FGSI Ungkap Tiga Permasalahan di Dunia Pendidikan Sepanjang 2022

Selasa, 03 Januari 2023 - 06:10
Bagikan :
FGSI Ungkap Tiga Permasalahan di Dunia Pendidikan Sepanjang 2022
Retno Listyarti meninjau kegiatan belajar mengajar di SDN Pondok Cina 1, Depok, Jawa Barat, Jumat (18/11/2022). (Sumber Foto: antaranews.com)

alfikr.id-Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menerbitkan catatan permasalahan yang ada di dalam dunia Pendidikan sepanjang tahun 2022. FGSI menyoroti tiga ‘dosa besar’ atau permasalahan terkait kekerasan di dunia pendidikan.

“Hal tersebut mengingatkan kita kembali seluruh stakeholder pendidikan agar meningkatkan sistem pencegahan dan penanggulangan tiga dosa besar di satuan pendidikan,” ujar ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti kepada kumparan.com.

Tiga permasalahan terkait kekerasan di dunia pendidikan yang tertuang dalam catatan Organisasi tersebut diantaranya; Perundungan, kekerasan seksual dan intoleransi sebagai dosa besar dunia pendidikan. Akan tetapi menurut FSGI, Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sudah menangani kasus tersebut dengan baik.

“Sejauh ini sudah tercatat ada sejumlah kasus kekerasan dan pelanggaran hak anak di dunia pendidikan dan masalah itu telah ditangani dengan baik oleh Pokja Kemendikbudristek. Seperti kasus penggusuran SDN Pondok Cina 01 Kota Depok, kasus kekerasan terhadap anak di SMK Dirgantara Batam, kaasus dugaan pemaksaan jilbab di SMAN 1 Banguntapan Bantul,” ujar Retno.

Di dalam kasus yang yang berhasil di tangani, FSGI mengapresiasi terhadap Mendikbudristek Nadiem Makariem dalam penanganan terkait tiga permasalahan Pendidikan dengan membentuk kelompok kerja (pokja).

Kekerasan seksual

FSGI suda mencatat jumlah kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan yang sampai pada proses hukum pada 2022. tercatat sejumalah 17 kasus. Angka ini menurun dibandingkan 2021 kemarin berjumlah 18 kasus.

Berdasarkan jenjang pendidikan, kasus kekerasan terjadi di SD sebanyak 2 kasus, SMP 3 kasus, SMA 2 kasus, pondok pesantren 6 kasus, madrasah tempat mengaji 3 kasus, dan 1 kasus di tempat kursus music bagi anak usia TK dan SD dan rata-rata usia korban berkisar 5-17 tahun.

Dilansir kumparan.com Retno salah satu anggota FSGI menyebutkan, korban kekerasaan tersebut berjumalah 117 anak dengan rincian; 16 anak laki-laki, 101 anak perempuan. Sedangkan pelaku kekerasan berjumlah 19 orang yang terdiri dari 14 guru, 1 pemilik pesantren, 1 anak pemilik pesantren, 1 staf perpustakaan, 1 calon pendeta, dan 1 kakak kelas korban

“ ada beberapa modus yang di lakukan pertama, menggunakan dalih fikih akil baliq dan cara bersuci, kedua mengajak menonton film porno, ketiga mengancam korban dikeluarkan dari sekolah, da lain-lain,” ungkapnya.

Retno melanjutkan, Kasus kekerasan tersebut menimbulkan banyak korban pada tahun 2022, mencapai 45 siswi dan 10 di antaranya diduga mengalami pemerkosaan yang di lakukan oleh guru agama yang melibatkan diri dalam seleksi pemilihan pengurus Osis. kasus ini terjadi di salah satu SMPN di Batang, Jawa Tengah.“pelaku menggunakan dalih tes kejujuran dan kedewasaa.” ungkap Retno

Perundungan

Didalam kasusu perundungan FSGI mencatat ada sejumalah kasus yang terjadi di dunia pendidikan yang di lakukan oleh pendidikan maupun sesame peserta didik, bahkan hingga korban sampai meninggal dunia seperti kematian santri di Ponpes Darussalam Gontor Ponorogo, Jawa Timur pada  22 Agustus 2022.

“Bahkan ada seorang santri di Pondok Pesantren di Rembang yang disiram Pertalite dan dibakar kakak kelasnya saat sedang tidur hingga korban mengalami luka bakar yang parah,” ungkap Retno.

Pada Januari 2022, seorang guru SDN di Buton, Sulawesi Tenggara, dilaporkan ke polisi karena diduga menghukum belasa siswanya, guru tersebut menyuruh siswanya memakan sampah plastic. Sehingga kejadian ini ketahui oleh sejumlah orang tua murid dan melaporkan kekerasan tersebut ke kantor Polres Buton untuk melaporkan guru berinisial MS.

Intoleransi

Sedangkan di dalam kasus Intoleransi FSGI juga mencatat pada tahun 2014 sampai dengan 2022, sejumlah kasus intoleransi yang terjadi, di antara; peserta didik di larang menggunakan jilbab terdapat 6 kasus, pemaksaan menggunakan jilbab 17 kasus, diskriminasi kesempatan murid dari agama minoritas untuk menjadi ketua OSIS sebanyak 3 kasus, dan pemaksaan sejumlah siswa perempuan untuk membuka celana dalamnya untuk membuktikan sikorban benar sedang menstruasi atau tidak sejumlah 2 kasus.

Pada umumnya sekolah-sekolah negeri siswanya pasti beragam agama, suku dan status sosial. Oleh karena itu kebijakan sekolah negeri juga harus menghargai keberagaman, tidak menyeragamkan,” ujar Sekjen FSGI Heru Purnomo

FSGI merekomendasikan bahwa satuan pendidikan harus memberikan jaminan perlindungan dan rasa aman kepada semua anak. Juga mendorong pemerintah agar melakukan pembenahan sumber daya manusua (SDM) dan perubahan minset tenaga pendidikan terkait bahaya kekerasan terhadap anak.

Penulis
Saipur Rahman
Editor
Zulfikar

Tags :