Warga Palestina menggunakan Pasir Sebagai Pengganti Sabun.
Sabtu, 27 Juli 2024 - 11:02alfikr.id, Palestina- "saya tidak dapat membeli deterjen kebersihan lantaran harganya yang sangat tinggi," ungkap Om Falah, salah satu seorang wanita Palestina kepada The New Arab (TNA).
Om Falah menambahkan, untuk membeli setenga sabun cair (buatan lokal) saya butuh sekitar Rp. 320,000 sedangkan saya hanya punya tiga dolar saja untuk bisa di belanjakan. "Hari demi hari situasi kian tragis dan kami tak sanggup menanggungnya," terangya seperti yang di lansir dari halaman inilah.com.
Hal ini diakibatkan lanataran penyebrangan menuju jalur Gaza di tutup oleh Israel sehingga pasar-pasar di Jalur Gaza mengalami kekurangan produk pembersih higienis.
Krisis tersebut membuat beberapa tokoh yang menyediakan beberapa produk harus dijual dengan harga yang sangat tinggi, terkadang mencapai lebih dari 20 kali lipat dari harga sebenarnya.
Dengan harga yang melambung tinggi membuat masyarakat kesulitan untuk membeli kebutuhan dasar, terutama makanan, air, listrik, obat-obatan, perlengkapan medis, serta produk sanitasi dan pembersih.
Dengan harga yang tinggi, Om Falah melanjutkan, saya terpaksa menggosok tubuh anak-anak dengan pasir untuk membantu membuang kotoran dari tubuh mereka dan kemudian memandikannya dengan air laut. Ini sebenarnya tradisi lama yang dilakukan orang-orang sini.
"Tak ada pilihan lain warga palestina, meskipun pasir tersebut suda tercemar lantaran orang orang yang mengungsi disini harus buang air di pasir," terangnya.
Tak hanya Om Falah, hal serupa juga di rasakan oleh ibu tiga anak berusia 35 tahun, Hanan Harb dari Kota Gaza, ia juga menggosok tubuh anak-anaknya menggunakan pasir dengan harapan dapat meringankan dan melindungi mereka dari penyakit kulit yang dideritanya selama berminggu-minggu.
"Saya tidak bisa buat apa-apa ketika anakku menjerit kesakitan lantaran penyakit kulit yang menimpahnya. inilah yang mendorong saya untuk menggunakan pasir sebagai pengganti deterjen," katanya.
"Perang telah merampas semua pilihan yang mungkin bisa kami dilakukan," tambahnya.
Hal serupa juga di alami Ibtisam al-Sayyid dari kamp Nuseirat di Jalur Gaza tengah, ia terpaksa menggunakan pasir sebagai sarana membersihkan peralatan memasak, lantaran kurangnya sabun dan produk pembersih.
"Sebelumnya saya berhemat menggunakan bahan pembersih agar dapat bertahan selama mungkin. Namun, bahan-bahan tersebut suda habis. Untuk membeli sabun saja saya tak punya cukup uang," teranganya.
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan organisasi medis di Gaza juga mencatat bahwa ratusan ribu warga Palestina saat menderita berbagai penyakit kulit. Hal ini di akibatkan lantaran kurangnya sanitasi yang layak. Selain itu, minimnya air, dan produk pembersih.
"Banyak sampah yang menumpuk di seluruh Jalur Gaza dan nyamuk, lalat, dan tikus menyebar, bersama dengan penyakit dan epidemi," kata UNRWA dalam pernyataan pers.
Menurut Dokter spesialis kulit dan kosmetik Nazir Abu Rahma, kelangkaan bahan pembersih tersebut yang menyebabkan merebaknya penyakit "eksim" (kondisi yang menyebabkan kulit kering, gatal, dan meradang). Selain itu, penggunaan bahan pembersih dalam negeri yang tidak aman dan belum diketahui komposisinya.
"Menyebarnya kutu rambut lantaran minimnya air dan sulitnya mandi di tenda pengungsian, serta merebaknya jamur akibat tingginya suhu panas dan tingginya kelembapan di dalam tenda," terang Abu Rahma.