Pemilu 2024: Minimnya Partisipasi Politik Pemuda

Selasa, 09 Januari 2024 - 22:44
Bagikan :
Pemilu 2024: Minimnya Partisipasi Politik Pemuda
[Sumber Foto: ips.or.id]

alfikr.id, Probolinggo- Suara anak muda menjadi penyumbang terbesar di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang. Berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada bulan Juli lalu, terdapat 55% suara anak muda dari total DPT keseluruhan.

Kondisi itu membuat Pasangan Calon (Paslon) berebut suara pemilih muda (rentang usia 17-39 tahun) untuk memenangkan pemilu pada tanggal 14 Februari. Peneliti di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiatri mengatakan, pelbagai cara dilakukan kandidat untuk menarik perhatian anak muda. Seperti, menebar janji untuk memperjuangkan kepentingan serta gagasan anak muda.

“Itu artinya kandidat yang berhasil memenangkan suara pemilih muda akan mampu memenangi pemilu,” kata Aisah, dilansir dari Kompas.id.

Sialnya, suara anak muda kerap dijadikan objek kemenangan saja. Sedangkan hingga saat ini peluang anak muda berkarir dalam dunia politik dan akses untuk terjun langsung dalam merumuskan kebijakan, serta aktif di partai politik masih terbilang sulit. Mengutip dari the conservation.com, terlihat dari representasi anak muda di Parlemen bisa terbilang sedikit, dari total 575 anggota DPR RI periode 2019-2024 hanya ada 20 orang, dengan usia 30 tahun ke bawah.

Kendala di atas juga berkelindan dengan rendahnya minat anak muda berpartisipasi di dunia politik praktis. Berdasarkan riset kompas.id, ada sekitar 80 persen anak muda dengan usia 24-40 tahun tidak tertarik masuk partai politik. Bahkan minat untuk berkontestasi menjadi calon eksekutif hanya di angka 10 persen dan legislatif 14 persen.

Pada usia 23 tahun ke bawah, tiga dari seperempatnya mengaku tidak tertarik. Sementara yang berminat untuk aktif dalam partai politik dari usia 23 tahun ke bawah maupun 24-40 tahun tidak sampai 5%, sebagian besar yang lain hanya ingin berperan sebagai simpatisan.

Sementara di usia sedikit lebih dewasa, niatan untuk berkontestasi di pemilu legislatif, angkanya justru menurun sampai 11 persen, kontestasi di ruang eksekutif juga tampak kurang diminati oleh anak muda. Hanya ada 15 persen dari masyarakat berusia 23 tahun ke bawah tertarik maju menjadi calon kepala daerah.

Penyebab

Bukan tanpa sebab, minimnya pendidikan politik menjadi salah satu penyebab kesadaran berpolitik anak muda masih rendah. Sebab, pendidikan politik tidak hanya di ranah lembaga pendidikan saja, namun partai politik pun memiliki tanggung jawab memberikan edukasi dan kaderisasi politik terhadap masyarakat.

Partai politik seharusnya mampu memberikan pendidikan politik kepada masyarakat luas. Merujuk pada Undang-undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik Pasal 31, partai politik memiliki tanggung jawab memberikan pendidikan politik kepada masyarakat upaya meningkatkan partisipasi dan kesadaran masyarakat berbangsa dan bernegara.

“Sebab, salah satu tugas partai politik adalah melakukan advokasi dan pendidikan politik untuk anggotanya,  simpatisannya dan untuk rakyat Indonesia secara keseluruhan,” kata Wakil Ketua MPR RI H.M. Hidayat Nur Wahid, pada saat kunjungan kerja di Provinsi Papua. Dikutip dari mpr.go.id

Sejauh ini, kontribusi partai politik memberikan pendidikan politik sangatlah minim. Laporan survei Kompas.id 16-18 Oktober 2023 menyebutkan 40,6% responden mengatakan partai politik masih belum maksimal memberikan pendidikan politik, 17,4% mengatakan sangat minim, dan hanya ada 25,7% responden yang mengatakan sudah maksimal, sisanya 16,4% mengatakan tidak tahu. 

Tidak hanya itu, berdasarkan riset yang dilakukan kompas.id bahwa, mahalnya biaya politik yang di butuhkan menjadi penyebab anak muda enggan berkontestasi di pemilu. Anak muda juga mengaku tidak tertarik untuk berpolitik, karena mereka merasa tidak mampu menyediakan biaya yang dibutuhkan.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyampaikan, biaya politik jadi beban berat yang harus di tanggung para kandidat ketika berkontestasi di pemilu.

“Politik kita memang mahal, bahkan untuk hal dasar seperti kebutuhan logistik kampanye,” ujarnya.

Menghadapi pemilu 2024, masyarakat tentu berharap ada angin segar yang mampu menghidupkan demokrasi dengan cara yang baru. Mulai dari pemilu 2024 ini, partai politik perlu memberikan pendidikan politik secara maksimal dan juga memberikan ruang selebar-lebarnya pada anak muda untuk mampu terlibat aktif.

Selain itu harus ada ruang untuk penguatan kapasitas dan pelatihan secara menyeluruh bagi anak muda agar bisa memahami pelbagai aspek yang akan dihadapi dengan baik. Seperti pelatihan keterampilan untuk merumuskan visi dan misi yang tepat sasaran, keterampilan analisis sosial dan pelbagai kemampuan lainnya yang relevan dimiliki seorang politikus muda.

Penulis
Abdul Rofid Juniardi
Editor
Imam Sarwani

Tags :