Melukis Sketsa Wajah Yek Kumai Hidupi Keluarganya
Selasa, 24 Mei 2016 - 20:22YOGYAKARTA, ALFIKR.co - Malioboro, Jogjakarta tak pernah sepi. Malam ini, seorang pengamen jalanan menyanyikan lagu Don't Forget to Remember Me, ciptaan The Bee Gees, mengalun merdu diiringi petikan gitar akustik si pengamen.
Di emperan jalan Malioboro yang lain, Yek Kumai (55) dengan lepas menggoreskan pensil pada sebidang kertas putih. Goresan-goresan pensil itu, dalam sekejab membentuk sketsa wajah seseorang yang duduk di sampingngnya diiringi senyuman dan decak kagum kepada karya Yek Kumai.
Laki-laki berkaos hitam di samping Yek Kumai, menyerahkan selembar uang pecahan seratus ribuan diiringi ucapan, “terima kasih banyak. Luar biasa! akurasinya 99 persen.”
Kumai-panggilan akrabnya, membalas senyuma pria tersebut.
Kumai, salah satu pelukis sketsa di kawasan wisata Malioboro. Ia menyambung hidup dari karyanya melukis sketsa wajah seseorang. Sekali mendapatkan objek, Rp 100 ribu ia kantongi.
Ayah empat anak ini tidak sendirian. Bersama 25 pelukis lainnya, menyebar di sepanjang jalan Malioboro. Mereka tergabung dalam Perjam (Pelukis Jalanan Malioboro), sebagai salah satu komunitas di kawasan wisata yang terkenal hingga mancanegara ini.
“Komunitas ini, bekerja sama dengan komunitas lain memelihara keamanan dan kenyamanan di Malioboro. Insya Allah, soal keamanan, wilayah ini terjaga,” ujar Kumai, sambil terus menggoreskan penanya.
Sudah 20 tahun lebih, ia menekuni profesinya ini. Sebagai pelukis, ia memang tak berawal dari sketsa. Di waktu longgar, Kumai melukis di rumahnya dalam kanvas.
“Kalau senggang melukis di kanvas,” ujarnya.
Dari hasil karyanya, Kumai mampu menyekolahkan dua anaknya di Universitas Negeri Jogjakarta dan Universitas Gajah Mada. Meskipun sudah sukses menyekolahkan kedua anaknya, Kumai tak henti berkarya.
“Sepanjang ada kami, maka Malioboro tak akan pernah sepi. Seniman lulusan Akademi Seni Jogjakarta selalu ada di sini,” imbuh pria yang pernah membuat sketsa wajah mantan Ketua MPR RI, Taufik Kiemas ini.
Untuk memudahkan pekerjaannya, Kumai dan rekan-rekannya, menggunakan tenaga sales. Namanya Darwis, asal Sumatera Utara. Rekannya itu bernama asli Rusnan. Namun, karena tergolong orang nekad, ia dipanggil Darwis, yang artinya Modar Ya Wes.
“Darwis yang jadi makelar jasa lukisan saya dan teman-teman,” ungkapnya.
Untuk menarik minat orang, sampel lukisan sketsa yang ditawarkan hasil lukisan Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Kumai menekuni karirnya sejak tahun 1989. Setiap hari ia berangkat dari rumahnya di kawasan Wirobrajan pada pukul 19.00 Wib dan baru pulang saat larut malam. Dari goresan pensil itulah, Kumai membangun kehidupan rumah tangganya, membiayai pendidikan anak-anaknya.
“Kadang hasilnya banyak, kadang sama sekali tidak ada. Tapi tuhan sudah mengatur rejeki setiap mahluknya. Kita tinggal menerima pemberiannya,” ucap Kumai.*