Upaya Melestarikan Permainan Tradisional
Sabtu, 09 Desember 2023 - 05:01
Melestarikan budaya lokal guna memelihara serta mengayomi anak agar tidak terpengaruh dampak buruk internet, merupakan tantangan yang kini di hadapi oleh rakyat Indonesia.
alfikr.id, Probolinggo- Jika menggali tentang warisan budaya di Indonesia, sudah pasti kita akan
menemukan keanekaragaman budayanya. Oleh sebab itu, tak heran jika Indonesia dikenal
dengan sebutan negeri seribu candi.
Seperti dilansir dari laman resmi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset
dan Teknologi (Kemedikbudristek), sebanyak 1.941 telah ditetapkan sebagai warisan
budaya tak benda (WBTB) dari tahun 2013-2023 di Indonesia.
Dari ragam budaya tersebut, setiap daerah memiliki kebudayaannya
masing-masing, seperti budaya omed-omedan di pulau Bali, petik laut di
tanah Jawa dan karapan sapi di daratan Madura. Karena itu, tidak salah jika Indonesia
dikatakan sebagai tempat yang kaya akan nilai budaya.
Bahkan, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)
telah mengakui sebanyak 12 warisan budaya asal Indonesia sebagai warisan budaya
dunia tak benda (intangible cultural heritage) pada 2022 lalu.
Karateristik WBTB dari konvensi UNESCO pada 2003 ialah: berbagai praktek,
representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan serta instrumen-instrumen,
obyek, artefak dan lingkungan budaya yang terkait meliputi berbagai komunitas,
kelompok, dan dalam beberapa hal tertentu, perseorangan yang di akui sebagai
warisan budaya mereka.
Tiap tahunnya penetapan WBTB di Indonesia selalu mengalami peningkatan. Capaian tertinggi penetapan WBTB ada pada tahun 2021 sebanyak 289, sedangkan terkecil tahun 2013 sejumlah 77.
Sialnya, dari sekian banyaknya budaya di Indonesia, salah satu di antaranya
kini mulai terkikis oleh zaman. Seperti, permainan rakyat atau yang sering disebut
dengan permainan tradisional, merupakan satu dari sekian banyak warisan budaya Indonesia
yang perlahan tergerus.
Penyebab Terkikisnya Permainan Tradisional
Semua itu bukan tanpa sebab, dilansir dari kumparan, indikator utama
terkikisnya permainan tradisional banyak disebabkan dengan adanya gawai
sekaligus mudahnya mengakses internet. Karena, saat ini bukan hanya orang
dewasa yang menggunakan gadget, anak usia dini pun bisa melakukan hal tersebut.
Berdasarkan data survei internet Indonesia 2023 yang dilakukan Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) terdapat 98,20% anak usia dini
hingga remaja telah terkoneksi dengan internet. Sebanyak 99,51% mengaksesnya
dengan gadget dan 5,35% melalui laptop.
Sedangkan, tingkat penetrasi internet paling tinggi Indonesia terletak pada
pulau Jawa, mencapai 81,83%. Kemudian di susul dengan pulau Bali 80,88?n Kalimantan
sebesar 78,71%.
Selain itu, survei yang dilakukan Traditional Games Returns (TGR)
tentang permainan tradisional pada tahun 2017 menemukan sebanyak 57% responden
beranggapan permainan tradisional kini dalam keadaan terpuruk. Sementara 55%
responden mengatakan bahwa hanya ketika ada kegiatan tradisi permainan
tradisional dimainkan.
Pelestarian Permainan Tradisional
Dari kenyataan di atas tidak mengecilkan sedikit pun rasa semangat dari
masyarakat Indonesia untuk melestarikan permainan tradisional. Terbukti dengan
adanya Kampung Dolanan Sidowayah, yang terletak di Desa Sidowayah, Kabupaten
Klaten, Jawa Tengah.
Kampung itu merupakan salah satu wisata yang dikemas dengan permainan
tradisional seperti: egrang, bakiak, gobak sodor, balap karung, tarik tambang
dan lain sebagainya.
Menukil dari laman resmi Desa Sidowayah, Hapsoro selaku Kepala Desa periode
2007-2018 mengungkapkan, para anak-anak sekarang tak lagi bermain permainan
tradisional karena disibukkan dengan gadget atau permainan online. Oleh sebab
itu, dengan adanya wisaya Dolanan Sidowayah tak lain hanya untuk melestarikan
permainan tradisional.
Pengelola sekaligus ketua unit Kampung Dolanan, Rizki Khairun Nisak Nur
Amin, atau biasa disapa Anis, mengutarakan bahwa adanya Kampung Dolanan
Sidowayah ini sebagai cara merawat ingatan anak terhadap permainan tradisional
yang kian memudar.
“Semakin ke sini kan semakin banyak anak-anak yang mengenal gadget,
sehingga dikhawatirkan anak-anak lupa dengan adanya permainan tradisional,”
tuturnya di lansir dari laman hariane.com.
Sejak diresmikan pada tahun 2016, selama 7 tahun kampung ini telah berhasil dalam mengedukasi
anak melalui permainan tradisional. Kesuksesannya bisa dilihat dari rata-rata
pengunjung tempat wisata tersebut.
“Rata-rata pengunjung Kampung Dolanan
bisa mencapai 2000 orang perbulan, mulai dari usia anak-anak, SMP dan
SMA,” tambah Anis.
Selain Kampung Dolanan Sidowayah ada pula Komunitas Hong yang menjadi pusat
pengkajian permainan tradisional dan mengajak masyarakat bermain sambil
melestarikannya. Komunitas yang bertempat di Jalan Bukit Pakar Utara Nomor 26,
Bandung, Jawa Barat ini juga melibatkan warga sekitar sebagai anggota dari
komunitasnya.
Selama 20 tahun sejak dirintis oleh Mohammad Zaini Alif pada tahun 2003,
komunitas ini telah banyak menarik minat pengunjung dari dalam maupun luar
kota.
“Kebanyakan pengunjung berasal dari Jakarta, selebihnya dari sekolah
sekitar Bandung serta berbagai daerah seperti Lampung dan Kalimantan,” ujar
Cecep selaku Koordinator, dikutip dari laman koran.tempo.co.
Sampai sekarang Komunitas Hong telah banyak menampilkan permainan
tradisional kepada publik. Bedil jepret dan rorodaan merupakan
mainan favorit di komunitas ini. Selain kedua permainan tersebut ada juga
permainan lain yang biasanya di tampilkan, seperti egrang batok, balon
sarung, kukuyaan atau berenang di sungai menggunakan ban, menyusun batu
kali menjadi sebuah menara, sampai menggelindingkan lingkaran bambu dengan
tongkat.
Bukan hanya menjadi tempat pelestarian permainan tradisional, Zaini selaku
pendiri juga menjadikan Komunitas Hong sebagai pusat pengkajian permainan
rakyat. Terbukti dengan adanya riset permainan tradisional yang dilakukan Zaini
sejak 1996.
Dari penelusuran tersebut dirinya bersama Komunitas Hong menghelat pameran
berjudul kaulinan urang lembur atau mainan orang desa di
Gedung Aula Timur Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 2015.
“Saya ingin permainan tradisional, produk masa lalu hadir pada masa kekinian. Produk masa lalu yang muncul menjadi sebuah nilai dan tampil di masa kini tanpa memaksakan suasana dengan yang dulu. Artinya bisa berafiliasi dengan kehidupan yang sekarang,” pungkas Zaini, mengutip dari Tribun Jabar.id.