Kerusakan Lingkungan di Indonesia Bermula dari Pena Meja Para Pejabat
Sabtu, 28 Januari 2023 - 15:59alfikr.id, Probolinggo- "Menurut saya kesadaran masyarakat Indonesia sudah sangat tinggi terhadap persoalan lingkungan," tegas Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dalam acara WatchTalk: Perspektif dalam akun Youtube Watchdoc Documentery.
Zenzi melihat, saat ini yang menjadi persoalan yakni rendahnya kesadaran pemerintah yang diberi mandat untuk mengurus rakyat dan bikin kebijakan yang berpihak kepada rakyat.
"Indikator dari kesadaran itu ada pada keadilan dan bencana. Jika lebih besar bencana dari pada keadilan dan kesejahteraan rakyat itu (menandakan,red) negara salah urus lingkungan," terangnya.
Semua permasalahan lingkungan di Indonesia, bagi Zenzi, bukan berawal dari bulldozer dan excavator. Namun semua itu bermula dari kebijakan ekonomi Indonesia. "Itu berawal dari pena meja para pejabat yang berwewenang," kata Zenzi.
Zenzi mencontohkan dalam kasus deforestrasi dalam kurun waktu 40 tahun. Menurutnya, kerusakan hutan itu disebabkan karena negara memperbolehkan pengusaha untuk menebang kayu dalam jumlah yang luas. Padahal, penebangan hutan dengan jumlah yang luas, Zenzi menegaskan, merupakan kejahatan.
Berdasarkan hasil analisis Forest Watch Indonesia (FWI), dalam kurun waktu 50 tahun, luas tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40 persen total tutupan hutan di seluruh Indonesia.
Sebagian besar, dari hasil analisis FWI kerusakan hutan di Indonesia akibat dari sistem politik dan ekonomi, yang menganggap sumber daya hutan sebagai sumber pendapatan dan bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik serta keuntungan pribadi.
Jika melihat data dari University of Maryland yang tersedia di Global Forest Watch (GFW), daerah tropis kehilangan 11,1 juta hektar tutupan pohon pada tahun 2021.
Tak hanya itu, pembukaan kawasan hutan untuk pertambangan pun sangat besar. Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis jumlah IUP yang berada di kawasan hutan menggambarkan bagaimana kritisnya permasalahan kehutanan.
Di Kalimantan tercatat setidaknya lebih dari 6 juta ha kawasan hutan yang diokupasi oleh usaha tambang dengan potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak ( PNBP) tidak terpungut hingga 15,9 triliyun.