Konflik Gersik Putih Sumenep: Rencana Pembangunan Tambak Garam Menuai Masalah

Sabtu, 08 Juli 2023 - 02:45
Bagikan :
Konflik Gersik Putih Sumenep: Rencana Pembangunan Tambak Garam Menuai Masalah
Warga yang berbondong-bondong menghalangi excavator. Foto: Taufik for suaraindonesia.co.id

alfikr.id, Sumenep- “Saya tidak takut mati, saya tetap lawan, saya membela warga. Saya tidak takut, ayo kalau mau tetap dikerjakan, saya hentikan,” tegas, Ketua Rukun Tetangga (RT), Ahmad Siddiq. 

Pernyataan tegas Shiddiq bukan tanpa sebab. Ia dengan tegas dan lantang menyampaikan, kepada seluruh warga untuk tidak takut terhadap pihak penggarap tambak garam yang hendak melakukan reklamasi di Kampung Tapakerbau, Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep. 

“Terus berjuang untuk melindungi pantai, karena ini merupakan kawasan lindung," jelas Siddiq, dikutip dari PEKAaksara.

Sejak hari Selasa sampai Rabu, 06/07, Juli 2023, Situasi di Kampung Tapakerbau, memanas. Rencana reklamasi pantai untuk dijadikan tambak garam memantik konflik sosial. Masyarakat menolak dengan pelbagai alasan. 

Dikutip dari RadarMadura.id, mulanya, aktivitas penggarapan tambak garam oleh pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) lahan dilakukan pada Selasa, (04/07/2023). Namun, tindakan itu mendapatkan penolakan oleh warga setempat. Bahkan, antara dua kubu petugas tambak dan warga saling silang pendapat. 

Kejadian kedua kalinya, terjadi pada Rabu, (05/07/2023). Gerakan itu kembali mendapat respon negatif dari penduduk setempat. Sebab, warga berdalih ingin mempertahankan pantai untuk tidak diuruk. 

Warga yang menolak adanya tambak garam itu, menilai ketika kawasan pantai terus digarap akan berdampak buruk terhadap kerusakan ekosistem, biota laut, lingkungan sekitar bahkan akan berakibat kepada ekonomi masyarakat. Sebab pantai menjadi tempat nelayan mencari rezeki dengan menangkap ikan dan mencari seafood. Lebih-lebih pesisir itu menjadi pesisir  yang masih tersisa di Desa Gersik Putih.

Pesisir yang tersisa di Desa Gersik Putih. Kini keberadaannya terancan tambak garam. [Dokumentasi warga]

Dampak-dampak tersebut menjadi pemicu memanasnya emosi warga Kampung Tapakerbau. Masyarakat tidak ingin tanah kelahirannya diambil alih oleh keserakahan pengusaha tambak garam. 

Situasi itu, mengharuskan warga untuk masuk ke lokasi yang akan direklamasi. Pihak penggarap terlihat  membawa excavator dan sepotong bambu yang berfungsi untuk ditancapkan pada pantai sebagai pembatas.

Sehingga kemudian, warga berbondong-bondong mendesak turun ke lokasi pantai untuk melepaskan bambu-bambu pancong  yang telah ditusukkan. 

Dilansir dari tvOnenews.com, Pemerintah Desa Gersik Putih, terindikasi memberikan fasilitas kepada pemilik modal atau investor dari luar desa, untuk membangun tambak garam seluas 41 hektar di kawasan pantai setempat. 

Selain itu, warga tidak ragu untuk menyampaikan keberatannya kepada pemerintah desa dengan melakukan audiensi di kawasan pantai. Serta, warga juga melaporkan kepada Komisi II DPRD supaya ikut mengawal aspirasinya menolak pembangunan tambak garam. 

Menurut Fathorrahman, warga setempat, dia menjelaskan, pekerjaan penggarapan tambak itu berlangsung dari pukul 13.30 WIB. Pada jam itu, pemilik SHM kelihatan mulai membawa alat berat dari Pelabuhan Kalettek, Kecamatan Kalianget menuju lokasi pantai Gersik Putih. Sekira pukul 14.00 WIB, alat berat itu sampai di tempat.

"Warga langsung ke lokasi menghentikan kegiatan penggarapan," ujar Fathorrahman, dinukil dari RadarMadura.id.

Kata dia, warga terkejut saat melihat beberapa tiang pancang terpasang di bibir pantai. Mereka pun  bergegas  mencabut tiang pancang. Hanya saja, pekerja pihak penggarap, Fathorrahman melanjutkan, menghalangi tindakan warga.

“Warga dengan pekerja cekcok, tapi tidak lama," imbuhnya. 

