Isi Rekomendasi Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I

Selasa, 07 Februari 2023 - 22:12
Bagikan :
Isi Rekomendasi Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I
KH Mustofa Bisri dan Yenny Wahid saat membacakan hasil rekomendasi Muktamar Internasional Fiqih peradaban I di acara Resepsi Puncak 1 Abad NU, Selasa (07/02/2023) Foto: NU Online/Suwitno

alfikr.id, Sidoarjo-Hasil rekomendasi Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I dibacakan pada Resepsi Puncak Abad I NU, di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Selasa (07/02/2023). Pembacaan itu dilakukan dalam Bahasa Indonesia oleh Yenny Wahid dan Bahasa Arab oleh KH. Mustofa Bisri. 

Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I digelar sehari sebelum acara Puncak Resepsi Satu Abad NU, dihadiri ratusan Ulama dunia serta dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin bertempat di Hotel Shangri-La, Surabaya, Senin (06/02/2023).

Rekomendasi itu salah satunya adalah Nahdlatul Ulama berpandangan bahwa pemahaman lama yang berakar pada tradisi fiqih klasik tentang cita-cita untuk menyatukan seluruh umat Islam di bawah naungan tunggal sedunia atau negara khilafah harus digantikan dengan visi baru dengan mewujudkan kemaslahatan umat. Nahdlatul Ulama memilih untuk mengajak umat Islam menempuh visi baru, yaitu mengembangkan wacana baru tentang fiqih berdasarkan atas kemanusiaan.

Yenny Wahid lantang membacakan isi surat rekomendasi, yaitu tentang cita-cita mendirikan kembali negara khilafah yang dianggap dapat menyatukan umat Islam sedunia, namun dalam hubungan yang berhadapan dengan non muslim bukanlah hal yang pantas untuk diusahakan dan dijadikan sebagai aspirasi.

“Sebagaimana terbukti akhir-akhir ini adanya upaya mendirkan negara ISIS, usaha semacam ini niscaya akan menimbulkan kekacauan dan justru berlawanan dengan tujuan-tujuan pokok agama atau konstitusi syariah yang tergambar dalam 5 prinsip: Menjaga nyawa, menjaga agama, menjaga akal,menjaga keluarga dan menjaga harta,” tegasnya.

Yenny melanjutkan, dalam kenyataannya usaha untuk mendirikan kembali negara khilafah nyata-nyata bertabrakan dengan tujuan pokok agama. Ini dikarenakan usaha semacam ini akan menimbulkan ketidakstabilan dan merusak keteraturan sosial politik.

“Lebih dari itu, jika akhirnya berhasil, usaha-usaha ini juga akan mengakibatkan runtuhnya sistem negara bangsa serta menyebabkan konflik berbau kekerasan yang akan menimpa Sebagian besar wilayah di dunia. Sejarah menujukkan kekacauan akan perang pada akhirnya akan selalu didampingi dengan kehancuran yang luas atas rumah ibadah, hilangnya nyawa manusia, hancurnya akhlak, keluarga dan harta benda,” tambah yenny.

Dia menambahkan, poin rekomendasi Fiqih Peradaban dalam pandangan Nahdlatul Ulama, cara yang paling tepat dan manjur untuk kemaslahatan umat Islam sedunia Al Ummahal Islamiyah adalah dengan memperkuat kesejahteraan dan kemaslahatan seluruh umat manusia sedunia, baik muslim dan non muslim. Serta mengakui adanya persaudaraan seluruh umat manusia, anak cucu Adam dalam Ukhuwah Basyariah.

Dalam rekomendasi tersebut Yenny menyebutkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berikut piagamnya memanglah tidak sempurna. Dan harus diakui masih mengandung masalah hingga detik ini. Namun demikian, piagam penghargaan PBB itu dimaksudkan sejak awal sebagai upaya untuk mengakhiri perang yang amat merusak. Serta menghindarkan dari praktik-praktik biadab yang mencirikan hubungan Internasional sepanjang sejarah manusia.

“Karena itu, piagam PBB dan PBB itu sendiri bisa menjadi dasar yang paling kokoh dan yang tersedia untuk mengembangkan fiqih baru guna menegakkan masa depan manusia yang damai dan harmonis,” ungkapnya.

Nahdlatul Ulama dengan tegas menawarkan fiqih peradaban baru untuk dunia. Yaitu fiqih yang akan dapat mencegah eksploitasi atas identitas, menangkal penyebaran kebencian antar golongan, mendukung solidaritas, dan saling menghargai perbedaan di antara manusia, budaya, dan bangsa-bangsa di dunia.

“Selain itu, fiqih peradaban baru ini juga mendukung lahirnya tatanan dunia yang sungguh-sungguh adil dan harmonis, tatanan yang didasarkan pada penghargaan atas hak-hak yang setara serta martabat setiap umat manusia. Visi yang seperti inilah yang justru akan mampu mewujudkan tujuan-tujuan pokok Syariah,” tutup keduanya.

Penulis
Khoirul Anam
Editor
Zulfikar

Tags :