Kesaksian Aremania: Cuma Ingin Bertanya ke Pemain, Tetapi Ditembak Gas Air Mata hingga Dipukul

Minggu, 02 Oktober 2022 - 23:30
Bagikan :
Kesaksian Aremania: Cuma Ingin Bertanya ke Pemain, Tetapi Ditembak Gas Air Mata hingga Dipukul
Petugas keamanan menahan seorang suporter saat kerusuhan pada pertandingan sepak bola antara Arema Vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, 1 Oktober 2022.

alfikr.id, Malang-Tragedi kemanusiaan dalam laga Arema FC Vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang menyisakan duka mendalam di dunia sepabola Indonesia dan dunia. Ratusan supporter Arema FC menjadi korban tewas dan luka-luka.

Dikutip dari detikJatim, salah satu Aremania, Rangga menceritakan kesaksian detik-detik kerusuhan pecah di Stadion Kanjuruhan. Rangga mengatakan bahwa selama berjalannya pertandingan situasi di stadion sebenarnya kondusif. Tapi suasana itu berubah setelah peluit panjang tanda akhir pertandingan dibunyikan.

"Saat itu, pemain Persebaya langsung masuk ke dalam ruangan, tidak ada yang tersisa di lapangan. Sedangkan pemain Arema FC terdiam lemas di tengah lapangan," ujar pemuda asal Kelurahan Sumbersari, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang itu kepada detikJatim, Minggu (2/10/2022).

5 Menit berjalan, dikatakan Rangga, pihak manajemen mengajak para pemain untuk menyapa dan meminta maaf kepada suporter Aremania bagian timur. Itu memang menjadi kebiasaan rutin yang dilakukan Arema FC usai laga.

"Nah, kalau saya lihat dari tribun VIP, gestur Aremania menolak seperti bilang 'nggak usah ke sini, pergi saja'. Waktu itu, satu dua suporter dari sisi timur dan barat mulai turun ke lapangan. Jadi belakang gawang itu turun-turun sampai akhirnya meluber," kata Rangga.

Ia pun meyakini bahwa suporter yang turun ke lapangan itu hanya ingin meluapkan kekecewaan mereka dengan cara speak up secara langsung kepada manajemen. Bukan melakukan penyerangan fisik kepada pemain.

"Kepingin meluapkan apa yang ada di hatinya. Yakpo kok iso kalah (kenapa kok bisa kalah) dalam pertandingan rivalitas. Dari situ, mulai terjadi ricuh. Dari polisi dan tentara turun ke lapangan semua untuk memukul mundur masa. Di situlah terjadi gepuk-gepukan antara Aremania dan Aparat," tuturnya.

Suporter lainnya, Muhammad Dipo Maulana, mengaku mendengar setidaknya lebih dari 20 kali tembakan gas air mata ke penonton yang berada di tribun Stadion Kanjuruhan.

"Suara tembakan gas air mata enggak bisa dihitung, banyak banget, kayak dor..dor..dor..dor...! Bunyinya beruntun dan cepat. Suaranya benar-benar kencang dan diarahkan ke semua tribun," ujar Dipo kepada BBC News Indonesia, Minggu (02/10).

Dipo berkata, suasana di dalam stadion selama pertandingan berlangsung relatif aman karena tidak ada suporter tamu yang datang. Mulanya, menurut pengamatan pemuda 21 tahun ini, sekitar enam penonton yang masuk ke lapangan dan mendekati pemain Arema untuk meluapkan protes.

Tapi langsung dicegat polisi, kemudian dipukul sampai jatuh. Melihat kejadian itu, kata Dipo, penonton di tribun 12 yang turun ke lapangan semakin banyak karena tidak terima kawan mereka dipukuli. Situasi pun, berubah panas. 

"Satu tribun itu nyorakin polisi karena ada penonton dipukul. Terus makin banyak yang turun. Polisi yang bawa anjing, tameng, dan ada tentara maju ngelawan. Aremania sempat mundur, tapi ada beberapa yang ketinggalan dikepung polisi, diinjak, dijambak. Makin panas kondisi. Jadi saling serang, maju mundur gitu kayak di video yang beredar,” terangnya. 

Tak lama setelah aksi saling serang tersebut, polisi menembakkan gas air mata. Pertama kali, menurut Dipo, diarahkan ke tribun 12 yang berada di sebelah selatan belakang gawang. “Setelah itu merata ke semua tribun ditembak [gas air mata]. Saya saat itu posisinya di tribun VIP yang tidak kena tembakan gas air mata saja mata rasanuya panas, pedih,” katanya. 

Dia menggambarkan situasi di dalam stadion, seperti kebakaran karena asap membumbung. Dipo juga menyaksikan bagaimana orang-orang kocar-kacir, panik, dan berusaha keluar dari stadion setelah terkena gas air mata. 

Bahkan ia melihat ada yang tergeletak tak sempat menyelamatkan diri. Padahal di tribun, banyak anak-anak dan orangtua, perempuan, dan anak muda. Di luar stadion, kondisinya tak lebih baik. Ia melihat satu mobil polisi dan truk dibakar. Seorang polisi juga dikeroyok dan tak ada yang membantu untuk memisahkan.

Penulis
Abdul Razak
Editor
Ahmad Efendi

Tags :