Mengenal Perbedaan Bulugh dan Tamyiz

Senin, 11 September 2023 - 14:27
Bagikan :
Mengenal Perbedaan Bulugh dan Tamyiz
Kenalkan Pesantren Nurul Jadid melalui selayang pandang, (16/07/2019).[Sumber Foto: nuruljadid.net]

alfikr.id, Probolinggo- Banyak orang salah memahami kata “Tamyiz” dan “Bulugh”. Seakan-akan dua kata itu sama, padahal tak demikian. Tamyiz merupakan fase seseorang menuju bulugh, sedangkan Bulugh ialah fase terikatnya orang Islam dengan hukum syara.

Mengutip kitab Fiqh Islami wa Adillatuhu karya Wahba Az-Zuhaili, tamyiz adalah ketika usia anak beranjak  7 tahun. Ditandai dengan kemampuan anak untuk membedakan baik buruk, bermanfaat dan tidaknya sesuatu. Seperti makan sendiri, bertransaksi, jual beli, dan lain sebagainya.

Namun, mumayyiz (orang yang sudah tamyiz) masih dalam pengawasan orang tua atau orang dewasa karena masih belum sempurna fisik dan akal. Adapun ketika  sudah sempurna akal dan fisiknya, maka ia sudah berstatus bulugh.

Adapun tanda-tanda baligh (orang yang sampai menyandang status bulugh) sebagai berikut: pertama, Ihtilam (mimpi basah). Syekh Salim bin Sumair dalam kitab Safinatun Najah mengatakan bahwa ihtilam merupakan tanda bagi seseorang yang sudah baligh.

Sementara Imam Nawawi dalam komentarnya terhadap kitap Safinatun Najah, menyamakan ihtilam dengan alimna’ (keluarnya mani), baik secara sadar maupun tertidur.

Kedua, Al-inbat (tumbuhnya bulu kasar pada kemaluan). Imam Malik dan Imam Syafi’i sepakat bahwa al-inbat merupakan salah satu tanda seseorang dikatakan baligh. Adapun bulu halus tidak menjadi tanda dikarenakan bulu itu sudah tumbuh saat masih anak-anak (Al-Mughni, 4: 551).

Hal selaras juga dikatakan Imam Qudamah yang mengatakan al-inbat, yaitu tumbuhnya rambut kasar di sekitar dzakar laki-laki atau farji wanita, yang hendaknya dibersihkan dengan pisau cukur.

Ketiga, Anak genap berumur 15 tahun mengikuti kalender Hijriyah. Dawud adh-Dhahiri berpendapat bahwa tidak ada batasan tertentu untuk usia baligh. Batasan yang benar menurutnya ialah ditandai mimpi basah atau pun haid.

Namun pendapat ini dibantah oleh Syekh Salim bin Sumair dalam kitab safinatun najah, menurutnya 15 tahun merupakan usia baligh bagi anak laki-laki dan Perempuan.

Pendapat ini di perkuat dengan hadis yang diriwayatkan oleh Nafi’ rahimahullah dalam (HR. Bukhari 2664 dan Muslim no. 1490) sebagai berikut:

حَدَّثَنِي ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَرَضَهُ يَوْمَ أُحُدٍ، وَهُوَ ابْنُ أَرْبَعَ عَشْرَةَ سَنَةً، فَلَمْ يُجِزْنِي ثُمَّ عَرَضَنِي يَوْمَ الخَنْدَقِ، وَأَنَا ابْنُ خَمْسَ عَشْرَةَ سَنَةً، فَأَجَازَنِي ، قَالَ نَافِعٌ فَقَدِمْتُ عَلَى عُمَرَ بْنِ عَبْدِ العَزِيزِ وَهُوَ خَلِيفَةٌ، فَحَدَّثْتُهُ هَذَا الحَدِيثَ فَقَالَ: إِنَّ هَذَا لَحَدٌّ بَيْنَ الصَّغِيرِ وَالكَبِيرِ، وَكَتَبَ إِلَى عُمَّالِهِ أَنْ يَفْرِضُوا لِمَنْ بَلَغَ خَمْسَ عَشْرَةَ

“Telah menceritakan kapadaku Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa dia pernah menawarkan diri kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk ikut dalam perang Uhud. Saat itu umurnya masih empat belas tahun, namun beliau tidak mengijinkannya. Kemudian dia menawarkan lagi pada perang Khandaq. Saat itu usiaku lima belas tahun dan beliau mengijinkanku.

Keempat, Haid atau datang bulan bagi perempuan. Haid menjadi tanda perempuan dikatakan baligh. Biasanya haid pertama kali terjadi bagi perempuan ketika ia hendak mencapai umur 9 tahun. Maksud Sembilan tahun disini ialah, bisa 15 hari sebelum atau sesudah genapnya umur 9 tahun.

Meskipun baligh sudah terikat dengan hukum syara’ (Baca: dosa apabila melanggar perintah allah), tetapi tidak semua orang yang baligh terkena hukum itu. Semisal orang gila, tidur, mabuk atau ayan dikarenakan tidak sempurna atau tidak berfungsinya akal mereka. Hal ini sudah tertera dalam sabda rosulullah:

“Diangkatkan pena (tidak dibebani hukum) atas tiga (kelompok manusia), yaitu anak-anak hingga baligh, orang tidur hingga bangun, dan orang gila hingga sembuh.” (HR Abu Dawud). 

Penulis
Muhammad A'lal Hikam
Editor
Imam Sarwani

Tags :