Bahas Minoritas: Utamakan Koneksi, Bukan Koreksi

Sabtu, 05 November 2022 - 23:12
Bagikan :
Bahas Minoritas: Utamakan Koneksi, Bukan Koreksi
KH Ulil Abshar Abdalla berbicara tentang isu minoritas pada para pemimpin agama yang lain saat Sesi Pleno Forum R20 di Hotel Hyatt Regency, Yogyakarta, Sabtu (5/11/2022). [Sumber foto: NU Online/Syakir NF]

alfikr.id, Yogyakarta-  Isu minoritas menjadi salah satu pembahasan di Forum Agama G20 atau Forum R20. Membicarakan tentang aksi persekusi yang terjadi di berbagai belahan dunia, misalnya terhadap minoritas Katolik oleh mayoritas Muslim di Nigeria atau minoritas Muslim oleh mayoritas Hindu di India.

Di antara pembahasnya adalah Uskup Matthew Hassan Kukah dari Sokoto, Nigeria. Ia mengungkap bagaimana minoritas Katolik Soko yang mendapat persekusi dari mayoritas Islam di sana. Ia terang-terangan berbicara mengingatkan, pilih kasih, hingga pembunuhan yang dialami kelompoknya.

Di Yogyakarta dalam sesi pleno, Uskup Kukah kembali berbicara perlunya menimbang minoritas-minoritas tidak dilihat dari kuantitas saja. Minoritas perlu dilihat dari perspektif lain, yaitu penderitaan atas segala bentuk diskriminasi dan persekusi yang dialaminya. Hal itulah yang perlu diperhatikan oleh para tokoh pemimpin agama dunia, para akademisi, juga pengambil kebijakan. Itu ia sampaikan saat Forum Sesi Pleno R20 di Hotel Hyatt Regency, Yogyakarta, Sabtu (5/11/2022).

Hal itu, Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla, menambahkan bahwa ia memang mempersoalkan istilah minoritas karena selama ini lebih didasarkan pada angka.

"Yang jarang terjadi ketika kita membicarakan tentang hal ini adalah mengenai penderitaan yang mereka alami," katanya usai Sesi Pleno Forum R20 berakhir.

Mereka hanya dilihat secara numerik, tetapi jarang dilihat dalam kebijakan yang diambil oleh para tokoh-tokoh dunia, yaitu penderitaan yang dialami oleh semua agama. Tidak hanya Kristen, Hindu, ataupun Budha, tetapi juga minoritas Muslim.

"Kemarin di diskusi sesi kemarin, saya mengangkat soal minoritas ini yang sering dipersekusi semua agama," ujarnya.

Di India, Muslim yang dipersekusi dan salah satu kelompok yang diundang dalam pertemuan Forum R20 sekarang adalah dari kelompok yang dikenal sebagai kelompok Hindu nasionalis di India yang selama ini melakukan persekusi umat Islam.

"Setiap mayoritas melakukan persekusi meskipun persekusi bukan satu-satunya gambaran. Ada juga sebagian besar umat melakukan hal-hal yang baik. Mereka melindungi juga, tetapi ada juga elemen-elemen utama yang melakukan persekusi," katanya.

"Nah ini yang harus diatasi dengan jujur. Itu salah satu tema sentral dalam konferensi sekarang, jujur ​​mengakui bahwa ada kesalahan yang kita lakukan," imbuhnya.

Cendekiawan yang akrab disapa Gus Ulil ini menegaskan bahwa isu minoritas memang salah satu masalah dalam hubungan antaragama. Membicarakan posisi minoritas bukan hanya minoritas di dalam Islam tetapi juga minoritas di agama-agama lain.

Semua agama punya masalah ini harus jujur ​​dan tidak selalu menggunakan pendekatan yang sekuler, yaitu pendekatan HAM. Pendekatan HAM ini penting, tapi tidak cukup.

"Jadi pendekatan HAM ini pendekatan yang penting tapi tidak mencukupi karena bahasa agama juga diperlukan untuk mengatasi masalah minoritas ini, bagaimana berdasarkan pemahaman masing-masing kita terhadap tradisi kita masing-masing kita coba membangun suatu sebut saja teologi minoritas," terangnya.

KH Ulil Abshar Abdalla saat melanjutkan diskusi secara informal dengan para pemimpin agama yang lain usai Sesi Pleno Forum R20 di Hotel Hyatt Regency, Yogyakarta, Sabtu (5/11/2022). [Sumber foto: NU Online/Syakir NF]

Utamakan koneksi bukan koreksi

Selain minoritas, Sesi Pleno Forum R20 di Yogyakarta juga merumuskan nilai-nilai bersama yang mempertemukan semua agama. Rabbi Yakov Nagen agar mengutamakan koneksi koreksi. Artinya penekanan hubungan antarumat agama lebih didahulukan daripada koreksi terhadap agama lain.

Hal itu, Gus Ulil menyampaikan bahwa dengan adanya rumusan seperti ini, akan mudah melakukan kerja sama dan koneksi hubungan antar berbagai kelompok agama.

"(Tentang) bagaimana strategi untuk membuat keputusan-keputusan atau kesepakatan bersama dalam pertemuan ini bisa diterima oleh pemimpin-pemimpin G20. Karena, tujuan dari konferensi ini adalah membuat agama dan nilai-nilai tradisi dan agama itu dipertimbangkan dalam keputusan-kebijakan-kebijakan- kebijakan yang diambil para pemimpin dunia yang nanti akan datang di Bali dalam pertemuan G20," terang Gus Ulil.

Salah satu rumusan yang diusulkan adalah membuat deklarasi bersama tentang-nilai yang sama di antara semua agama. Salah satu nilai yang mendapatkan tekanan dalam Forum R20 adalah nilai tentang martabat manusia. 

"Semua agama adalah pentingnya manusia sebagai nilai dasar manusia itu perlu fokus dalam pembangunan, tetapi bukan hanya pusat kesejahteraan manusia," terang Pengampu Ngaji Ihya Ulumiddin berani itu.

Forum Agama G20 atau R20 digelar PBNU bersama Liga Muslim Dunia atau Muslim World League (MWL) di Nusa Dua, Bali, pada 2-3 November 2022. Ia menjadi engagement group G20. Ada 338 partisipan yang hadir pada perhelatan R20, yang berasal dari 32 negara. Sebanyak 124 berasal dari luar negeri. Forum tersebut menghadirkan 45 pembicara dari lima benua.

Peserta R20 selanjutnya diajak berkunjung ke Yogyakarta dan Jawa Tengah. Selama 4-6 November 2022 mereka mengunjungi antara lain Keraton Yogyakarta, Candi Prambanan, Vihara Mendut, Candi Borobudur, Universitas Islam Indonesia (UII), dan Pesantren Pandanaran.

Seperti diketahui, forum R20 akan diatur secara kontinu menyesuaikan dengan urutan presidensi G20, yakni India pada 2023, Brasil pada 2024, dan Afrika Selatan pada 2025.

Penulis
Adi Purnomo S
Editor
Zulfikar

Tags :