Ramah Lingkungan atau Ancaman Tersembunyi? Transparansi PLTSa Benowo Dipertanyakan
Selasa, 22 Juli 2025 - 12:10
alfikr.id, Probolinggo- Kota Surabaya terus menunjukkan geliat pembangunan yang
pesat, termasuk dalam sektor pengelolaan sampah. Salah satu proyek andalan yang
kerap diklaim sebagai solusi modern dan ramah lingkungan adalah Pembangkit
Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Benowo. Proyek ini disebut-sebut sebagai
terobosan dalam mengatasi persoalan sampah sekaligus menghasilkan energi.
Namun, di balik klaim keberhasilan tersebut, muncul kritik
tajam dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur. Sorotan utama
mereka bukan pada teknis pembangunan, melainkan pada aspek yang kerap luput
dari perhatian publik: transparansi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) proyek PLTSa Benowo.
Kritik WALHI bermula dari upaya mereka untuk mendapatkan
salinan dokumen AMDAL PLTSa Benowo. Pada 24 Agustus 2022, WALHI secara resmi
mengirimkan surat permintaan kepada Pemerintah Kota Surabaya. Surat tersebut
diterima lima hari kemudian oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi
(PPID) Kota Surabaya.
Namun, bukannya memberikan dokumen yang diminta, PPID justru
mengeluarkan surat penolakan. Langkah ini memunculkan pertanyaan serius:
mengapa dokumen AMDAL, yang seharusnya menjadi hak publik, justru
ditutup-tutupi? Padahal, proyek seperti PLTSa Benowo berdampak langsung
terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat, sehingga keterbukaan informasi
menjadi sangat penting.
Mengutip dari laman informasi@walhijatim.org, Pemkot Surabaya
menolak membuka dokumen tersebut dengan alasan mengacu pada Pasal 40 ayat (1)
huruf a Undang-Undang Hak Cipta dan Pasal 17 huruf b Undang-Undang Keterbukaan
Informasi Publik. Artinya, dokumen tersebut dianggap sebagai informasi yang
dilindungi hak ciptanya dan dapat membahayakan kepentingan umum jika dibuka.
Tak tinggal diam, WALHI menanggapi penolakan itu dengan
mengirimkan surat keberatan pada 19 September 2022. Namun hingga awal November
2022, tak ada tanggapan dari pihak terkait. Situasi inilah yang akhirnya
mendorong WALHI membawa perkara tersebut ke Komisi Informasi Provinsi Jawa
Timur pada 9 November 2022.
“Penolakan Pemkot terhadap permohonan ini merupakan preseden
buruk dalam upaya mewujudkan keterbukaan informasi publik dan perlindungan hak
atas lingkungan hidup yang sehat,” tulis WALHI dalam laporannya.
Secara hukum, WALHI memiliki pijakan yang kuat. Merujuk Pasal
1 ayat (11) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), dokumen AMDAL termasuk dalam kategori
informasi lingkungan hidup yang wajib diumumkan kepada masyarakat. Selain itu,
Pasal 11 ayat (1) huruf c UU Keterbukaan Informasi Publik juga mengamanatkan
agar pemerintah menyediakan informasi mengenai rencana dan program yang
berdampak langsung terhadap publik.
Tak hanya itu, WALHI juga mengutip sejumlah putusan Mahkamah
Agung yang secara tegas menyatakan bahwa dokumen AMDAL adalah informasi
terbuka. Karena itu, mereka menilai bahwa PLTSa Benowo merupakan proyek
berisiko tinggi, namun justru minim transparansi serta keterlibatan publik.
“Sampai hari ini, masyarakat tidak memiliki akses terhadap hasil
uji risiko, baku mutu udara, maupun mekanisme pengawasan lingkungan proyek
PLTSa Benowo,” tegas WALHI.
Dengan berbagai fakta ini, pertanyaan penting pun muncul: benarkah PLTSa Benowo benar-benar ramah lingkungan, atau justru menyimpan ancaman tersembunyi? Tanpa transparansi informasi, sulit bagi masyarakat untuk menilai secara objektif manfaat dan risiko dari proyek yang berdampak luas ini.