Mengenal Sosok Toan Karaeng Taher
Kamis, 25 Juli 2024 - 07:21Toan Karaeng Taher, sosok kharismatik pejuang dakwah
Islam yang berhaluan Ahlusunnah Wal Jamaah. Ia merintis Nahdlatul Ulama (NU) di
Masalembu sekaligus menjadi ketua NU pertama di pulau tersebut. Kisah
perjuangannya, hampir tergelam oleh arus sejarah. Berikut laporan wartawan
ALFIKR Zainul Hasan R/Dian Prasetyo di majalah edisi 33.
alfikr.id, Sumenep-Dikenal dengan sebutan Toan Karaeng Taher oleh masyarakat
Masalembu. Nama aslinya Sayyid Yahya As-Sumbul dari Makkah tepatnya di Kampung
Jarwal sebelah barat Arab Saudi. Putra kedua orang tua yang memiliki darah
Timur Tengah dan keturunan raja.
Ayahnya bernama Abdullah berasal dari Kmpaung Jarwal makkah dan ibunya
keturunan Raja Bone, bernama Baheng yang hari ini daerahnya dikenal dengan nama
Tomadio, Sulawesi Barat. Walau hanya sebentar, Pulau Dewakang menjadi tempat
lahirnya tokoh kharismatik ini.
Toan Karaeng Taher memiliki putra yang samapi saat ini masih melanjutkan
perjuangan dakwahnya di Masalembu, yaitu H. Muhammad Tohirin. Ia bercerita,
atas perintah abahnya untuk menuntut ilmu ke Makkah. Di sana, ia dikenalkan
dengan sanak keluarga oleh abahnya yang berada di kampung Jarwal, Makkah.
Selain dikenal sebagai tokoh kharismatik di Masalembuh, Toan Karaeng Taher memiliki banyak marga melalui istri-istrinya. Dengan istri pertama yang berdarah Bugis ia dikaruniai delapan anak. Setelah istri pertama wafat, ia pun menikah lagi dengan orang Mandar dan dikarunia empat anak.
Namun takdir berkata lain, istri keduanya wafat. Ia pun menikah untuk yang
ketiga kalinya, dengan perempuan berdarah Bugis dan dikarunia sembilan anak.
Lagi Toan Karaeng Taher harus kembali merelakan istrinya, ia menikah untuk yang
terakhir dengan perempuan berdarah Jawa setelah istri ketiganya juga wafat, ia
tidak dikarunia keturunan lantaran sudah lanjut usia.
Di samping banyak memiliki keturunan marga juga disegani akan
kekharismatikanya oleh warga, H. Muhammad Tohirin juga bercerita ketikah abahnya pernah menjadi
buruan anak buah kahar Muzakkar di Masalembu. Bermula di Sulawesi beringsut ke
Kalimantan hingga tiba di Masalembu.
“Sudah ingat saya itu, karena saya lahir 1947. Sudah ingat akan
cerita-cerita itu. Warga banyak yang lari kehutan. Dan rumah abah setiap malam
hujan batu. Akhirnya, beberapa bulan abah dan saya pergi dan saya pergi ke
Gersik, disana hanya beberapa bulan saja,” kenangnya.
Toan Karaeng Taher juga dikenal dengan karomah dan kesaktiannya. Menurut pitutur
masyarakat Suku Mandar kepada ALFIKR, di perairan Pulau Masalembu sering
terjadi kapal besar kandas dan karam.
“Waktu itu kapal pelni kandas di atas batu. Di Kampung Ra’as dekat dengan
Kampung Ambulung. Setelah itu datang semua camatnya, kaptennya, ABK-nya, minta
tolong. Setelah itu tamu-tamunya disuruh duduk dulu. Saya mau ambil wudhu, mau
salat. Lalu Toan Karaeng Taher menghampiri kapalnya dan duduk di belakang
kapal.”
Sambil lalu membaca bacaan. Ia berdiri mengitari kapal tiga kali, lanjut
Abdul Hanang, “kemudian abah memberikan aba-aba melalui gerak tangan. Tangannya
dinaikkan sesuai aba-aba tadi. Ketika mesin dihidupkan, kapal tersebut lansung
loncat dari batu,” ceritanya.
Sejak kejadian itu Toan Karaeng Taher dikenal Masyarakat. Banyak awak kapal
atau nelayan yang sekedar sowan ke kediamannya atau untuk meminta doa agar
terhindar dari marabahaya.
Dalam hal dakwah, Toan Karang Taher selalu mengajarkan pola tingkah laku
yang baik (Ahlak), agar terciptanya rasa aman antar sesama. Karena bagi
masyarakat Masalembu, rasa aman adalah segalanya.
Dengan berlandaskan pemahaman Ahlusunna Wal Jamaah, menurut pemaparan H.
Muhammah Tohirin, Toan Karaeng Taher merintis Nahdlatul Ulama (NU) di Masalembu
sekaligus sebagai ketua NU pertama di pulau tersebut.
“Awalnya dari Surabaya, bukan di Jakarta, baru setelah itu pindah ke
Jakarta. Namanya abah dikenal oleh pengurus-pengurus di Surabaya, oleh karena
itu abah disarankan untuk merintis (NU, red),” paparnya kepada ALFIKR.
Selain itu, mengingat di Masalembu belum ada sarana ibadah yang layak, Toan
Karang Taher menyarankan kepada masyarakat untuk membangun sebuah masjid. Masyarakat
pun gotong-royong, mulai dari sumbang-menyumbang uang hasil panen kelapa hingga
hasil laut.
“Beliau yang pertama mendirikan masjid di Masalembu, sebelumnya tidak ada. Kemudian yang kedua itu Masjid Jami’Baitul Atiq di Kampung Ra’as, dan Masjid Baitul Tathir,” ungkap H. Muhammad Tohirin, putra dari Istri kedua Toan Karang Taher ini.
Selain mengajarkan akhlak yang baik, Toan Karang Taher yang telah mendapat kepercayaan penuh karena karamah dan kesaktiannya menjadi tenaga pengajar di salah satu sekolah kecil di Pulau tersebut. “Yang diajarkan itu ya tulis menulis Al-Qur’an dan memperbaiki bacaan Al-Qur’an, ilmu Tajwid,” tandas Abdul Hanang, adik dari Muhammad Tohirin.
Sumber: Majalah ALFIKR edisi 33
Penulis: Zainul Hasan R/Dian Prasetya