra Fahmi, mengenang peran penting kakeknya dalam organisasi tersebut.

Selain aktif di NU, Ra Fahmi juga menjabat sebagai bendahara di Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah (JATMAN) Kota Kraksaan (2023-2028). Menurutnya, tidak ada alasan untuk tidak aktif di NU. Bahkan, Kiai Zaini dalam sebuah syairnya menyarankan baik keturunan ideologis maupun biologis untuk meneruskan perjuangan di NU.

“Saya kira itu sudah digariskan. NU ini pesantren besar dan pesantren itu adalah NU kecil. Jadi saya memang punya ikatan emosional yang sangat besar,” ungkapnya penuh keyakinan.

Ra Fahmi memang selalu berupaya menjaga tanggung jawabnya di Pondok Pesantren Nurul Jadid. Sejak melanjutkan pendidikan di Surabaya, beliau mulai mengabdi di pesantren yang didirikan oleh kakeknya. Pada masa itu, Ra Fahmi diberi amanah menjadi Kepala Biro Keamanan dan Ketertiban serta Kepala Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Nurul Mun’im. Karena memiliki tugas yang berat, beliau memutuskan pindah perguruan tinggi ke Institut Agama Islam Nurul Jadid (IAINJ) yang sekarang menjadi Universitas Nurul Jadid (UNUJA).

Saat berada di lingkungan Nurul Jadid, beliau kemudian dipindahkan menjadi Kepala Biro Kepesantrenan selama lima tahun. Setelah itu, Ra Fahmi dipercaya menjadi Kepala Biro Usaha (sekarang Bidang Usaha). Hingga akhirnya, beliau menjabat sebagai Kepala Biro Pengembangan di Nurul Jadid.

“Selesai di Biro Pengembangan, dikembalikan lagi ke Biro Kepesantrenan. Kemudian selesai di Biro Kepesantrenan dipindah lagi, hari ini, sebagai Kepala Biro Pekerja Umum dan Lingkungan Hidup (PULH),” ungkapnya tentang perjalanan karirnya di pesantren.

Saat ini, Ra Fahmi juga aktif sebagai anggota Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tahun 2024. Beliau terus mengabdikan diri demi keberlangsungan NU dan warisan perjuangan keluarganya, menjadikan pesantren dan organisasi ini tetap lestari dan berkembang.

Penulis
Ibrahim La Haris
Editor
Adi Purnomo S

Tags :