Tragedi Kanjuruhan: Tak Cukup Dicopot, Harus Diadili dan Dievaluasi Total
Jum'at, 07 Oktober 2022 - 19:58alfikr.id, Probolinggo-Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan 6
orang tersangka dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan yang menewaskan ratusan
orang pada 1 Oktober 2022 lalu. Keenam tersangka terdiri atas tiga warga sipil
dan tiga anggota polisi.
"Terkait proses penyidikan, kami periksa 48
saksi. Tadi pagi dilaksanakan gelar perkara, berdasarkan itu maka ditetapkan
saat ini 6 tersangka," ujar Listyo dalam konferensi pers yang dipantau
secara virtual pada Kamis (6/10/2022).
Listyo juga mengakui adanya penembakan gas air mata
oleh 11 orang personil yang berjaga di lokasi kejadian. Tembakan itu diarahkan
juga ke tribun selatan kurang lebih 7 tembakan, ke tribun utara 1 tembakan dan
ke lapangan 3 tembakan. “Tentu ini yang kemudian
mengakibatkan para penonton khususnya di tribun yang ditembakkan tersebut
panik, merasa pedih dan kemudian berusaha untuk segera meninggalkan
arena," ujar Listyo.
Sebelumnya, berdasarkan pemeriksaan
Inspektorat Khusus dan Biro Paminal Polri, memutuskan 28 polisi diduga
melanggar kode etik. Kapolri juga mencopot Kapolres Malang, AKBP Ferli Hidayat
berdasar Surat Telegram Kapolri Nomor: 2098/X/KEP/2022, Kapolri menonaktifkan
sekaligus mengganti Ferli. Dia pun dimutasikan sebagai Pamen SSDM Polri. Posisi
Ferli digantikan AKBP Putu Kholis Aryana, Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok.
Kapolda Jatim Layak Dicopot
Desakan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit
Prabowo mencopot Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta juga datang dari Aremania.
Mereka menyebut Nico merupakan salah satu pimpinan polisi yang juga bertanggung
jawab dalam Tragedi Kanjuruhan. "Saya berharap Kapolri mencopot
dan mengadili Kapolda Jatim. Kalau dicopot saja dia masih (bisa) kembali
berdinas. Karena nyawa yang hilang tidak bisa kembali," kata salah satu
Aremania Vigo Vernando kepada detikJatim, Selasa (4/10/2022).
Dadang Indarto Aremania lainnya, turut
mengapresiasi pencopotan Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat. Namun, hal itu
belum cukup, karena menurutnya Kapolda juga harus turut dicopot karena
merupakan pimpinan polisi tertinggi di Jatim.Tak
hanya mencopot, Dadang juga mendesak Kapolda Jatim diperiksa dan disanksi oleh
Propam. Sebab jika dicopot semata, dia masih bisa menjabat lagi di jabatan dan
tempat yang berbeda.
"Alhamdulilah (Kapolres) sudah dicopot. Tapi harapan kami pimpinan harus
bertanggungjawab. Harapan kami dan doa kami, Kapolda yang diperiksa Propam
Polri segera ada kejelasan dan dicopot, diberi sanksi," katanya.
Desakan tersebut bukan tanpa alasan. Si jendral
bintang dua itu merupakan orang yang bertanggung jawab melaksanakan tugas-tugas
Polri dalam daerah hukum kepolisian daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Lebih-lebih dalam tragedi itu, ada
dua anggota polisi tewas, yakni Bripka Andik Purwanto, personel Polres
Tulungagung; dan Briptu Fajar Yoyok Pujiono, personel Polres Trenggalek. Dua
Polres itu berada di bawah Polda Jawa Timur. Begitu juga dengan tempat kejadian
perkara yang berada di Malang, itu pun di bawah pengawasan Kapolda Jawa Timur.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia
(AII), Usman Hamid. Dia menilai, Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo
wajib meminta pertanggungjawaban dari Kapolda Jawa Timur, Irjen (Pol) Nico
Afinta. Bahkan, Usman menegaskan, Nico Afinta layak dicopot sebagai Kapolda
Jatim.
Menurut Usman, Nico dinilai gagal mengendalikan
anak buahnya yang diminta untuk mengamankan Stadion Kanjuruhan, Malang pada 1
Oktober 2022 lalu. Akibatnya, ratusan jiwa meninggal buntut dari kepanikan usai
gas air mata ditembakan ke arah penonton. Bahkan, kata dia, ada unsur
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam peristiwa tersebut.
"Kapolda Jawa Timur layak dimintai pertanggungjawaban,
termasuk dicopot bila memang gagal atau tidak mengambil tindakan yang layak dan
diperlukan untuk mencegah kejadian tersebut atau tidak segera menindak warganya
yang menyebabkan banyak kematian warga," kata Usman melalui keterangan tertulis,
Rabu (5/10/2022).
