Perempuan Pesisir Memanfaatkan Tanaman Mangrove

Minggu, 15 September 2024 - 23:58
Bagikan :
Perempuan Pesisir Memanfaatkan Tanaman Mangrove
Potret produk KWTN stick jeruju dalam kemasan. [alfikr.id/Ahmad Rifai]

alfikr.id, Probolinggo- Bermula dari cerita leluhur pendahulu di desanya dalam mengkonsumsi pohon mangrove. Itu motivasi awal yang dipegang Sumiati, koordinator pengelola makanan dan minuman dari mangrove Kelompok Wanita Tani Nelayan (KWTN) Duta Harapan, asal Dusun Kramat, Desa Randutatah, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo. 

Meski sebagian warga meremehkan olahan mangrove tersebut, wanita 37 tahun ini tetap gigih berusaha dan membuktikan kepada warga sekitar rumahnya bahwa ia mampu memproduksi makanan serta minuman berbahan pohon mangrove.

Tak hanya masyarakat, kata Sum, panggilan akrabnya, pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo sama-sama meragukan kualitas produk itu. “Apa sih mangrove itu, jangan aneh-aneh bikin olahan,” kenang Sum, tatkala mengurus izin usaha dan edar pada Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo.

Sum mengisahkan, dulu sebelum mendirikan KWTN, ia bersama saudaranya dan beberapa temannya memikirkan cara agar mangrove memiliki nilai jual tinggi serta mempertimbangkan apakah buah atau daun mangrove dapat dijadikan olahan makanan dan minuman sehari-hari. Kemudian, sejak tahun 2015 berdirilah KWTN. Pada saat itu, dipelopori oleh Sum sebagai koordinator pengelola, Wiwit Homsiatun sebagai ketua kelompok, dan 15 orang anggota perempuan lainnya.

Dalam proses produksi makanan dan minuman dari mangrove, kelompok KWTN tidak asal buat. Awalnya, sekitar tahun 2014 Sum dan anggota KWTN mengikuti pelatihan di Pantai Duta Desa Randutatah yang menghadirkan ibu Luluk dari Surabaya. Pada kesempatan tersebut, ibu Luluk menjelaskan kepada peserta bahwa pohon mangrove bisa dijadikan olahan tepung.

Potret produk koro sembunyi dan stick jeruju. [alfikr.id/Ahmad Rifai] 

Setelah itu, Sum bersama anggota lainnya melihat adanya peluang menjadikan tepung yang berasal dari mangrove sebagai tambahan pangan. Terbukti, pertama kali kelompoknya mencoba tepung itu diolah menjadi makanan stick jeruju. “Waktu itu yang mencicipi tetangga, ternyata responnya baik. Karena stick jeruju berhasil, baru berinovasi membuat produk lain,” ujarnya.

Biasanya, KWTN memilih jenis mangrove pidada merah (bogem), avicennia, daun mangrove jeruju, serta blueguera dalam pembuatan produk makanan dan minuman. Terdapat beberapa tahapan dalam pengerjaannya, Sum menyebutkan, ketika mangrove sudah diambil, dibersihkan terlebih dahulu, lalu dikupas, direbus, dibuang air rebusnya dan diganti air biasa dicampur garam, kemudian penawaran (tawar).

Lalu untuk menuju tahap penawaran tersebut, setiap satu jam air lama diganti dengan air baru sampai waktu tiga hari. Kemudian, buah dan daun mangrove dapat diproduksi. Sebenarnya pembuatan produk ada dua cara, langsung diolah atau masih dijemur. Apabila dijemur membutuhkan waktu selama dua, tiga, hingga empat hari. Sementara peralatan pendukung produksi terdiri dari kompor, wajan, panci, selep, blender, mixer, dan cetakan-cetakan.

KWTN sampai saat ini memiliki produk olahan berbagai macam baik makanan dan minuman, mulai dari teh jeruju, kopi mangrove, stik jeruju, rumput laut jeruju, koro sembunyi, cendol, dan kerupuk. Dari pelbagai produk, masing-masing berbeda dalam hal harga, seperti cendol satu gelas seharga Rp 5.000, kerupuk per pcs Rp 20.000, stick jeruju Rp 10.000, rumput laut jeruju Rp 10.000, dan koro sembunyi per pcs Rp 10.000.

Menurut cerita Sum, tatkala pemasaran kelompoknya menerapkan dua pola. Pertama, pembeli melakukan pemesanan yang biasanya jumlahnya banyak. Kedua, pembeli langsung datang sendiri ke rumah produksi. Selain penjualan dalam bentuk itu, kadang Sum dan teman kelompoknya menitipkan produk ke warung-warung sekitar Probolinggo. “Pemasaran ini sebenarnya sudah di luar Paiton, cuma namanya penjualan itu ya adalah tipu-tipu dikit udah down kita,” ungkapnya.

Sedangkan dalam perizinan produk, Sum menambahkan, semua produksi sudah memiliki izin. Pada tahun 2016, KWTN mengurus izin edar dan usaha kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo yang berupa Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-PIRT). Kata Sum, setiap 4 tahun sekali perizinan ini diperpanjang.

Sebetulnya ketika maraknya Covid-19, sejak tahun 2019 itu KWTN selama dua tahun tidak aktif dalam memproduksi. Bahkan, berpengaruh pula pada anggota kelompok yang sekarang hanya tersisa 5 orang, termasuk Sum salah satunya.

Potret Sumiati ketika ditemui alfikr.id. [alfikr.id/Ahmad Rifai] 

Namun, sesudah kejadian tersebut, pihak PT YTL Jawa Timur Paiton II Power Station membantu untuk menghidupkan kembali produksi di KWTN. Bantuan itu berbentuk pembiayaan, peralatan, dan kebutuhan lainnya.

PT YTL menurut pengakuan Sum, tidak seterusnya memberikan sumbangsih kepada KWTN. Terbukti sedari tahun 2022, kelompoknya Sum mandiri dalam pembiayaan semua produksi. Pada lumrahnya, sekali membuat produk yang beragam KWTN menghabiskan modal sebanyak Rp 500.000. “Kalau sekarang udah malu minta ke PT YTL,” jelasnya.

Sedangkan untuk keuntungan kelompok itu tidak menentu, tergantung dari banyak dan sedikitnya pembelian produk olahan mangrove. Tentu, hal tersebut berkaitan dengan bagaimana anggota KWTN mendapatkan upah dalam bekerja. Sistem upah dalam kelompok, Sum menjelaskan, mulai dari awal berdirinya KWTN hingga sekarang kita sudah berkomitmen dan kesepakatan masalah penghasilan itu tergantung siapa yang paling sulit pekerjaannya, maka dia paling banyak upahnya.

Meskipun pekerjaan ini sampingan, itu tidak membuat Sum dan anggota KWTN pesimis dalam menjalankan kegiatan produksinya. Intinya, bagi Sum, kita mau memberdayakan perempuan-perempuan yang berada dipesisir. Disisi lain, Sum berharap, adanya keterlibatan pemerintah khususnya pada persoalan pemasaran. “Sebenarnya kita ini tidak terlihat, apalagi mangrove ini dianggap tabu,” jelasnya.

Padahal, menurut Sum, mangrove memiliki peran penting untuk masyarakat pesisir. Selain dapat dijadikan olahan makanan dan minuman, pohon mangrove melindungi dan sebagai penanggulangan jika terjadi abrasi. 

Penulis
Khoirul Anam
Editor
Ahmad Rifa'i

Tags :