FGSI Ungkap Tiga Permasalahan di Dunia Pendidikan Sepanjang 2022
Selasa, 03 Januari 2023 - 06:10alfikr.id-Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menerbitkan catatan permasalahan
yang ada di dalam dunia Pendidikan sepanjang tahun 2022. FGSI menyoroti tiga ‘dosa
besar’ atau permasalahan terkait kekerasan di dunia pendidikan.
“Hal tersebut
mengingatkan kita kembali seluruh stakeholder pendidikan agar
meningkatkan sistem pencegahan dan penanggulangan tiga dosa besar di satuan pendidikan,”
ujar ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti kepada kumparan.com.
Tiga permasalahan terkait kekerasan di dunia
pendidikan yang tertuang dalam catatan Organisasi tersebut diantaranya; Perundungan, kekerasan seksual dan intoleransi sebagai
dosa besar dunia pendidikan. Akan tetapi
menurut FSGI, Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi
(Kemendikbudristek) sudah menangani kasus tersebut dengan baik.
“Sejauh ini
sudah tercatat ada sejumlah kasus kekerasan dan pelanggaran hak anak di dunia pendidikan
dan masalah itu telah ditangani dengan baik oleh Pokja Kemendikbudristek. Seperti
kasus penggusuran SDN Pondok Cina 01 Kota Depok, kasus kekerasan terhadap anak
di SMK Dirgantara Batam, kaasus dugaan pemaksaan jilbab di SMAN 1 Banguntapan
Bantul,” ujar Retno.
Di dalam kasus yang yang berhasil di tangani, FSGI mengapresiasi
terhadap Mendikbudristek Nadiem Makariem dalam penanganan terkait tiga permasalahan
Pendidikan dengan membentuk kelompok kerja (pokja).
Kekerasan
seksual
FSGI suda
mencatat jumlah kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan yang sampai pada
proses hukum pada 2022. tercatat sejumalah 17 kasus. Angka ini menurun dibandingkan
2021 kemarin berjumlah 18 kasus.
Berdasarkan jenjang
pendidikan, kasus kekerasan terjadi di SD sebanyak 2 kasus, SMP 3 kasus, SMA 2
kasus, pondok pesantren 6 kasus, madrasah tempat mengaji 3 kasus, dan 1 kasus
di tempat kursus music bagi anak usia TK dan SD dan rata-rata usia korban
berkisar 5-17 tahun.
Dilansir kumparan.com
Retno salah satu anggota FSGI menyebutkan, korban kekerasaan tersebut berjumalah
117 anak dengan rincian; 16 anak laki-laki, 101 anak perempuan. Sedangkan pelaku
kekerasan berjumlah 19 orang yang terdiri dari 14 guru, 1 pemilik pesantren, 1
anak pemilik pesantren, 1 staf perpustakaan, 1 calon pendeta, dan 1 kakak kelas
korban
“ ada beberapa modus yang
di lakukan pertama, menggunakan dalih fikih akil baliq dan cara bersuci, kedua mengajak
menonton film porno, ketiga mengancam korban dikeluarkan dari sekolah, da lain-lain,”
ungkapnya.
Retno melanjutkan,
Kasus kekerasan tersebut menimbulkan banyak korban pada tahun 2022, mencapai 45
siswi dan 10 di antaranya diduga mengalami pemerkosaan yang di lakukan oleh
guru agama yang melibatkan diri dalam seleksi pemilihan pengurus Osis. kasus
ini terjadi di salah satu SMPN di Batang, Jawa Tengah.“pelaku menggunakan dalih
tes kejujuran dan kedewasaa.” ungkap Retno
Perundungan
Didalam kasusu
perundungan FSGI mencatat ada sejumalah kasus yang terjadi di dunia pendidikan
yang di lakukan oleh pendidikan maupun sesame peserta didik, bahkan hingga korban
sampai meninggal dunia seperti kematian santri di Ponpes Darussalam Gontor
Ponorogo, Jawa Timur pada 22 Agustus
2022.
“Bahkan
ada seorang santri di Pondok Pesantren di Rembang yang disiram Pertalite dan dibakar
kakak kelasnya saat sedang tidur hingga korban mengalami luka bakar yang parah,”
ungkap Retno.
Pada Januari
2022, seorang guru SDN di Buton, Sulawesi Tenggara, dilaporkan ke polisi karena
diduga menghukum belasa siswanya, guru tersebut menyuruh siswanya memakan
sampah plastic. Sehingga kejadian ini ketahui oleh sejumlah orang tua murid dan
melaporkan kekerasan tersebut ke kantor Polres Buton untuk melaporkan guru
berinisial MS.
Intoleransi
Sedangkan di
dalam kasus Intoleransi FSGI juga mencatat pada tahun 2014 sampai dengan 2022, sejumlah
kasus intoleransi yang terjadi, di antara; peserta didik di larang menggunakan jilbab
terdapat 6 kasus, pemaksaan menggunakan jilbab 17 kasus, diskriminasi
kesempatan murid dari agama minoritas untuk menjadi ketua OSIS sebanyak 3
kasus, dan pemaksaan sejumlah siswa perempuan untuk membuka celana dalamnya untuk
membuktikan sikorban benar sedang menstruasi atau tidak sejumlah 2 kasus.
Pada umumnya
sekolah-sekolah negeri siswanya pasti beragam agama, suku dan status sosial. Oleh
karena itu kebijakan sekolah negeri juga harus menghargai keberagaman, tidak
menyeragamkan,” ujar Sekjen FSGI Heru Purnomo
FSGI merekomendasikan bahwa satuan
pendidikan harus memberikan jaminan perlindungan dan rasa aman kepada semua
anak. Juga mendorong pemerintah agar melakukan pembenahan sumber daya manusua
(SDM) dan perubahan minset tenaga pendidikan terkait bahaya kekerasan terhadap
anak.