Indonesia Perlu Memikirkan Tenaga Cyber Security
Kamis, 06 Oktober 2022 - 01:45alfikr.id, Probolinggo- Belakangan ini, para pejabat Indonesia
tengah diacak-acak oleh seorang hacker yang bernama Bjorka. Lantaran karena
aksinya yang membobol data rahasia pemerintah dan menyebarkannya. Tak hanya itu,
terlansir dalam laman pikiran-rakyat.com,
Bjorka juga membeberkan data penting milik Kominfo. Bahkan ia juga mengancam
akan meretas laman Pertamina di tengah kenaikan BBM dan membongkar identitas pelaku
pembunuhan aktivis HAM Munir.
Namun, tak hanya Bjorka yang meenyerang para
pejabat Indonnesia. menurut data yang dikutip dari laman CNN Indonesia , perusahaan
NSO Group yang diduga berasal dari Israel, juga berhasil menyerang sejumlah
pejabat Indonesia di antaranya Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Airlangga Hartarto.
Ia mendapatkan serangan berupa spyware ForcedEntry.
Spyware ForcedEntry, dapat
dikatakan suatu virus bagi perangkat digital. Pratama Persadha Chairman
Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) mengungkapkan,
meskipun penggunanya tidak mengklik apapun, software ini akan tetap menginfeksi
perangkat tersebut.
“ForcedEntry adalah salah satu peretasan
dengan metode serangan Zero-Clik. Serangan ini relative canggih, karena
tidak memerlukan teknik social engineering, seperti menggiring korban untuk
mengklik tautan atau lampiran berbahaya. Metode ini juga tidak menuntut
interaksi dengan korban, sehingga sulit untuk dilacak sumbernya,” jelasnya
dalam keterangan via pesan singkat pada wartawan CNN Indonesia.
Dengan maraknya pembobolan data di Indonesia,
menunjukkan bahwa keamanan cyber tidak masuk skala prioritas. Terlansir dalam
website Liputan6.com, berdasarkan data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), ada
lebih dari 700 juta serangan siber yang terjadi di Indonesia pada tahun 2022. Bahkan,
baru-baru ini terjadi kebocoran data registrasi kartu SIM.
Dari situ dapat kita lihat, bahwa Indonesia
mengalami kekurangan tenaga ahli di bidang keamaan siber. Melalui survei yang
dilakukan oleh SecLab BDO Indonesia mengenai talenta Teknologi Informasi di Indonesia,
mengungkap 9 dari 10 lulusan teknologi memlilih untuk menjadi developer
perangkat lunak dan hanya 1 dari 10 yang berminat untuk mendalami keamanan cyber.
Semakin banyak kebocoran data yang terjadi, banyak
pihak yang akan dirugikan. Tak hanya perusahaan dan pemerintah saja, dilansir
dalam website Liptuan6.com Cyber Security Director SecLab BDO Indonesia, Harry
Adinanta mengatakan, bahkan individu juga bisa dirugikan karena adanya kebocoran
data.
“Bisnis dan lembaga pemerintahan juga dirugikan
karena reputasi mereka tercoreng. Adanya insiden kebocoran data semacam ini
juga merupakan ancaman terhadap keamanan nasional, karena data yang ada bisa
disalahgunakan untuk melihat berbagai jenis profil penduduk, hingga lokasi,
usia dan persebaran keluarga di daerah tertentu, yang akan berbahaya jika jatuh
ke tangan pihak yang memiliki niat jahat,” jelasnya.