Sungai Tercemar, Hasil Riset: Pemerintah Mengabaikan Pengelolaan Sungai

Jum'at, 30 Desember 2022 - 21:06
Bagikan :
Sungai Tercemar, Hasil Riset: Pemerintah Mengabaikan Pengelolaan Sungai
Limbah cair pabrik kertas dibuang di Sungai Citarum (29/12/22) [Sumber/Cerita Mundu]

alfikr.id, Probolinggo- Sejak Maret hingga Desember 2022, Tim Ekspedisi Sungai Nusantara telah melakukan survei tentang persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sungai di Indonesia. Jumlah responden sebanyak 1148 yang berdomisili di 166 Kota dalam 30 Propinsi . 

Hasilnya, 90.7 persen responden menyatakan kondisi sungai Indonesia saat ini tercemar. Dari persentase itu, 13,9 persen menyatakan sangat tercemar, tercemar ringan 31,2 persen tercemar sedang sebanyak 45,6 persen. Sedangkan hanya 5,1 persen  yang menyatakan kondisi sungai Tidak Tercemar dan 4,3 perzen menyatakan tidak tahu.

Jika melihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaran Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup, menyebutkan bahwa Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, clan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Salah satu baku mutu lingkungan yang diatur dalam peraturan tersebut ialah setiap sungai di Indonesia harus nihil sampah. Namun, responden menyebutkan bahwa fakta yang menyatakan sungai Indonesia tercemar. 

Pasalnya, Sungai-sungai Indonesia masih ditemukan 70,7 persen sampah, 19.4 persen, berubah warna dan berbau. Selain itu, 3.5 persen masih dijumpai peristiwa ikan mati massal di sungai.

Dalam keterangan tertulisnya Tim Ekspedisi Sungai Nusantara mengatakan jika ketiga fakta di atas dapat menjadi alasan kuat bahwa pemerintah tidak serius mengelola kualitas air dan mengabaikan upaya-upaya pengendalian pencemaran.

"Sehingga menyebabkan timbulan sampah di atas sungai, serta perubahan fisik sungai bahkan ditemukannya ikan mati massal," tulisnya. 

Pemerintah Mengabaikan Pengelolaan Sungai

Selain itu, Tim Ekspedisi Sungai Nusantara mengumpulkan data mengenai pentingnya ekosistem sungai. Hasilnya, 92 persen responden menyatakan bahwa ekosistem sungai sangat penting bagi kehidupan manusia dan menunjang Pembangunan Indonesia. Namun, 82 persen menyatakan Pemerintah Indonesia Masih mengabaikan Pengelolaan sungai di Indonesia.

Dampaknya, 68 sungai Indonesia tercemar mikroplastik yang berasal dari pecahan sampah plastik yang dibuang ke Sungai. Oleh karena itu, Indonesia menjadi negara tercepat kedua di Dunia dalam kepunahan ikan air tawar. 

Sebab, 77,2 persen menyatakan bahwa indicator pencemaran ialah masih dijumpai 38,8 persen sampah plastik dan limbah cair domestik, sedangkan 15 persen menyatakan sumber pencemaran berasal dari Limbah cair Industri, 7,8 persen responden menyatakan bahwa pencemaran sungai berasal dari Deforestasi, Pestisida dari aktivitas pertanian, perkebunan sawit, pertambangan, peternakan dan limbah B3.

Mengetahui pencemaran dan kerusakan sungai di sekitarnya, masyarakat Indonesia ternyata proaktif untuk melaporkan kepada instansi lingkungan hidup, pemerintah dan aparatur di tingkat desa, hanya 15,2 persen yang diam atau pasif tidak melakukan tindakan apa-apa saat mengetahui terjadinya pencemaran. 

Upaya yang dilakukan masyarakat saat terjadi pencemaran menyebut jika, 30,3 persen melaporkan kepada Ketua RT, Ketua RW atau Kepala Desa, 29,4 persenmengupload kejadian melalui Sosial Media (Facebook, IG dan WA group), 25,1 persen Melaporkan kepada Dinas Lingkungan Hidup Kota/Kabupaten.

Oleh sebab itu, masyarakat masih menaruh harapan besar kepada Pemerintah untuk melakukan upaya pemulihan sungai dari pencemaran. 48 persen responden menyatakan melalui upaya monitoring dan pengawasan yang ketat, agar pelaku pencemaran bisa diberi sanksi. sehingga 48 persen mengakatakn aksi-aksi perusakan atau pencemaran sungai menjadi jera dan tidak terulang lagi.

Kendati tersebut, pengendalian masifnya penggunaan plastik sekali pakai yang menjadi sumber sampah di sungai-sungai Indonesia, 34 persen masyarakat menghendaki adanya regulasi pengurangan atau pembatasan plastik sekali pakai. 17,3 persen menginginkan pemberian sanksi pidana kepada Industri pelaku pencemaran.

Penulis
Abdul Razak
Editor
Adi Purnomo S

Tags :