Mengintip Potret Muram Pendidikan di Indonesia

Minggu, 09 Oktober 2022 - 01:43
Bagikan :
Mengintip Potret Muram Pendidikan di Indonesia
Seperti apa kondisi pendidikan di Indonesia [Sumber: Pindonga.Tv]

alfikr.id, Probolinggo- Pada hakikatnya, pendidikan menjadi salah satu sarana yang memiliki pengaruh besar untuk membentuk sumber daya manusia berkualitas. Melalui pendidikan, generasi berkarakter dapat tercipta, yang mampu mengaktualisasikan diri menjadi ujung tombak kemajuan peradaban. 

Ungkapan di atas seyogianya sudah tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, bahwa tujuan nasional pendidikan tak lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang pada akhirnya bisa menopang kesejahteraan rakyat Indonesia.

Pendidikan di Indonesia

Salah satu tokoh pahlawan Indonesia, Ki Hajar Dewantara pernah mengucapkan, bahwa pendidikan adalah tuntutan atau kewajiban di dalam hidup manusia dari kanak-kanak sampai dewasa. Pengertian itu tentu bermaksud bahwa pendidikan akan mampu menuntun segala kekuatan yang ada pada jati diri manusia. 

Jika pengertian tersebut ditinjau ke dalam realitas pendidikan Indonesia saat ini, indikator keberhasilan dari tujuan tersebut masih sangat jauh dari kata tercapai.  

Kondisi Pendidikan di Indonesia

Kondisi para pelajar Indonesia masih sangat jauh dari harapan sebagai generasi cerdas dan mampu berdaya saing di kancah Internasional. Jika ditarik beberapa tahun belakangan, dapat disaksikan bersama bahwa Indonesia terkenal dengan jati diri bangsa yang berkarakter dan berbudi luhur. 

Begitu pun asas dasar negara Indonesia terbentuk melalui kondisi bangsa yang penuh dengan kearifan serta religiusitas masyarakatnya sangat tinggi. Secara tidak langsung membuktikan telah ada benih karakter yang tertanam pada individu masyarakat Indonesia.

Karakter tersebut menjadi ciri khas yang membedakan siswa Indonesia dengan siswa bangsa lain. Berpadu dengan wawasan intelektual pemuda yang luas harusnya dapat menjadi modal tambah bagi para pelajar Indonesia untuk lebih unggul.

Bahkan, Programme for International Student Assesement (PISA) tahun 2012 membuktikan kualitas pendidikan Indonesia tertinggal jauh dengan standar pendidikan internasional. PISA merupakan suatu program Organization Economic Co-operation and Development (OECD), salah satu tugasnya mengevaluasi penilaian peserta didik atau pelajar di tingkat internasional berdasarkan beberapa bahan uji. Yaitu, kemampuan membaca, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Matematikan.

Bukan hanya itu, PISA juga menjadi indikator untuk mengukur kualitas pendidikan di setiap negara. Salah satunya, pelajar yang menjadi sasaran penilaian PISA adalah usia sekitar 15. Di Indonesia, usia itu merupakan peserta didik jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Karena, pada usia tersebut merupakan usia produktif, sehingga kemampuan kognitif yang siswa miliki dapat menentukan kualitas generasi muda suatu bangsa. Sekaligus dapat menggambarkan perkembangan negara untuk beberapa tahun ke depan.

Beberapa tahun lalu yaitu tahun 2018, The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengumumkan hasil survei Programme for International Student Assesment (PISA), Indonesia mendapatkan peringkat kurang memuaskan seperti tahun-tahun sebelumnya.

Berdasarkan survei dan data yang diterbitkan oleh OECD pada periode 2009 sampai 2015 Indonesia menetap pada peringkat 10 terbawah yang berarti mendapatkan skor yang hampir selalu di bawah rata-rata.

