Koalisi Masyarakat Sipil: TGIPF Kanjuruhan Harus Menjawab Keadilan Korban

Kamis, 06 Oktober 2022 - 16:32
Bagikan :
Koalisi Masyarakat Sipil: TGIPF Kanjuruhan Harus Menjawab Keadilan Korban
Solidaritas untuk korban tragedi Kanjuruhan. [Antarafoto/Muhammad Ayudha]

alfikr.id, Malang-Tragedi tewasnya ratusan penonton usai pertandingan Arema versus Persebaya di stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022) menuai keprihatinan dan kesedihan yang mendalam. 

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai peristiwa itu sebagai tragedi terhadap kemanusiaan dan wajib diusut tuntas. Pengacara Publik LBH Surabaya pos Malang, Daniel Siagian, mengatakan pihaknya sudah menelusuri dan menemui beberapa keluarga korban dan saksi.

Dari hasil penelusuran awal itu, Daniel menyebut ada sejumlah temuan. Paling utama, penggunaan gas air mata oleh aparat keamanan menjadi salah satu penyebab kerusuhan dan kepanikan penonton di stadion.

Tembakan gas air mata itu membuat penonton mencari jalan keluar yang ternyata tidak dibuka seluruhnya. Akibatnya terjadi penumpukan di akses pintu keluar. Ada persoalan juga dengan jumlah penonton yang ternyata melebihi kapasitas tampung stadion. 

“Kami menduga kuat ada penyalahgunaan penggunaan gas air mata. Ini memicu kepanikan dan penumpukan penonton yang mau keluar tapi akses pintu yang terbuka sempit,” kata Daniel konferensi pers daring Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Rabu (5/10/2022).

Peristiwa itu menunjukan telah terjadi pelanggaran hukum dan HAM. Daniel menegaskan aturan federasi sepakbola internasional (FIFA) sudah jelas melarang membawa, apalagi menggunakan gas air mata, dan senjata api di dalam stadion. 

Hal itu terjadi karena praktiknya ada perbedaan SOP pengamanan di lapangan. Peristiwa ini diperparah dengan tindakan aparat keamanan yang berlebihan, sehingga menimbulkan kekerasan dan penganiayaan kepada para suporter.

“Penyalahgunaan dan penggunaan kekuatan yang berlebihan ini harus ditindak tegas,” pintanya.

Berpihak kepada Korban

Manajer Media dan Kampanye Amnesty International Indonesia Nurina Savitri mengatakan, munculnya ratusan korban dalam Tragedi Kanjuruhan menunjukkan ada unsur pembunuhan dan penyiksaan. Ia berharap TGIPF menyelidiki hal itu secara terbuka dan independen.

“Tugas tim penyelidikan ini harus independen, bukan hanya sebatas menyelidiki di level etik, tapi di level pidana. Penting sekali karena ini sebenarnya yang diharapkan publik untuk menjawab keadilan untuk korban dan keluarga,” ucap Nurina.

Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mengatakan, pengusutan seluruh peristiwa itu harus bertujuan mencari keadilan bagi korban. Para keluarga korban harus dilibatkan dengan meminta berbagai perspektif dari mereka. Jika tidak, sulit bagi TGIPF menemukan rangkaian peristiwa yang sebenarnya.

”Harapannya, TGIPF ini tidak hanya bicara soal insiden. Kalau cuma bicara insiden, siapa yang masuk lapangan, siapa yang pukul, siapa yang tendang, kemudian pintu berapa yang terbuka, saya pikir tidak perlu membentuk tim di bawah level kekuasaan nasional,” kata Julius. 


Julius mengatakan, pengusutan kasus tersebut cukup mudah lantaran banyak bukti berupa video yang beredar di media sosial. Investigasi TGIPF diharapkan tidak hanya sekadar mendalami insiden kerusuhan. Julius juga mendesak negara bertanggung jawab kepada korban. Ini karena tragedi tersebut menimbulkan dampak bagi korban, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun kultural dan sebagainya.

”Makanya, saya katakan dari awal, perspektif korban yang harus dikedepankan oleh TGIPF itu. Jangan justru TGIPF datang ke rumah sakit minta data, datang ke polisi minta data, datang ke klinik minta data. Ya, ini hanya kayak pengepul data biasa,” ujarnya.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD sebelumnya mengatakan, TGIPF akan menyimpulkan masalah tersebut paling lama satu bulan ke depan. Sesuai dengan arahan Presiden Jokowi, tim pencari fakta akan melihat langsung lokasi kerusuhan serta memintai keterangan dari sejumlah saksi.

Tim pencari fakta juga akan mengumpulkan data dan fakta serta keterangan dari sejumlah lembaga, seperti Polri dan FIFA. Selain itu, juga mempelajari sejumlah peraturan perundang-undangan.

Target TGIPF

Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menegaskan TGIPF seharusnya bisa lebih lebih cepat mengusut tragedi tersebut. Bukti-bukti, saksi-saksi, dan informasi dari pihak terkait sudah sangat jelas dan mudah diakses.

“Dalam waktu 10-14 hari dari pembentukan sudah cukup, tinggal tujuh hari berikutnya membuat analisis, kesimpulan, dan rekomendasi pada Presiden,” kata Bambang seperti dikutip Harian Kompas. 

Rekomendasi tersebut, lanjutnya, tergantung dari target TGIPF. Dia mengatakan, jika targetnya hanya mengusut siapa yang harus bertanggung jawab kepada korban, TGIPF cukup melihat siapa pelaku yang menembakkan gas air mata serta melakukan kekerasan yang menyebabkan kematian.

Namun, jika target TGIPF menjadikan peristiwa ini sebagai momentum pembenahan secara total, yang didalami harus lebih detail lagi. Pendalaman itu meliputi audit sistem manajemen pengamanan industri olahraga hingga audit anggaran pengamanan yang melibatkan aparat keamanan masuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP) atau tidak.

”Kalau tidak, masuk dalam pos anggaran apa? Apakah ada peraturan Kapolri yang memperbolehkan personelnya disewa swasta? Bagaimana pertanggungjawabannya apabila ada insiden? Siapa penanggungjawabnya? Ini harus dilakukan agar tidak hanya aparat di level bawah menjadi kambing hitam dari problematika penanganan yang sangat kompleks ini,” tutur Bambang.


Penulis
Abdul Haq
Editor
Abdul Razak

Tags :