Pentingnya Sekolah dan Madrasah dalam Pendidikan di Dunia Islam
Kamis, 06 Oktober 2022 - 01:28alfikr.id, Probolinggo- Anak-anak yang menimba ilmu di sebuah sekolah dasar pada penghujung era 900-an disebut maktab (sekolah). Lumrahnya, maktab berada di dekat masjid. Di maktab inilah para ulama dan imam biasanya tinggal tak jauh dari masjid mengadakan kelas untuk anak-anak.
Kelas-kelas tersebut mengajarkan beragam hal, seperti bahasa Arab dasar, membaca, menulis, berhitung, dan hukum Islam. Tetapi, sebagian besar anak-anak Muslim saat itu hanya dididik sampai tingkat sekolah dasar saja. Baru setelah itu, mereka memulai kehidupan dengan mencari pekerjaan atau melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi di madrasah.
Dulu, madrasah biasanya berada di sebuah masjid besar. Jika dilihat dari sejarah Islam, ada sejumlah masjid besar yang menjadi pusat pendidikan, seperti Masjid al-Azhar, Kairo, yang didirikan pada 970 Masehi dan Masjid al-Qarawiyyin di Fez, Maroko, yang dibangun pada 859 Masehi.
Setelah itu, banyak madrasah yang didirikan di seluruh dunia. Di lembaga pendidikan ini, siswa akan dididik lebih lanjut tentang ilmu-ilmu agama, bahasa Arab, dan ilmu pengetahuan nonagama, seperti kedokteran, matematika, astronomi, sejarah, geografi, dan jumlah topik lainnya.
Kemudian, dilansir dari laman ihram, banyak madrasah yang didirikan di seluruh dunia. Di lembaga pendidikan ini, siswa akan melakukan pendidikan lebih lanjut dari ilmu-ilmu agama, bahasa Arab, dan ilmu pengetahuan non-agama, seperti kedokteran, matematika, astronomi, sejarah, geografi, dan jumlah topik lainnya.
Sampai pada 1100 jumlah madrasah terus meningkat. Di Kairo saja terdapat 75 madrasah, di Damaskus 51, dan 44 di Aleppo. Sedangkan di Spanyol, terdapat ratusan madrasah yang masih bertahan hingga sekarang.
Pada masa akhirnya, madrasah dianggap sebagai universitas karena memiliki beberapa nomor, dengan jurusan yang berbeda-beda. Sementara itu, ulama dan guru besar menjadi pengajar yang memiliki keahlian di bidangnya masing-masing. Para siswa dibebaskan memilih studi beberapa tahun ke depan, untuk belajar di pengawasan dan bimbingan ulama dan guru besar.
Menurut catatan Ibnu Khaldun, di Maroko memiliki madrasah yang menerapkan kurikulum pembelajaran selama 16 tahun. ''Ini adalah waktu terpendek untuk mahasiswa menguasai keahlian ilmiah yang diinginkan,'' kata Ibnu Khaldun, seperti dilansir dari laman ihram.
Saat siswa menyelesaikan studinya, ia akan mendapatkan ijazah atau sertifikat yang menunjukkan bahwa ia telah menyelesaikan program pendidikannya dan memenuhi syarat untuk mengajar. Seorang guru biasanya yang memberikan ijazah pada siswa secara pribadi dan lembaga, seperti madrasah. Jika melihat sejarah tersebut, maka tak salah jika dunia Islam disebut sebagai pelopor universitas pertama di dunia.
Tradisi madrasah dan pendidikan Islam klasik ternyata terus berlanjut hingga sekarang, meski bentuknya jauh lebih modern. Karena semua itu disebabkan oleh hasil akulturasi dengan peradaban Eropa yang mulai berkuasa di dunia pada 1800-an.
Misalnya, pada era Kesultanan Turki Utsmani, sultan yang berasal dari Prancis selama reformasi total sistem pendidikan dengan menghapus unsur agama dari kurikulum dan hanya mengajarkan ilmu-ilmu sekuler. Dikutip dari artikel, Guza, Afnil, SS, UU RI Guru dan Dosen Nomor Tahun 2005, Jakarta : AM Asa Mandiri, 2009, Cet. II.
Dari itu, seluruh sekolah-sekolah umum di wilayah Turki Utsmani hanya mengajarkan ilmu berdasarkan kurikulum Eropa dengan materi yang berasal dari buku-buku terbitan Eropa.
Meskipun Turki Utsmani telah menerapkan kurikulum dari Eropa. Namun, di dunia lain sistem pendidikan Islam masih menerapkan kurikulum tradisional dengan memadukan ilmu-ilmu Islam dan sekuler hingga sekarang. Misalnya, di Universitas al-Azhar (Mesir), al-Qarawiyyin (Maroko), dan Daarul Ulum Deoband (India).
Para ulama dan guru besar Islam berharap, sistem pendidikan tersebut dapat melahirkan ulama-ulama besar yang menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti masa kejayaan Islam.