Gus Yahya: Piagam PBB Bisa Menjadi Sumber Hukum bagi Umat Islam
Senin, 06 Februari 2023 - 17:37alfikr.id, Surabaya- Ketua Umum Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menyampaikan bahwa Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bisa menjadi sumber hukum bagi umat Islam.
Hal tersebut disampaikan dalam
pidatonya pada Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I di Hotel Shangri-La
Surabaya, Jawa Timur, Senin (6/2/2023).
"Apakah piagam PBB itu
bersifat legal dalam Islam? Apakah ia sumber hukum bagi negara berpenduduk
Islam? Jawaban dari pertanyaan itu, iya. Piagam PBB dapat menjadi sumber hukum
yang mengikat bagi penduduk dan negara bangsa, termasuk Muslim," katanya.
Jika demikian, ia pun kembali
bertanya mengenai keabsahan Perdana Menteri India Narendra Modi sebagai wakil
bagi warga India, khususnya bagi umat Islam. Pun demikian, yang menandatangani
Piagam PBB adalah Perdana Menteri Jawaharlal Nehru yang juga non-Muslim.
"Apakah kita menganggap PM
zaman itu ketika menandatangani piagam itu sebagai wakil yang pantas dan
representatif dari warga Muslim India sedangkan dia bukan Islam?" tanya
Gus Yahya.
"Apakah dia bisa menjadi
wakil negara India, termasuk Muslim?" lanjutnya
Meskipun demikian, Piagam PBB dan
organisasi PBB bukanlah sesuatu yang sempurna dan tak mengandung masalah sama
sekali. Pada kenyataannya, realisasi isi Piagam PBB juga menyisakan kekurangan.
Namun di sisi lain, Piagam PBB
juga mengakhiri konflik yang pernah terjadi. Hal tersebut juga menandai
berdirinya negara-bangsa dan mencegah terjadinya kekacauan, termasuk peperangan
dan penderitaan kemanusiaan yang diakibatkannya.
Gus Yahya lalu menyinggung soal
kekhilafahan yang oleh sebagian umat Islam dijadikan alternatif tatanan
politik. Menurutnya, telah berlaku secara luas pandangan bahwa di mana ada
kekhalifahan, orang kafir menjadi objek diskriminasi.
Kini kekhalifahan yang
representatif bagi umat Islam sudah tidak ada lagi. Sudah tidak ada otoritas
politik yang mempersatukan kaum muslim sejak runtuhnya kekhalifahan Umayyah
yang dimulai 150 tahun setelah Nabi wafat.
Sejak itu, ketika negara Islam
memiliki banyak penguasa, pandangan fiqih berpendapat bahwa mempersatukan umat
Islam menjadi sesuatu yang luhur dan harus dicapai orang Islam di mana pun
berada.
"Maka, pertanyaan yang
pantas kita utarakan di sini adalah apakah gagasan idealis ini pantas kita anut
dengan mengandaikan bahwa semua umat Islam harus bernaung dalam satu otoritas
politik?" ujarnya.
"Apakah Piagam PBB dapat
menjadi landasan berpikir ke sana?" lanjutnya bertanya.
Mengakhiri pidatonya, Gus Yahya
meminta jawaban dari para ulama atas pertanyaan-pertanyaan yang ia ajukan.
"Demikian pertanyaan yang berhasil saya susun, dan saya menunggu para
ulama di sini untuk menjawabnya," pungkasnya.
Muktamar Internasional Fiqih
Peradaban I dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden RI KH Ma'ruf Amin, Senin.
Forum ini mengundang sedikitnya 15 pakar sebagai pembicara kunci, baik dari
dalam negeri maupun luar negeri.
Hadir sebagai pembicara antara lain Rais 'Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, Wakil Grand Syekh Al-Azhar Syekh Muhammad Abdurrahman Al-Dluwaini, Sekretaris Jenderal Liga Muslim Dunia Syeikh Muhammad Bin Abdul Karim Al Issa, dan sejumlah ulama mancanegara lainnya.