Usman meminta kepada Kapolri untuk memantau dan
memeriksa kinerja anak buahnya di lapangan. Tragedi mematikan itu, kata dia,
disebabkan karena kinerja Polri yang rendah. "Bahkan, Kapolri harus ikut
dimintai pertanggungjawaban atas banyaknya masalah di kepolisian, terutama
rendahnya kualitas kinerja Polri," tutur dia.
Kapolda Tak Memiliki Sense of Crisis
Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 125 orang dan
ratusan luka-luka itu terjadi di wilayah Jawa Timur. Oleh sebab itu, Peneliti
Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan, bahwa Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Alfinta
bertanggung jawab,karena kejadian tersebut melibatkan personel aparat
kepolisian di bawah jajarannya, terdiri lintas polres dan satuan. “Jadi tidak
mungkin Kapolda tidak mengetahui pergerakan anggota dalam acara tersebut,” ujar
Bambang kepada Tirto.id.
Bambang menyoroti pernyataan Kapolda Jatim bahwa
aparat keamanan sudah melaksanakan sesuai prosedur. Dia menilai pernyataan itu
prematur dan tentu tak bisa menjadi pembenar munculnya insiden yang
mengakibatkan korban. “Kapolda tidak memiliki sense of crisis dan empati pada
begitu banyaknya korban,” tegas Bambang.
Nyawa-nyawa yang hilang itu, Bambang menegaskan,
bukan sekadar angka statistik. Kejadian itu menunjukkan fakta bahwa sistem
manajemen pengamanan tidak dilakukan dengan baik. Terbukti dengan adanya
penggunaan gas air mata yang disemprotkan pada penonton yang berada di tribun
yang belum tentu melakukan kesalahan.
Ia menilai pencopotan Kapolda sebagai penanggung
jawab keamanan tentu tak menghentikan investigasi soal penanggung jawab acara
dari pihak panitia pelaksana dan PT Liga Indonesia Baru, dua pihak ini pun
harus diberi sanksi pidana lantaran dugaan kelalaian.
Kultur Kekerasan di Kepolisian Harus Dievaluasi
Total
Dosen Hukum Pidana Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi berkata, menambahkan, tidak cukup Kapolres Malang yang dievaluasi, tapi Kapolda juga harus dievaluasi. Perilaku aparat yang represif, seolah menjadikan masyarakat bukanlah pihak yang harus mendapat pengayoman, tapi malah sebagai musuh.
Dikutip dari Tirto.id, Fachrizal menilai polisi dan
tentara memburu suporter yang masuk ke lapangan seakan-akan musuh negara yang
sangat berbahaya. Maka dibutuhan demiliterisasi kepolisian. Pernyataan Irjen
Nico soal penembakan gas air mata kepada Aremania sesuai dengan prosedur pun
dipertanyakan.
“Prosedur yang seperti apa? Jangan-jangan prosedur
kepolisian sangat militeristis, tidak mengayomi tapi ‘bunuh atau terbunuh’.
Padahal ini penonton yang datang untuk hiburan, bukan mencari mati,” tutur
Fachrizal. “Pembantaian di Kanjuruhan memperlihatkan kultur kekerasan di
kepolisian, ini harus dievalusi total secara kelembagaan,” kata Fachrizal.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas)
Albertus Wahyurudhanto menyatakan, tim Inspektorat Khusus, Divisi Profesi dan
Pengamanan, dan Bareskrim Polri sedang bekerja. Dia mengatakan untuk sementara
yang dicopot hanya Kapolres karena sebagai penanggung jawab keamanan.
“Sebagai kepala wilayah dia bertanggung jawab,
(pencopotan) selain untuk memudahkan pemeriksaan. Soal Kapolda belum (dicopot)
atau tidak, ini mengikuti perkembangan. Bahwa tidak ada instruksi (penembakan)
gas air mata dari Kapolres,” aku dia kepada Tirto pada Selasa, 4 Oktober 2022..
Dia mengaku sudah mengkonfirmasi terkait perintah
penembakan gas air mata. Menurutnya Kapolres tak ada satu pun intruksi. “Siapa
yang bertanggung jawab? Ini tim sedang memeriksa kepada semua yang ada di lapangan,
untuk mencari siapa yang melakukan, siapa yang memerintah,” kata dia.
Mabes Polri buka suara merespons desakan pencopotan
Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta buntut tragedi di Stadion Kanjuruhan,
Malang yang menewaskan ratusan orang. Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo
memastikan tim investigasi bekerja berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di
lapangan.
Keputusan pencopotan Kapolda Jatim juga merupakan wewenang penuh dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. "Tim investigasi yang dibentuk oleh Pak Kapolri ini bekerja berdasarkan fakta hukum. Kita tentunya tidak berandai-andai dan tentunya keputusan nanti ada di Bapak Kapolri," ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (4/10). "Jadi kita tidak berandai-andai. Saya menyampaikan update dari hasil tim sidik, propam, itsus, itu saja yang bisa saya sampaikan," imbuhnya.