Pekerja tambak garam tengah menghadang aksi penolakan warga Desa Gersik Putih, Gapura, Sumenep, Rabu (5/07/2023) [Media Jatim]

Pada saat  suasana memanas, warga memaksa menerobos untuk mencabut tiang pancang. Pukul 16.46 WIB, penggarap menyalakan excavator. Melihat alat berat nyala, warga pun menghampiri dan meminta pengurukan dihentikan. 

Ketika excavator akan mulai bekerja, Shiddiq memberanikan diri untuk menghadangnya. Tanpa berfikir panjang, dirinya berlari mengejar bucket yang sedang aktif.

Pukul 17.30 WIB, situasi mulai berdamai. Pekerja penggarap tambak mulai keluar dari area pantai, sedangkan warga memilih tetap di lokasi sebagai bentuk antisipasi kembalinya para penggarap. “Kami tidak akan pulang sebelum benar-benar dipastikan aman,” tegasnya.

Bukan hanya itu, warga kemudian bergerak menuju Balai Desa untuk menemui Kepala Desa, Muhab. Sayangnya, tidak ada satupun perangkat desa yang dapat ditemui, sehingga aksi segel balai desa tak dapat dihindarkan.

”Penyegelan balai dilakukan sebagai bentuk protes, sebab kami merasa seperti tidak punya pemerintahan di desa, setelah aspirasinya yang disampaikan dikesampingkan,” ucap Siddiq, dilansir dari tvOnenews.com. 

Tidak berhenti disana, sebab kurang puas dengan menyegel balai desa, warga melanjutkan gerakannya menuju rumah kepala desa. "Di rumahnya, Kades Muhab tidak ada di tempat, katanya ada di Sumenep," tuturnya. 

Pada kenyataannya, meskipun Badan Pertanahan Nasional (BPN) pernah turun langsung ke lokasi, namun tetap tidak menemukan titik terang pada konflik ini. Sayangnya juga, pihak Kepala Desa Gersik Putih Muhab, seolah berpaling muka akan perjuangan warganya. 

Sedangkan Koordinator Gerakan Masyarakat Menolak Reklamasi (Gema Aksi), Amirul Mukminin menyatakan, aksi itu dibuntuti atas dasar rasa kesal warga terhadap proyek penggarapan pembangunan tambak garam di pantai. Memang, pemerintah desa terkesan berpihak pada penggarap, daripada kepada warganya. 

"Jangan salahkan warga ketika melakukan pemberhentian secara paksa, karena penggarap mulai dulu, dengan masang pancung untuk di tambak," terang Amirul Mukminin, dinukil dari tvOnenews.com.

Menurutnya, Gema Aksi tidak akan pernah putus asa untuk terus menolak pembangunan tambak garam. "Aksi selanjutnya akan dilaksanakan, ingin membuktikan, bahwa penggarapan lahan garam di pantai merupakan masalah serius yang harus disikapi," imbuhnya. 

Bukan hanya itu, Gema Aksi akan meminta kepada Pemerintah Kabupaten Sumenep, Bupati Achmad Fauzi, untuk ikut serta menyikapi persoalan ini. "Jangan biarkan warga berjuang sendiri untuk mempertahankan ruang hidupnya. Bagi kami, sebagai nelayan, pantai adalah lahan kehidupan,” pintanya. 

Berbeda lagi dengan Mohammad Ramli, selaku Ketua Tim Terpadu Pengawasan, Penertiban dan Perizinan (TP3), Sumenep. Dia mengatakan, pihaknya sudah meminta agar kegiatan penggarapan tambak garam untuk segera diberhentikan. "Pemkab Sumenep segera mengambil sikap. Sampai situasi di bawah benar-benar kondusif," jelas Mohammad Ramli, dikutip dari RadarMadura.id. 

Kata Ramli, Pemkab Sumenep akan segera melakukan tindak lanjut atas konflik tersebut. "Nanti akan membahas peristiwa tersebut di internal Forum Koordinator Pimpinan Daerah (Forkopimda)," tegasnya. 

Sebetulnya, perkataan Kades Gersik Putih, Muhab, yang menyatakan bahwa dirinya angkat tangan atas penyelesaian kasus tersebut. Karena, menurutnya, setiap kebijakan Pemdes harus sejalan dengan Pemkab Sumenep.

”Meski Muhab juga pemilik SHM, tetap harus objektif. Sebagai Kades, dia tidak bisa menyatakan angkat tangan untuk menyelesaikan masalah ini,” pungkasnya.

Penulis
Khoirul Anam
Editor
Zulfikar

Tags :