Sedangkan pada survei tahun 2018, survei menyatakan bahwa siswa Indonesia berada pada peringkat yang sangat rendah pada ketiga kategori yang ada yaitu matematika, sains dan membaca, pada kategori membaca Indonesia mendapatkan peringkat 6 terendah (73 dari 79 negara) dengan skor rata-ratanya adalah 371. Berarti, tetap mengalami penurunan jika sebelumnya pada tahun 2015 berada pada peringkat ke 64.

Pada kategori matematika, Indonesia menempati peringkat ke-7 paling rendah (72 dari 79 negara), dengan skor rata-rata 379, berarti juga mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2015 yaitu peringkat 63. Pada kategori sains, Indonesia berada pada peringkat ke-9 terendah (70 dari 79 negara), dengan skor 396, pada kategori ini Indonesia juga mengalami penurunan dari tahun sebelumnya 2015, yaitu peringkat 62.

Dari skor dunia di atas, Indonesia masih berada di bawah rata-rata dalam ketiga kategorinya (kemampuan literasi, matematika dan sains). Dilansir dari Antara, Indonesia sudah berpartisipasi dalam PISA sedari awal PISA diadakan, yang berarti sudah 18 tahun hingga penilaian terakhir pada tahun 2018.

Namun, selama 18 tahun penilaian skor kemampuan siswa tidak pernah berada di atas skor standar dunia. Pada tahun 2000 saat PISA pertama kali diadakan, Indonesia berdiri di peringkat 39 dari 41 negara untuk kategori kemampuan literasi dan matematika, sedangkan untuk sains Indonesia berada di urutan 38.

Pada periode berikutnya tahun 2003 kemampuan literasi siswa Indonesia sempat mengalami penaikan menjadi peringkat ke-29, sementara untuk matematika dan sains menetap pada peringkat ke-38. Pada dua periode yang berikutnya yaitu tahun 2009, kemampuan literasi siswa Indonesia berada di peringkat 57 dari 65 negara, matematika 61 dari 65 negara, dan sains 60 dari 65 negara. Lalu tahun 2012, peringkat tersebut kembali menurun ke peringkat 61 untuk literasi, peringkat 65 untuk matematika dan sains.

Sumber: Hasil PISA 2018 [Sumber: Zenius Education]

Menurut Siti Andriani, relawan Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Matematika (Gernas Tastaka), rendahnya kemampuan matematika—juga disebabkan oleh mata pelajaran lain—anak Indonesia adalah karena cara belajarnya yang salah.

"Anak-anak selama ini belajar dengan cara menghafal, bukan menalar," kata Andri, dilansir Hops.ID dari YouTube Macan Idealis, 7 Oktober 2022.

Kata Andriani, anak-anak Indonesia tidak bodoh, guru-guru juga tidak bodoh. Masalahnya, mereka tidak diajari cara belajar dan mengajar yang benar.

Melihat problem di atas, Indonesia perlu mendongkrak kualitas pendidikan dengan inovasi besar dan harus dilakukan oleh segala elemen masyarakat. Sebenarnya, pelbagai hal sudah diupayakan oleh pemerintah, seperti program wajib belajar 12 tahun, sekolah gratis dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Kartu Indonesia Pintar (KIS), dan masih banyak yang lainnya. 

Akan tetapi, program-program tersebut tidak memberikan dampak besar dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Karena sebagian besar yang dapat merasakan program pemerintah tersebut hanya sekolah-sekolah yang berada di kota-kota besar.

Sementara, untuk wilayah Indonesia bagian timur dan tengah, sekolah masih sulit untuk dijangkau. Lantaran jalur transportasi dari pedesaan menuju sekolah terlalu jauh atau tidak memadai, sehingga menyulitkan para siswa untuk mengenyam pendidikan di bangku sekolah.

Bukan hanya problem itu, fasilitas yang disediakan juga sangat terbatas, para guru pengajar pun banyak yang tidak memenuhi kualifikasi. Dari pelbagai persoalan tersebut, banyak pihak yang menilai Indonesia harus membenahi sistem pendidikan secara total bila ingin bersaing dengan negara lain di ranah internasional.

Penulis
Adi Purnomo S
Editor
Abdul Razak

Tags :