Gipo, Owner Cangkir Alit; Yang Penting Halal Asal Tak Nakal
Selasa, 30 April 2019 - 22:19PAITON-ALFIKR.CO - Warung kopi merupakan tempat menghilangkan penat, atau bagi sebagian orang bisa dibilang “mencari kebahagian dalam secangkir kopi”. Namun pernahkah kita berfikir, bahwa pemilik warung kopi justru mengawali bisnisnya dengan kegelisahan?
Cangkir Alit, nama warung kopi (warkop) yang tak asing di telinga penikmat kopi se-Paiton raya. Dengan kopi garangannya, Slamet (54) memulai bisninya pada tahun 2011. Bermodal hasil tabungan yang dikumpulkan dari pekerjaan “serabutan” di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton menjelang 2006.
“Tahun 2008, ketika pas jadi kuli di PLTU, saya sempat di tuduh nyuri kabel. Besok harinya saya di panggil sama manajer. Ketika di tanya, saya bilang tidak, karena memang gak nyuri,” kisah om Gipo, panggilan akrab Slamet.
Ia juga bercerita pernah menjalan profesi sebagai sopir di salah satu perusahan. “Sejak saat itu (dituduh mencuri) saya diangkat jadi sopir lagi,” ungkapnya kepada ALFIKR.CO
Mulanya, dengan hobi nongkrong, om Gipo sudah ada cita-cita ingin memiliki bisnis sendiri, namun masih tak ada rencana membuka warung kopi. “Karena jadi sopir kadang gak ada benarnya, salah terus dimata juragan,” keluhnya.
Pria asal Gresik ini mengaku tidak memiliki basis bisnis, “lah wong dari dulu kerja saya sopir.” Namun lambat laun, pria kelahiran bulan Agustus ini merasa bosan dengan profesi sopir dan ingin berkumpul bersama keluarga.
Kegelisahan-kegelisahan itu kian meyakinkan om Gipo untuk merintis bisnis, “Kalo kata Bob Sadino kan sekecil apapun usahamu, kamu adalah bosnya,” ujarnya. Pernyataan itulah yang menggelitik pikiran om Gipo, “Saya memang gak suka dikekang, makanya ketika menjadi sopir, saya ambil sopir freelance,” sambungnya.
Tepat pada 2011, dengan model cangkrukan dan menyewa sepetak tanah pada salah satu sanak familinya, om Gipo memulai merintis Cangkir Alit. Namun tak puas di situ, pria beranak 3 ini mulai memutar otak agar warungnya tak gulung tikar lebih awal.
Dorongan agar warungnya harus berani beda dan harus memiliki identitas, serta dengan mulai belajar meracik kopi, akhirnya “kopi garangan” lahir dan hanya satu-satunya di Indonesia. “Kalau kopi luwak sudah tersebar dimana-dimana, makanya reflek aja saya namai garangan” ujarnya ketika ditanya soal nama.
Bukan tanpa tantangan, tahun 2014, karena ada konflik, cangkir alit yang awalnya berada di sisi selatan, Jln. Raya Surabaya-Situbondo. Akhirnya harus pindah ke sisi utara. Konflik yang lumrah terjadi ketika ada orang yang tak senang melihat usahanya ramai.
Namun, ketika sudah berada di sisi utara, justru cangkir alit semakin rame, dan semakin menarik para pengendara untuk sekedar mencicipi kopi garangan. “Langganan pertama saya itu sopir-sopir travel, Alhamdulillah sampai sekarang masih setia,” selorohnya sambil tertawa
Seiring berjalannya waktu, Cangkir Alit semakin melebarkan sayapnya dengan membuka cabang yang diberi nama Angkringan Kopi Cangkir, “Jika tidak bisa menambah, setidaknya bisa mempertahankan. Namanya orang cari rejeki yang penting halal asal tak nakal,” harapnya.