Khusyu'
Minggu, 21 September 2025 - 16:29
alfikr.id, Probolinggo- Meski judul ini terdengar sederhana, maknanya sangat mendalam. Penerapannya dalam ibadah bukanlah perkara mudah. Butuh waktu, kesungguhan, dan latihan terus-menerus.
KH. Moh. Zuhri Zaini dalam tulisannya di majalah ALFIKR menjelaskan bahwa khusyu' bukan sekadar istilah. “Ia adalah jiwa dari ibadah. Sebagai jiwa, khusyu' menentukan corak dan kualitas ibadah seseorang,” tulisnya.
Beliau mencontohkan, ketika melihat seseorang salat atau berzikir dengan tenang, kepala tertunduk, dan mata terpejam, mungkin kita berkesimpulan, “Alangkah khusyu'nya dia.” Namun, menurut Kiai Zuhri, itu baru tampak luar. Hakikat khusyu' sejati ada di dalam hati.
Khusyu' yang sebenarnya adalah tunduknya hati sepenuhnya kepada Allah SWT. Di dalamnya ada rasa takut, hormat, malu, dan penuh harap.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda saat melihat seseorang bermain-main dengan jenggotnya ketika salat: “Andaikan hati orang ini khusyu', niscaya tubuhnya pun akan khusyu'.” Sabda ini menegaskan bahwa khusyu' dimulai dari hati, lalu tercermin dalam sikap dan gerakan tubuh.
Imam Al-Ghazali menyebut enam unsur dalam membentuk kekhusyu'an : Hudurul Qalbi, hadirnya hati saat ibadah. Tafahhum, memahami makna bacaan dan gerakan salat. Ta’zhim, merasakan kebesaran Allah dalam setiap amal. Haibah, rasa kagum dan takut atas kekuasaan-Nya. Raja’, mengharap rahmat dan pahala dari Allah. Haya’, rasa malu atas dosa dan kelemahan diri.
Unsur-unsur tersebut tumbuh dari keimanan yang kuat dan pengenalan yang mendalam (makrifat) terhadap Allah. Juga kesadaran akan kelemahan diri di hadapan kekuasaan-Nya.
Di antara semua ibadah, salat adalah yang paling membutuhkan kekhusyu'an. Seba, salat bukan hanya rutinitas, tapi momen perjumpaan antara hamba dan Tuhannya. Allah SWT berfirman: “Dirikanlah salat untuk mengingat-Ku.” (QS. Tha Ha: 14)
Berbeda dari puasa, zakat, atau haji yang memiliki banyak dimensi sosial, inti salat adalah zikir dan kesadaran penuh. Tidak mungkin seseorang disebut sedang berdialog dengan Tuhannya jika ia tidak memahami apa yang diucapkannya dalam salat.
Kiai Zuhri menegaskan, jika sifat khusyu' telah tumbuh dalam hati, maka pengaruhnya akan tampak dalam perilaku. Meski belum bisa khusyu' dalam setiap gerakan dan ucapan, setidaknya sifat itu tidak hilang saat bermunajat kepada Allah.
“Semua itu harus dimulai dengan latihan yang terus-menerus dan perenungan yang mendalam (tafakur),” tulis beliau.